Do’a ini adalah do’a yang amat manfaat. Do’a ini berisi hal
meminta kemudahan pada Allah dan agar dimudahkan dalam ucapan serta dimudahkan
untuk memahamkan orang lain ketika ingin berdakwah.
Do’a ini dari Nabi Musa ‘alaihis salam. Namun
do’a ini bisa diamalkan pula oleh kita sebagaimana ditunjukkan oleh para ulama
dalam berbagai kitab do’a kumpulan mereka[1]. Do’a
ini terdapat pada firman Allah Ta’ala,
قَالَ رَبِّ اشْرَحْ لِي صَدْرِي وَيَسِّرْ لِي أَمْرِي
وَاحْلُلْ عُقْدَةً مِنْ لِسَانِي يَفْقَهُوا قَوْلِي
“Musa berkata, ‘Robbis rohlii shodrii, wa
yassirlii amrii, wahlul ‘uqdatam mil lisaani yafqohu qoulii’ [Ya
Rabbku, lapangkanlah untukku dadaku, dan mudahkanlah untukku urusanku, dan
lepaskanlah kekakuan dari lidahku, supaya mereka mengerti perkataanku” (QS.
Thoha: 25-28)
Kisah Musa dengan Do’a Di Atas
Tatkala Allah memberikan wahyu kepada Nabi Musa ‘alaihis salam, memberikan kabar padanya serta
menunjukkan bukti-bukti yang nyata, kemudian Musa diutus kepada Fir’aun (Raja
Mesir), Allah Ta’ala berfirman,
اذْهَبْ إِلَى فِرْعَوْنَ إِنَّهُ طَغَى
“Pergilah kepada Fir’aun; Sesungguhnya ia telah melampaui batas“.
(QS. Thaha: 24). Fir’aun sungguh telah melampaui batas dalam kekafiran, berbuat
kerusakan, ia benar-benar telah menunjukkan kesombongan yang nyata di muka
bumi, dan ia pun menindas orang-orang yang lemah. Sampai-sampai ia
mengklaim rububiyah ilahiyah (bahwa
dirinya adalah Rabb dan pantas untuk disembah) –semoga Allah menjelakkannya-.
Sungguh ia benar-benar melampaui batas, inilah sebab kebinasaannya. Namun
karena rahmat, hikmah dan keadilan Allah, Dia tidak mengadzab Fir’aun melainkan
setelah diberikan hujjah dengan diutusnya para Rasul. Maka dari sinilah Musa
tahu bahwa beliau diutus dengan membawa tugas yang berat. Musa diutus kepada
seorang pembangkang, yang tidak ada satu orang Mesir pun yang dapat
menentangnya.
Musa ‘alaihis salam sendiri
mengalami rintangan sebagaimana yang lainnya ketika ingin mendakwahi Fir’aun,
yaitu hendak dibunuh. Musa tetap menjalankan misi yang dititahkan untuknya dari
Rabbnya. Ia tetap menjalani misi dari Rabbnya dengan penuh lapang dada. Musa
senantiasa memohon pertolongan Allah dan meminta dimudahkan berbagai macam sebab.
Beliau pun mengucapkan do’a di atas.[2]
Maksud Do’a Di Atas
Berikut kami sarikan penjelasan Syaikh As Sa’di rahimahullah dalam kitab tafsirnya ketika
menafsirkan ayat di atas.
Pertama:
رَبِّ اشْرَحْ لِي صَدْرِي
“Ya Rabbku, lapangkanlah untukku dadaku”
Maksudnya adalah lapangkanlah, janganlah perkataan dan perbuatanku
ini menyakiti dan janganlah hatiku ini terkotori dengan yang demikian, dan jangan
pula hatiku ini dipersempit. Karena jika hati telah sempit, maka orang yang
memiliki hati tersebut sulit memberikan hidayah (petunjuk ilmu) pada orang yang
didakwahi.
Allah Ta’ala telah
berkata pada Nabi-Nya Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam,
فَبِمَا رَحْمَةٍ مِنَ اللَّهِ لِنْتَ لَهُمْ وَلَوْ كُنْتَ فَظًّا
غَلِيظَ الْقَلْبِ لَانْفَضُّوا مِنْ حَوْلِكَ
“Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut
terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah
mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu.” (QS. Ali Imron:
159). Semoga saja seseorang yang didakwahi dapat menerima dakwah dengan sikap
lemah lembut dan lapangnya jiwa.
Kedua:
وَيَسِّرْ لِي أَمْرِي
“dan mudahkanlah untukku urusanku”
Maksudnya adalah mudahkanlah setiap urusan dan setiap jalan yang
ditempuh untuk mengharap ridho-Mu, mudahkanlah segala kesulitan yang ada di
hadapanku. Di antara dimudahkan suatu urusan yaitu seseorang yang memohon
diberikan berbagai kemudahan dari berbagai pintu, ia dimudahkan untuk berbicara
dengan setiap orang dengan tepat, dan ia mendakwahi seseorang melalui jalan
yang membuat orang lain mudah menerima.
Ketiga:
وَاحْلُلْ عُقْدَةً مِنْ لِسَانِي يَفْقَهُوا قَوْلِي
“dan lepaskanlah kekakuan dari lidahku, supaya mereka mengerti perkataanku”
Dahulu Nabi Musa ‘alaihis salam memiliki
kekurangan, yaitu rasa kaku dalam lisannya. Hal ini membuat orang lain sulit
memahami yang beliau ucapkan, demikianlah dikatakan oleh para pakar tafsir.
Sebagaimana Allah Ta’ala berfirman,
وَأَخِي هَارُونُ هُوَ أَفْصَحُ مِنِّي لِسَانًا
“Dan saudaraku Harun, dia lebih fasih lidahnya daripadaku”
(QS. Al Qashshash: 34). Oleh karena itu, Nabi Musa meminta pada Allah agar
dilepaskan dari kekakuan lidahnya sehingga orang bisa memahami apa yang
diucapkan oleh Musa. Akhirnya tercapailah maksud yang beliau minta.[3]
Amalkanlah!
Intinya, do’a ini amat bermanfaat sekali agar kita dimudahkan
dalam segala urusan. Itu yang pertama. Kemudian agar hati ini selalu lapang dan
tidak sempit sehingga mudah menyampaikan dakwah pada orang lain dan mudah
memahamkan orang lain. Lalu do’a ini juga mengandung makna agar segala kekakuan
lisan kita ini bisa dilepaskan dengan pertolongan Allah.
Kepada Allah-lah seharusnya kita meminta. Kepada Allah-lah
satu-satunya kita mohon pertolongan. Ketika ada kesulitan, kesedihan dan
kesempitan, adukanlah pada Allah. Allah sungguh Maha Mendengar. Allah Maha
Mendengar do’a-do’a hamba-Nya. Setiap do’a yang kita panjatkan pasti
bermanfaat. Tidak mungkin sama sekali tangan yang kita tengadahkan ke atas,
kembali begitu saja dalam keadaan hampa. Ketika sulit saat menghadapi ujian,
mohonlah segala jalan keluar pada Allah. Ketika objek dakwah sulit menerima
dakwah kita, mintalah kemudahan dari Allah karena Allahlah yang membuka hati
hidayah setiap hamba sedangkan kita hanya berbicara dan menyampaikan.
Ingatlah hadits ini,
إِنَّ رَبَّكُمْ تَبَارَكَ وَتَعَالَى حَيِىٌّ كَرِيمٌ يَسْتَحْيِى
مِنْ عَبْدِهِ إِذَا رَفَعَ يَدَيْهِ إِلَيْهِ أَنْ يَرُدَّهُمَا صِفْرًا
“Sesunguhnya Rabb kalian tabaroka wa ta’ala Maha Pemalu lagi Maha
Mulia. Dia malu terhadap hamba-Nya, jika hamba tersebut menengadahkan tangan
kepada-Nya , lalu kedua tangan tersebut kembali dalam keadaan hampa.”[4]
Do’a yang amat mudah untuk diamalkan jangan sampai dilupakan,
رَبِّ اشْرَحْ لِي صَدْرِي وَيَسِّرْ لِي أَمْرِي وَاحْلُلْ
عُقْدَةً مِنْ لِسَانِي يَفْقَهُوا قَوْلِي
“Robbis rohlii shodrii, wa yassirlii amrii, wahlul ‘uqdatam
mil lisaani yafqohu qoulii”
[Ya Rabbku, lapangkanlah untukku dadaku,
dan mudahkanlah untukku urusanku, dan lepaskanlah kekakuan dari lidahku, supaya
mereka mengerti perkataanku]
Semoga sajian ini bermanfaat. Alhamdulillahilladzi bi
ni’matihi tatimmush sholihaat.
Prepared for one hour, in Riyadh, KSA, on 24th Dzulhijjah 1431 H
(30/11/2010)
By: Muhammad Abduh Tuasikal
[1] Lihat kita Ad Du’aa
(wa yaliihi al ‘ilaaj bir ruqo), Syaikh Sa’id bin Wahf Al Qohthoni, hal. 23.
[2] Disadur dari
penjelasan Syaikh ‘Abdurrahman bin Nashir As Sa’di dalam Taisir Al Karimir
Rahman, pada surat Thoha, hal. 504, penerbit Muassasah Ar Risalah, cetakan
pertama, 1420 H.
[3] Disarikan dari Taisir
Al Karimir Rahman, hal. 504.
[4] HR. Abu Daud no. 1488
dan At Tirmidzi no. 3556. Syaikh Al Albani dalam Shohih wa Dho’if Sunan Abi
Daud mengatakan bahwa hadits ini shohih.
0 komentar:
Posting Komentar