Hukum Menabung di Bank dengan Aneka
Niat
Assalamu’alaikum ustadz
Bolehkah menyimpan uang di bank syariah berupa tabungan atau deposito karena darurat. Apakah termasuk uang riba? Sebaiknya uang tersebut disalurkan kemana? Bolehkah digunakan untuk ma’isyah (mencari nafkah)? Jazaakallahu khoir
Dari: Cesnawati
Wa’alaikumussalam
Berikut artikel yang mewakili jawaban pertanyaan Anda:
Bolehkah menyimpan uang di bank syariah berupa tabungan atau deposito karena darurat. Apakah termasuk uang riba? Sebaiknya uang tersebut disalurkan kemana? Bolehkah digunakan untuk ma’isyah (mencari nafkah)? Jazaakallahu khoir
Dari: Cesnawati
Wa’alaikumussalam
Berikut artikel yang mewakili jawaban pertanyaan Anda:
Hukum menabung di bank dengan aneka
niat
Sejak kesadaran masyarakat
terhadap agamanya semakin meningkat, mereka mulai merasa risih dengan bunga
yang ada di bank. Imbas selanjutnya, mereka mulai mempertanyakan hukum menabung di bank. Karena mereka yakin bahwa bank
akan memanfaatkan dana tabungan nasabah untuk aktivitas mereka. Agar kita bisa
mengambil kesimpulan tanpa ragu, kita perlu merujuk apa kata ulama tentang
hukum menabung di bank. Berikut keterangan para ulama kontemporer tentang hukum
menabung di bank dengan aneka niat:
Pertama, menabung untuk mengambil dan
memiliki bunganya.
Ulama sepakat bahwa bunga bank adalah riba yang haram. Untuk itu, mereka sepakat, menabung di bank dengan maksud mengambil dan memanfaatkan bunga untuk kepentingan pribadi, hukumnya terlarang.
Ulama sepakat bahwa bunga bank adalah riba yang haram. Untuk itu, mereka sepakat, menabung di bank dengan maksud mengambil dan memanfaatkan bunga untuk kepentingan pribadi, hukumnya terlarang.
Dalam salah satu keputusan Majma’
Al-Buhuts Al-Islami,
dalam muktamarnya yang kedua, yang diadakan di Kairo, tahun 1965. Dalam
keputusan tersebut dinyatakan:
“Bunga dari transaksi utang-piutang, semuanya adalah riba yang haram. Tidak ada bedanya, baik utang untuk kegiatan konsumtif maupun utang untuk kegiatan produktif. Karena dalil Alquran dan sunah, semuanya dengan tegas menyatakan haramnya kedua jenis riba dari utang tersebut.” (Fawaidul Bunuk Hiyar Riba, Hal. 130)
“Bunga dari transaksi utang-piutang, semuanya adalah riba yang haram. Tidak ada bedanya, baik utang untuk kegiatan konsumtif maupun utang untuk kegiatan produktif. Karena dalil Alquran dan sunah, semuanya dengan tegas menyatakan haramnya kedua jenis riba dari utang tersebut.” (Fawaidul Bunuk Hiyar Riba, Hal. 130)
Kedua, menabung di bank tanpa
keinginan mengambil bunga.
Para ulama melarang menabung di bank, meskipun tanpa ada keinginan untuk mengambil bunga. Karena menaruh dana di bank, akan membantu bank dalam melancarkan transaksi riba. Hanya saja para ulama membolehkan jika ada kebutuhan yang mendesak. Lajnah Daimah, dalam salah satu fatwanya menyatakan, “Haram menyimpan uang di bank, kecuali karena darurat, dan tanpa mengambil bunga.” (Majmu’ Fatawa Lanjah Daimah, 13:384)
Para ulama melarang menabung di bank, meskipun tanpa ada keinginan untuk mengambil bunga. Karena menaruh dana di bank, akan membantu bank dalam melancarkan transaksi riba. Hanya saja para ulama membolehkan jika ada kebutuhan yang mendesak. Lajnah Daimah, dalam salah satu fatwanya menyatakan, “Haram menyimpan uang di bank, kecuali karena darurat, dan tanpa mengambil bunga.” (Majmu’ Fatawa Lanjah Daimah, 13:384)
Ketiga, menabung di bank untuk
mengamankan uang.
Seberapakah ukuran kebutuhan dan darurat yang membolehkan seseorang menabung di bank?
Seberapakah ukuran kebutuhan dan darurat yang membolehkan seseorang menabung di bank?
Dalam banyak fatwanya, Syaikh
Abdul Aziz Ibnu Baz membolehkan menabung di bank untuk mengamankan uang, yang
tidak memungkinkan untuk disimpan di selain bank. Beliau pernah ditanya tentang
hukum orang yang menabung gajinya di bank tanpa mengambil bunga karena khawatir
hilang. Beliau menjawab, “Tidak masalah Anda melakukan demikian, menabung di
bank karena khawatir uang Anda hilang. Dan ini termasuk keadaan mendesak, jika
Anda membutuhkannya maka tidak mengapa, dengan tanpa mengambil bunga.” (Majmu’ Fatawa Ibnu Baz,
19:153)
Hal ini juga menjadi keputusan
Majlis Al-Fiqhi Al-Islami, di bawah Rabithah Al-Alam Al-Islami, dalam
konferensi kesembilan di Mekah. Pada keputusan no. 3, dinyatakan:
“Haram bagi seorang muslim, untuk bertransaksi dengan riba, selama masih memungkinkan untuk bertransaksi dengan bank non riba, baik di dalam maupun luar negeri. Karena tidak ada alasan baginya untuk berinteraksi dengan bank riba sementara sudah ada penggantinya, yaitu bank non riba” (Diambil dari Fawaidul Bunuk Hiyar Riba, Hal. 140)
“Haram bagi seorang muslim, untuk bertransaksi dengan riba, selama masih memungkinkan untuk bertransaksi dengan bank non riba, baik di dalam maupun luar negeri. Karena tidak ada alasan baginya untuk berinteraksi dengan bank riba sementara sudah ada penggantinya, yaitu bank non riba” (Diambil dari Fawaidul Bunuk Hiyar Riba, Hal. 140)
Keempat, membuka rekening tabungan agar
bisa melakukan transaksi yang dibutuhkan.
Terdapat beberapa keterangan dari para ulama, yang mengisyaratkan bolehnya membuat rekening bank, untuk memanfaatkan jasa bank, semacam transfer gaji atau yang lainnya. Di antaranya:
Terdapat beberapa keterangan dari para ulama, yang mengisyaratkan bolehnya membuat rekening bank, untuk memanfaatkan jasa bank, semacam transfer gaji atau yang lainnya. Di antaranya:
Fatwa ahli hadis abad ini,
Muhammad Nasiruddin Al-Albani rahimahullah. Dalam program Silsilatul
Huda wan Nur, beliau ditanya:
Terkait gaji beberapa pegawai yang diambil melalui bank, apakah gaji pegawai ini haram, karena termasuk harta riba?
Terkait gaji beberapa pegawai yang diambil melalui bank, apakah gaji pegawai ini haram, karena termasuk harta riba?
Beliau memberikan jawaban: Saya
tidak menganggap hal itu (gaji mereka termasuk riba). Karena yang saya tahu,
mereka tidak melakukan hal itu karena keinginan mereka, tapi sebagai aturan
yang wajib mereka ikuti. Yang penting gaji itu sampai kepada pegawai dengan
jalan yang halal. Akan tetapi jika gaji itu harus melalui fase yang tidak
halal, seperti ditabung dulu di bank maka itu di luar tanggung jawab pegawai,
namun dia harus berusaha untuk mengambil uang tersebut sesegera mungkin. (Silsilah Huda wan Nur,
rekaman no.387).
Keterangan beliau ini juga
diaminkan oleh Lajnah Daimah. Pada kasus pertanyaan yang sama, mereka Lajnah
menegaskan:
Tidak masalah mengambil gaji yang
ditransfer melalui bank. Karena pegawai ini mengambil gaji sebagai imbalan dari
pekerjaan yang dia lakukan, yang tidak ada kaitannya dengan bank. Akan tetapi
dengan syarat, jangan sampai dia tinggalkan di bank untuk dibungakan, setelah
gaji itu ditransfer ke rekening pegawai. (Fatawa Lajnah,
no.16501)
Syarat yang disampaikan Lajnah,
bahwa gaji yang sudah ditransfer harus segera diambil. Ini bertujuan agar
nasabah tidak dianggap mengendapkan dana di bank, yang nantinya akan
dimanfaatkan bank untuk pengembangan riba. Sebagaimana hal ini juga ditegaskan
dalam Kumpulan Fatwa Syabakah Islamiyah.
Dalam salah satu fatwanya dinyatakan:
Bahwa transfer gaji melalui bank,
meskipun bukan untuk tujuan membungakan uang, tetapi dana tersebut akan
dimanfaatkan bank untuk transaksi mereka yang penuh dengan riba maka hukumnya
tidak diperbolehkan, karena termasuk membantu orang lain untuk maksiat. (Fatwa Syabakah Islamiyah, no. 115367)
Kelima, hukum menabung dengan tujuan
mengambil bunga untuk disedekahkan.
Pemahaman semacam ini sama halnya dengan orang yang mencuri dengan tujuan untuk bersedekah. Padahal Allah Ta’ala hanyalah menerima amal yang baik dari hamba.
Pemahaman semacam ini sama halnya dengan orang yang mencuri dengan tujuan untuk bersedekah. Padahal Allah Ta’ala hanyalah menerima amal yang baik dari hamba.
Allah berfirman, yang artinya, “Sesungguhnya Allah hanya menerima amal dari orang yang bertaqwa.” (QS. Al-Maidah: 27). Sementara
sedekah dengan cara yang haram, bukanlah termasuk amal orang yang bertaqwa.
Ibnu Sa’di mengatakan:
Pendapat yang paling kuat tentang makna ‘orang yang bertaqwa‘ di ayat ini adalah orang yang bertaqwa kepada Allah ketika melakukan amal tersebut. Artinya, dia beramal dengan ikhlas mengharap wajah Allah, dan mengikuti sunah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. (Tafsir As-Sa’di, Hal. 228)
Pendapat yang paling kuat tentang makna ‘orang yang bertaqwa‘ di ayat ini adalah orang yang bertaqwa kepada Allah ketika melakukan amal tersebut. Artinya, dia beramal dengan ikhlas mengharap wajah Allah, dan mengikuti sunah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. (Tafsir As-Sa’di, Hal. 228)
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,“Allah tidak
menerima shalat tanpa bersuci dan tidak menerima sedekah dari
hasil ghulul.”
(HR. Muslim no. 224)
Makna ghulul pada
asalnya adalah harta rampasan perang yang dicuri sebelum dibagikan. Kemudian makna
ini mengalami perluasan menjadi harta khianat, sehingga mencakup semua harta
yang diperoleh dengan cara haram. (Lihat Syarh Nawawi untuk shahih Muslim, 3:103)
Fatwa terkait hal ini adalah
keterangan Lajnah Quthaul Ifta’ Kuwait. Komite ulama Kuwait ini memberikan
jawaban yang tegas:
“Sesungguhnya menyimpan uang di
bank, dengan maksud untuk mendapatkan bunga (riba), dalam rangka untuk
disedekahkan di jalan kebaikan, hukumnya terlarang. Lebih-lebih jika dijadikan
sebagai gaji pegawai.” (Fatawa Quthaul Ifta’ Kuwait, no. 815)
Dari uraian beberapa fatwa di
atas, ada beberapa kesimpulan yang bisa dicatat:
1. Ulama sepakat bahwa bunga bank
adalah riba yang haram.
2. Ulama sepakat terlarangnya menabung untuk tujuan membungakan uang. Karena sama halnya dengan melakukan transaksi riba.
3. Pada asalnya, dilarang menabung di bank, meskipun tanpa bermaksud mengambil bunganya. Karena menyimpan uang di bank sama halnya membantu mereka untuk melakukan transaksi riba.
4. Ulama memberikan pengecualian bolehnya menabung di bank, dengan dua syarat:
2. Ulama sepakat terlarangnya menabung untuk tujuan membungakan uang. Karena sama halnya dengan melakukan transaksi riba.
3. Pada asalnya, dilarang menabung di bank, meskipun tanpa bermaksud mengambil bunganya. Karena menyimpan uang di bank sama halnya membantu mereka untuk melakukan transaksi riba.
4. Ulama memberikan pengecualian bolehnya menabung di bank, dengan dua syarat:
·
Adanya kebutuhan yang mendesak
·
Tidak mengambil bunganya
5. Batasan kebutuhan mendesak yang
membolehkan menyimpan uang di bank adalah adanya kekhawatiran terhadap keamanan
harta nasabah, jika tidak disimpan di bank.
6. Kebutuhan mendesak antara satu
orang dengan yang lainnya, berbeda-beda. Karena itu, batasan ini tidak berlaku
umum.
7. Dibedakan antara hukum membuka
rekening di bank untuk memanfaatkan jasa bank, dengan menyimpan uang di bank.
8. Dibolehkan membuka rekening di
bank untuk memanfaatkan jasa bank yang halal, seperti transfer gaji atau yang
lainnya.
9. Pihak yang mendapatkan transfer
gaji dari bank, diharuskan segera mengambil uang tersebut dan tidak
mengendapkannya di bank. Kecuali ada kebutuhan yang mendesak, sebagaimana
keterangan sebelumnya.
10. Tidak dibolehkan menabung di bank
dengan tujuan mendapatkan bunga, untuk disedekahkan atau diinfakkan ke jalan
yang benar. Karena ini sama halnya dengan beramal dengan cara bermaksiat.
Demikian, beberapa kumpulan fatwa
ulama kontemporer tentang hukum menabung di bank. Semoga bisa menjadi panduan
bagi kita untuk sikap, ketika harus berinteraksi dengan bank.
Allahu a’lam
Allahu a’lam
Dijawab oleh Ustadz Ammi Nur
Baits (Dewan Pembina Konsultasi Syariah)
Artikel www.KonsultasiSyariah.com
Artikel www.KonsultasiSyariah.com
0 komentar:
Posting Komentar