Saya ingin bercerita sekaligus
mencari solusi atas masalah saya… Saya wanita yang telah menikah, Tetapi suami
saya impoten. Saya sangat sedih, Setiap hari selalu menahan hasrat, dan
menjadikan saya pusing, kadang sakit… Dan sepertinya suami saya cuek akan hal
itu, tidak ada usaha untuk penyembuhan, kata dia, “orang bisa muasin pake jari
tangan, kan cukup, rasanya sama aja.” Jujur tiap hari nyesek yang saya rasakan,
dan afwan, kadang terpikir untuk selingkuh saja. Saya pernah meminta khulu’
pada suami. Tapi ia menolak dan menyembunyikan buku nikah saya. Saya sudah
tidak kuat ustad.. Saya sudah bicara sama keluarga suami, tapi malah saya yang
disalahkan. Katanya kurang cantik lah, apa lah. Saya juga sudah sering bicara
pd suami, tapi sepertinya cuek. Saya harus bagaimana ustad? Apa yang harus saya
lakukan? Saya ingin seperti pasutri lainnya.. Saya sakit kalau udah terlanjur
kepingin, tapi ga kesampaian. Mhn jawabannya. Jazakallah khair.
Jawab:
Bismillah was shalatu was
salamu ‘ala Rasulillah, wa ba’du,
Allah perintahkan kepada suami
untuk mempergauli istrinya dengan baik. Dengan memenuhi setiap kebutuhannya,
baik nafkah lahir, dan tentu saja nafkah bathin. Sebagaimana lelaki juga ingin
mendapatkan kenikmatan syahwat, wanita juga ingin mendapatkan kenikmatan batin
bersama suaminya.
Allah berfirman,
وَلَهُنَّ مِثْلُ الَّذِي عَلَيْهِنَّ بِالْمَعْرُوفِ
“Wanita punya hak (yang harus
ditunaikan suaminya sesuai ukuran kelayakan), sebagaimana dia juga punya
kewajiban (yang harus dia tunaikan untuk suaminya).” (QS. al-Baqarah: 228)
Karena itulah, yang secara
sengaja tidak memenuhi kebutuhan bathin istrinya, sampai menyakiti istrinya,
maka suami berdosa.
Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam mengingatkan
beberapa sahabatnya yang waktunya hanya habis beribadah, sehingga tidak pernah
menjamah istrinya.
Diantaranya, peristiwa yang
dialami Utsman bin Madz’un radhiyallahu ‘anhu. Sahabat yang menghabiskan
waktunya untuk beribadah.
Aisyah bercerita,
Saya pernah menenui Khoulah bintu Hakim, istrinya Utsman bin Madz’un. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melihat Khoulah suasananya kusam, seperti tidak pernah merawat dirinya. Beliaupun bertanya kepada A’isyah,
Saya pernah menenui Khoulah bintu Hakim, istrinya Utsman bin Madz’un. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melihat Khoulah suasananya kusam, seperti tidak pernah merawat dirinya. Beliaupun bertanya kepada A’isyah,
يَا عَائِشَةُ، مَا أَبَذَّ هَيْئَةَ خُوَيْلَةَ؟
“Wahai Aisyah, Khoulah kok
kusut kusam ada apa?”
Jawab Aisyah,
“Ya Rasulullah, wanita ini punya suami, yang setiap hari puasa, dan tiap malam tahajud. Dia seperti wanita yang tidak bersuami. Makanya dia tidak pernah merawat dirinya.”
“Ya Rasulullah, wanita ini punya suami, yang setiap hari puasa, dan tiap malam tahajud. Dia seperti wanita yang tidak bersuami. Makanya dia tidak pernah merawat dirinya.”
Kemudian Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam menyuruh
seseorang untuk memanggil Utsman bin Madz’un. Ketika beliau datang, Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam memberi nasehat,
يَا عُثْمَانُ، أَرَغْبَةً عَنْ سُنَّتِي؟ ” قَالَ:
فَقَالَ: لَا وَاللهِ يَا رَسُولَ اللهِ، وَلَكِنْ سُنَّتَكَ أَطْلُبُ، قَالَ: ”
فَإِنِّي أَنَامُ وَأُصَلِّي، وَأَصُومُ وَأُفْطِرُ، وَأَنْكِحُ النِّسَاءَ،
فَاتَّقِ اللهَ يَا عُثْمَانُ، فَإِنَّ لِأَهْلِكَ عَلَيْكَ حَقًّا، وَإِنَّ
لِضَيْفِكَ عَلَيْكَ حَقًّا، وَإِنَّ لِنَفْسِكَ عَلَيْكَ حَقًّا، فَصُمْ
وَأَفْطِرْ، وَصَلِّ وَنَمْ
“Wahai Utsman, kamu membenci
sunahku?”
“Tidak Ya Rasulullah. Bahkan aku selalu mencari sunah anda.” Jawab Ustman.
“Kalau begitu, perhatikan, aku tidur dan aku shalat tahajud, aku puasa dan kadang tidak puasa. Dan aku menikah dengan wanita. Wahai Utsman, bertaqwalah kepada Allah. Karena istrimu punya hak yang harus kau penuhi. Tamumu juga punya hak yang harus kau penuhi. Dirimu punya hak yang harus kau penuhi. Silahkan puasa, dan kadang tidak puasa. Silahkan tahajud, tapi juga harus tidur.” (HR. Ahmad 26308 dan dihasankan Syuaib al-Arnauth).
“Tidak Ya Rasulullah. Bahkan aku selalu mencari sunah anda.” Jawab Ustman.
“Kalau begitu, perhatikan, aku tidur dan aku shalat tahajud, aku puasa dan kadang tidak puasa. Dan aku menikah dengan wanita. Wahai Utsman, bertaqwalah kepada Allah. Karena istrimu punya hak yang harus kau penuhi. Tamumu juga punya hak yang harus kau penuhi. Dirimu punya hak yang harus kau penuhi. Silahkan puasa, dan kadang tidak puasa. Silahkan tahajud, tapi juga harus tidur.” (HR. Ahmad 26308 dan dihasankan Syuaib al-Arnauth).
Pesan ini juga pernah
disampaikan Salman kepada Abu Darda radhiyallahu ‘anhuma, karena beliau tidak pernah tidur
dengan istrinya,
إِنَّ لِنَفْسِكَ عَلَيْكَ حَقًّا وَلِرَبِّكَ
عَلَيْكَ حَقًّا وَلِضَيْفِكَ عَلَيْكَ حَقًّا وَإِنَّ لأَهْلِكَ عَلَيْكَ حَقًّا
فَأَعْطِ كُلَّ ذِى حَقٍّ حَقَّهُ
“Sesungguhnya dirimu punya hak
yang harus kau tunaikan. Tamumu punya hak yang harus kau tunaikan. Istrimu
punya hak yang harus kau tunaikan. Berikan hak kepada masing-masing sesuai
porsinya.”
Pernyataan Salman ini dibenarkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. (HR. Turmudzi 2413 dan dishahihkan al-Albani).
Pernyataan Salman ini dibenarkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. (HR. Turmudzi 2413 dan dishahihkan al-Albani).
Suami Tidak Bisa Memenuhi Nafkah
Bathin Istrinya Karena Sakit
Ketika suami tidak bisa
melakukan hubungan karena sakit atau impoten, sementara istri tidak ridha,
apakah istri langsung memiliki hak untuk mengajukan khulu’ (gugat cerai)?
Ulama berbeda pendapat dalam
hal ini,
Pertama, istri berhak
mengajukan gugat cerai di hakim. Selanjutnya hakim menunggu selama setahun.
Jika dalam waktu selama setahun, suami masih tidak menggauli istrinya maka
hakim berhak menfasakh (menceraikan) pernikahan.
Ibnu Qudamah menjelaskan,
Ibnu Qudamah menjelaskan,
وجملة ذلك أن المرأة إذا ادعت عجز زوجها عن وطئها لعنة
… ويؤجل سنة في قول عامة أهل العلم وعن الحارث بن ربيعة أنه أجل عشرة أشهر
Kesimpulannya, wanita yang
melaporkan bahwa suaminya tidak bisa berhubungan karena impoten…. [lalu Ibnu
Qudamah menjelaskan apa yang harus dilakukan hakim]… dan ditunggu selama
setahun, menurut pendapat banyak ulama. sementara diriwayatkan dari al-Harits
bin Rabi’ah, dia ditunggu selama 10 bulan. (al-Mughni, 7/604).
Adanya masa tunggu ini berlaku
jika penyakit impoten yang diderita sang suami, memungkinkan untuk disembuhkan.
Sehingga jika penyakit impoten itu tidak memungkinkan untuk disembuhkan maka
tidak perlu menunggu…
Imam Ibnu Utsaimin mengomentari pendapat ini,
Imam Ibnu Utsaimin mengomentari pendapat ini,
فإنه إذا قرر الأطباء من ذوي الكفاءة والأمانة أنه لن
تعود إليه قوة الجماع فلا فائدة من التأجيل
Jika dokter yang berpengalaman
dan amanah menetapkan bahwa kemampuan seksual suami tidak akan lagi kembali,
maka tidak ada manfaatnya dilakukan penantian. (as-Syarh al-Mumthi’, 12/207).
Kedua, istri berhak gugat cerai
karena suami impoten. Kecuali jika penyakit impoten ini bisa disembuhkan.
Imam Ibnu Utsaimin mengatakan,
Imam Ibnu Utsaimin mengatakan,
أنه إذا عجز عن الوطء لمرض ، وطلبت الفسخ : فإنها تفسخ
، إلا إذا كان هذا المرض مما يعلم ، أو يغلب على الظن : أنه مرضٌ يزول بالمعالجة ،
أو باختلاف الحال ، فليس لها فسخ ؛ لأنه ينتظر زواله
Jika suami tidak bisa berjimak
karena sakit, dan istri gugat cerai maka gugatan cerai bisa dikabulkan. Kecuali
jika sakit ini diketahui atau diduga kuat bisa disembuhkan dengan diobati. Atau
bisa disembuhkan dengan dikondisikan. Maka istri tidak berhak gugat cerai.
Karena bisa ditunggu sembuhnya. (as-Syarh al-Mumthi’, 12/410).
Ketiga, jika dipastikan suami
impoten dan istri tidak ridha, maka istri berhak gugat cerai tanpa harus
menunggu kesembuhan suaminya.
Ini merupakan pendapat Syakhul
Islam dan Abu Bakr Abdul Aziz – ulama hambali -.
Al-Mardawi mengatakan,
Al-Mardawi mengatakan,
واختار جماعة من الأصحاب أن لها الفسخ في الحال منهم
أبو بكر في التنبيه والمجد في المحرر
Beberapa ulama madzhab hambali
berpendapat bahwa sang istri berhak untuk langsung gugat cerai. Diantaranya
adalah Abu Bakr dalam kitabnya at-Tanbih dan al-Majd Ibnu Taimiyah dalam
al-Muharrar. (al-Inshaf, 8/138).
Kesimpulannya, istri berhak
untuk gugat cerai karena suami impoten. Hanya saja, para ulama berbeda pendapat
mengenai teknis dan tata caranya.
Atasi Impoten dengan Kerja Sama
Sebagaimana sang suami bisa
jadi akan tertarik dengan wanita lain, karena tidak mendapatkan kepuasan yang
wajar dari istrinya, demikian pula sebaliknya, bisa jadi sang istri tertarik
dengan lelaki lain ketika dia tidak mendapatkan kepuasan yang wajar dari
suaminya. Untuk menghindari hal ini, islam mengajarkan agar masing-masing
berupaya memperbaiki diri, sehingga bisa memberikan yang terbaik bagi
pasangannya.
Bahagia tidak bisa datang dari
satu pihak. bahagia itu butuh kerja sama. Suami hendaknya berupaya memperbaiki
diri, sehingga menarik perhatian istrinya. Demikian pula sang istri, hendaknya
berupaya memperbaiki diri, sehingga menarik perhatian suaminya.
Allahu a’lam.
Dijawab oleh Ustadz Ammi Nur
Baits (Dewan Pembina Konsultasisyariah.com)
0 komentar:
Posting Komentar