Asalnya, menyampaikan
berita kematian kepada khalayak ramai tidaklah mengapa insya Allah. Mengumumkan
seperti itu termasuk hal yang dibolehkan selama tidak ada unsur terlarang di
dalamnya.
Di antara dalilnya adalah
hadits,
Dari Abu Hurairah
radhiyallahu ‘anhu, ada seseorang yang biasa mengumpulkan sampah di masjid
(laki-laki atau perempuan hitam) meninggal dunia. Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam menanyakan tentang orang tersebut dan dikabarkan pada beliau bahwa ia
telah meninggal. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pun bersabda,
أَفَلاَ كُنْتُمْ آذَنْتُمُونِى بِهِ دُلُّونِى عَلَى قَبْرِهِ
“Kenapa kalian tidak mengabariku tentang kematiannya? Sekarang
tunjukkan padaku di manakah kuburnya.” (HR. Bukhari no. 458 dan
Muslim no. 956).
Juga terdapat hadits,
عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ – رضى الله عنه – أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ – صلى
الله عليه وسلم – نَعَى النَّجَاشِىَّ فِى الْيَوْمِ الَّذِى مَاتَ فِيهِ ، خَرَجَ
إِلَى الْمُصَلَّى ، فَصَفَّ بِهِمْ وَكَبَّرَ أَرْبَعًا
“Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengumumkan
berita kematian An Najasyi pada hari kematiannya. Lalu beliau keluar menuju
tempat shalat dan membentuk shaf para jama’ah, lantas melaksanakan shalat
jenazah dengan empat kali takbir.” (HR. Bukhari no. 1245).
Al Muwafaq dalam kitabnya
At Tajj wal Iklil li Mukhtashor Kholil berkata, ia mendengar Ibnul Qasim di
mana ia berkata bahwa Imam Malik ditanya mengenai pengumuman berita kematian
lewat pintu-pintu masjid, ia pun tidak suka. Begitu pula dengan berteriak di
masjid mengenai kematian seseorang, itu pun tidak dibolehkan. Ia katakan,
“Seperti itu tidak ada kebaikan.” Ia juga berkata, “Tidak mengapa jika ia
berkeliling di majelis lalu mengabarkan berita tersebut tanpa mengeraskan
suara.” (Dinukil dari Fatwa Islam Web)
Apa yang disebutkan di atas
sama dengan yang disebutkan oleh ulama besar Syafi’iyah yaitu Ibnu Hajar Al
Asqolani rahimahullah, di mana beliau berkata,
أَنَّ النَّعْي لَيْسَ مَمْنُوعًا كُلّه ، وَإِنَّمَا نُهِيَ عَمَّا
كَانَ أَهْل الْجَاهِلِيَّة يَصْنَعُونَهُ فَكَانُوا يُرْسِلُونَ مَنْ يُعْلِن
بِخَبَرِ مَوْت الْمَيِّت عَلَى أَبْوَاب الدُّور وَالْأَسْوَاق
“Mengumumkan berita
kematian tidaklah semua terlarang. Yang terlarang hanyalah yang dahulu
dilakukan orang Jahiliyah di mana mereka mengutus beberapa orang untuk
mengumumkan berita kematian di pintu-pintu dan di pasar-pasar. ” (Fathul Bari, 3: 116).
Ibnu Hajar juga menyebutkan
bahwa Sa’id bin Manshur menyebutkan tentang mengumumkan berita kematian yang
termasuk perbuatan orang Jahiliyyah. Dikabarkan dari Ibnu ‘Ulayyah, dari Ibnu
‘Aun, ia berkata bahwa ia bertanya pada Ibrahim, “Apakah mereka melarang
mengumumkan berita kematian?” Ibrahim pun menjawab, “Iya terlarang.” Ibnu ‘Aun
menjelaskan,
إِذَا تُوُفِّيَ الرَّجُل رَكِبَ رَجُل دَابَّة ثُمَّ صَاحَ فِي
النَّاس : أَنْعِي فُلَانًا
“Jika ada yang meninggal
dunia, maka ada yang akan menaiki hewan tunggangan lantas berteriak di khalayak
ramai, “Aku kabarkan tentang berita kematian si fulan.” (Fathul Bari, 3: 117)
Adapun jika memberitahukan
kepada kerabat atau orang-orang terdekat tidaklah mengapa.
Ibnu Sirin berkata,
لَا أَعْلَم بَأْسًا أَنْ يُؤْذِن الرَّجُل صَدِيقه وَحَمِيمه
“Aku menganggap tidaklah
masalah jika seeorang mengumumkan berita kematian pada sahabat dan teman
dekat.” (Idem)
Ibnu Hajar juga berkata,
“Kesimpulannya, semata-mata mengumumkan kematian tidaklah terlarang. Jika lebih
dari itu (sampai melakukan yang terlarang), maka tidak dibolehkan. Sebagian
salaf sampai-sampai melarang keras dalam hal ini di antaranya adalah Hudzaifah
jika sampai kematian seseorang diumumkan, ia pun berkata,
لَا تُؤْذِنُوا بِهِ أَحَدًا ، إِنِّي أَخَاف أَنْ يَكُون نَعْيًا ،
إِنِّي سَمِعْت رَسُول اللَّه صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِأُذُنَيَّ
هَاتَيْنِ يَنْهَى عَنْ النَّعْي
“Jangan umumkan berita
kematian tersebut kepada seorang pun. Aku khawatir itu termasuk mengumumkan
berita kematian (yang terlarang). Sungguh, aku pernah mendengar dengan kedua
telingaku dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwa mengumumkan
kematian seperti itu terlarang. Dikeluarkan oleh Tirmidzi dan Ibnu Majah,
dengan sanad yang hasan[1].”
Ibnul ‘Arabi mengatakan,
“Kesimpulan dari berbagai hadits mengenai hal ini adalah perlu ada tiga
rincian.
الْأُولَى إِعْلَام الْأَهْل وَالْأَصْحَاب وَأَهْل الصَّلَاح
فَهَذَا سُنَّة ، الثَّانِيَة دَعْوَة الْحَفْل لِلْمُفَاخَرَةِ فَهَذِهِ تُكْرَه
، الثَّالِثَة الْإِعْلَام بِنَوْعٍ آخَر كَالنِّيَاحَةِ وَنَحْو ذَلِكَ فَهَذَا
يَحْرُم
1- Menyampaikan berita
kematian seseorang kepada keluarga, kawan dan orang-orang shalih. Hal ini
hukumnya dianjurkan.
2- Mengumumkan kematian
kepada kumpulan orang dengan tujuan menyebut-nyebut kelebihan mayit. Hukum hal
ini adalah makruh.
3- Pengumuman kematian
jenis lain semisal dalam bentuk meratapi kematian dan semisalnya. Hukum poin
ketiga ini adalah haram”.
Silakan simpulkan untuk
hukum mengumumkan berita kematian di masjid, termasuk yang mana. Wallahu a’lam.
Hanya Allah yang memberi taufik
dan hidayah.
—
[1] HR. Tirmidzi no. 986
dan Ibnu Majah no. 1476.
Akhukum fillah: Muhammad
Abduh Tuasikal
0 komentar:
Posting Komentar