Tafsir Doa Setelah Tarawih
Tafsir Doa Setelah Tarawih
Bismillah was shalatu was
salamu ‘ala Rasulillah, amma ba’du,
Dalam riwayat lain, dari Ubay
bin Ka’ab Radhiyallahu ‘anhu, beliau mendengar RasulullahShallallahu ‘alaihi wa sallam selesai salam shalat witir membaca,
سُبْحَانَ الـمَلِكِ القُدُّوْسِ
“Mahasuci Dzat yang Maha
Menguasai lagi Mahasuci.”
Beliau baca tiga kali, dan
beliau keraskan dibacaan yang ketiga. (HR. Ahmad 15749, Nasai 1740 dan
dishahihkan Syuaib al-Arnauth).
Dari Ali bin Abi Thalib Radhiyallahu
‘anhu, bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam di akhir witirnya membaca doa,
اللَّهُمَّ إِني أَعُوذُ
بِرِضَاكَ مِنْ سَخَطِكَ ، وَبِـمُعَافَاتِكَ مِنْ عُقُوبَـتِكَ، وَأَعُوذُ بِكَ
مِنْكَ ، لَا أُحْصِي ثَنَاءً عَلَيْكَ ، أَنْتَ كَمَا أَثْــــنَــــيْتَ عَلَى
نَــــفْسِكَ
“Ya Allah, aku berlindung
dengan ridha-Mu dari kemurkaan-Mu, aku berlindung dengan maaf-Mu dari
hukuman-Mu, dan aku berlindung kepada-Mu dari siksa-Mu. Aku tidak bisa menyebut
semua pujian untuk-Mu, sebagaimana Engkau memuji diri-Mu sendiri.” (HR. Ahmad 762, Abu Daud
1429, dan sanadnya dinilai kuat oleh Syuaib al-Arnauth)
Berdasarkan dua riwayat di
atas, doa selepas shalat witir ada 2:
Subhaanal malikil qudduus dan Allahumma
innii a’uudzu bi ridhaaka min sakhatik…
Tafsir Doa Setelah Witir
Kita akan menggali tafsir dari
doa kedua. Doa witir yang diriwayatkan oleh sahabat Ali bin Abi Thalib
Radhiyallahu ‘anhu. Ada beberapa ungkapan indah dalam doa itu, menarik untuk
kita gali kandungan maknanya.
Di bagian pertama kita membaca,
اللَّهُمَّ إِني أَعُوذُ
بِرِضَاكَ مِنْ سَخَطِكَ ، وَبِـمُعَافَاتِكَ مِنْ عُقُوبَـتِكَ
“Ya Allah, aku berlindung
dengan ridha-Mu dari kemurkaan-Mu, aku berlindung dengan maaf-Mu dari
hukuman-Mu..”
Dalam doa ini kita melakukan
tawassul. Dan inilah salah satu tawassul yang disyariatkan. Tawassul dengan
menyebut sifat Allah, sebagai pengantar doa yang kita pinta.
Kita akan merinci kalimat
per-kalimat:
Pertama, Ketika kita membaca,
اللَّهُمَّ إِني أَعُوذُ
بِرِضَاكَ مِنْ سَخَطِكَ
“Ya Allah, aku berlindung
dengan ridha-Mu dari kemurkaan-Mu”
Kita bertawassul dengan ridha
Allah, agar Dia melindungi kita dari murka-Nya. Dan ridha adalah lawan dari
murka. Sehingga kita berlindung dari sesuatu dengan lawannya. Kita menjadikan
ridha sebagai wasilah untuk membebaskan diri dari murka.
Kedua, kemudian kita membaca,
وَبِـمُعَافَاتِكَ مِنْ
عُقُوبَـتِكَ
“aku berlindung dengan maaf-Mu
dari hukuman-Mu…”
Di situ ada kata Mu’afah [مُعَافَات], dari kata ‘aafa – yu’aafi [عَافَى
– يُعَافِي] yang artinya
menjaga dan menyelamatkan dari segala bahaya. Ketika Allah memberikan ‘Afiyah
kepada kita, berarti Allah menjaga kita dan menyelamatkan kita dari
segala bencana, baik dalam urusan agama maupun bencana dunia.
Bencana dalam masalah agama
berarti kesesatan. Yang itu menjadi penyebab, manusia bisa celaka di akhirat.
Lawan dari Mu’afah adalah Uqubah (hukuman). Hukuman Allah berikan,
karena hamba melakukan dosa.
Dalam kalimat ini, kita
berlindung dengan mu’afah Allah agar terhindar dari hukuman Allah. Artinya,
kita berlindung dari dampak buruk dosa, sampai Allah memaafkan kita. Dan ada
dua cara, seorang hamba mendapat ampunan Allah,
Pertama, Allah ampuni secara
langsung. Allah maafkan, dan dosanya tidak dihitung.
Kedua, Allah berikan kita
hidayah untuk bertaubat atau beramal. Kita diberi hidayah untuk mencari sebab
ampunan dosa.
Bertawassul dengan ridha Allah
untuk menghindari murka-Nya, dan bertawassul dengan Mu’afah Allah dari
hukuman-Nya, merupakan bentuk memohon perlindungan terhadap sesuatu dengan
menyebutkan lawannya. Sebagaimana kita mengobati penyakit dengan meggunakan
obat lawannya. karena infeksi bakteri, anda diberi antibiotik, karena alergi,
anda diberi antihistamin, karena radang, anda diberi antiinflamasi, dst.
Ketiga, kita membaca,
وَأَعُوذُ بِكَ مِنْكَ
Kalimat ini jika kita
terjemahkan seperti tertera di teks berarti, “Aku berlindung kepada-Mu
dari-Mu.”
Tapi kita bisa menambahkan di
situ, kata yang diprediksikan. Kita tambahkan jadi:
“aku berlindung kepada-Mu dari
siksa-Mu”
Allah Dzat Yang Maha Agung,
Maha Perkasa, Maha Kuasa. Apa yang bisa kita bayangkan, ketika Allah murka
kepada salah satu makhluk-Nya? Kepada siapa dia bisa berlindung? Apa ada yang
bisa dimintai tolong untuk menghindari murka-Nya Allah?
Jawabannya, Jelas tidak ada
makhluk yang mampu melindungi!. Tidak mungkin kita berlindung dari murka Allah,
kecuali kepada Allah. Hanya Dia yang bisa melindungi kita dari hukuman-Nya.
Dalam kalimat ini, benar-benar
menunjukkan puncak kepasrahan kita di hadapan Allah.
Bayangkan di saat kita berada
di hadapan Allah. Tidak ada yang bisa kita andalkan ketika kita menghadap
Allah. Tidak ada yang bisa jadikan pembela ketika berhadapan dengan Allah.
Selain kita bersimpuh, memohon perlindungan kepada-Nya, Dzat Yang Maha Pemurah.Innahuu arhamur rahimiin..
Keempat, selanjutnya, kita menunjukkan
keterbatasan kita,
لَا أُحْصِي ثَنَاءً عَلَيْكَ ،
أَنْتَ كَمَا أَثْــــنَــــيْتَ عَلَى نَــــفْسِكَ
“Aku tidak bisa menyebut semua
pujian untuk-Mu, sebagaimana Engkau memuji diri-Mu sendiri..”
Di saat kita telah mengakui
segala kelemahan kita dengan berlindung kepada-Nya, ternyata kita sendiri tidak
bisa menuikan kewajiban kita Allah sebagaimana mestinya. Termasuk dalam hal
memuji Allah. Kita menyatakan, betapa keterbatasan kita dalam melakukannya.
Di sana ada kata tsana’ [ثَنَاء],
artinya mengulang-ulang pujian.
Kita menyatakan, bahwa kita
tidak mampu memuji Allah dengan sebenar-benarnya. Dan tidak mungkin kita mampu
melakukannya. Karena ada banyak sekali sifat-sifat baik Allah dan nama-nama-Nya
yang tidak kita ketahui.
Perbuatan Allah tidak ada
batasnya. Sementara semua perbuatan Allah adalah sempurna.
Firman Allah tidak ada
batasnya, dan semua firman Allah itu sempurna.
Kebaikan Allah kepada
makhluk-Nya tidak ada batasnya. Dan semua itu sempurna.
Bahkan sebaliknya, kita hanya
bisa memuji Allah, dengan pujian yang Dia ajarkan kepada kita. Hanya Allah yang
bisa memuji diri-Nya dengan sempurna. Sehingga yang bisa kita lakukan hanyalah
menyatakan keterbatasan kita,
“Aku
tidak bisa menyebut semua pujian untuk-Mu, sebagaimana Engkau memuji diri-Mu
sendiri..”
Di sini, kita mengikrarkan
kesempurnaan semua sifat-sifat Allah.
Disadur dari as-Syarh
al-Mumthi, Imam Ibnu Utsaimin, jilid 4, hlm. 36 – 37.
Allahu akbar…
Ternyata ada makna yang luar
biasa, dibalik doa yang kita baca. Meskipun kita sering melalaikannya. Hanya
kita baca di lisan, tanpa perenungan.
Allahu a’lam.
Oleh Ustadz Ammi Nur
Baits (Dewan Pembina Konsultasisyariah.com)
0 komentar:
Posting Komentar