Assalamu ‘alaikum, Ustadz nan baik. Saya mau
bertanya perihal salah satu prosesi pernikahan yang pernah ada, yaitu tukar
cincin. Apa hukumnya secara Islam? Berdosakah kita? Budaya siapakah itu? Jika
hal itu dilakukan setelah akad nikah, (apakah) diperbolehkan? Apakah tukar
cincin itu hanya untuk perempuan saja atau juga diperbolehkan untuk laki-laki,
karena setahu saya lelaki tidak boleh menggunakan perhiasan? Mohon
penjelasannya.
Boss (**_boss@***.com)
Jawaban:
Jawaban:
Wa’alaikumussalam warahmatullah wabarakatuh.
Bismillah. Para ulama menjelaskan bahwa di antara kebiasaan yang
menyimpang dari syariat Islam adalah adanya tradisi tukar cincin sebelum calon
mempelai masuk ke jenjang pernikahan.
Di antara alasan yang menunjukkan larangan hal ini adalah:
Pertama: Tradisi tukar cincin, pada asalnya, merupakan warisan dari orang
nasrani. Merekalah yang pertama kali membuat tradisi ini. Ketika melakukan
pernikahan, sang lelaki meletakkan cincin di jempol tangan kiri perempuan,
dengan mengatakan, “Dengan nama tuhan bapa,”kemudian dipindah ke
telunjuk, sambil mengatakan, “Tuhan anak,” lalu dipindah ke
jari tengah, dengan mengatakan, “Ruh kudus,” selanjutnya dipindah ke jari
manis, sambil mengatakan, “Amin.” Kisah tentang tradisi ini
disebutkan oleh Syekh Al-Albani dalam Adab Az-Zifaf.
Sementara itu, kaum muslimin dilarang mengikuti kebiasaan dan
tradisi orang kafir. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Barang siapa yang meniru kebiasaan satu kaum maka dia adalah bagian dari
kaum tersebut.” (HR. Abu Daud, Baihaqi, dan Ibnu Abi Syaibah; dinilai sahih
oleh Al-Albani).
Kedua: Tradisi ini akan membuka pintu maksiat, yaitu banyaknya lelaki
yang memakai cincin dari emas. Padahal, Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam secara tegas melarang hal ini. Di antara dalil yang menunjukkan
hal tersebut adalah:
1. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang (kaum lelaki) memakai cincin emas (HR. Bukhari, Muslim, dan Ahmad)
2. Dari Ibnu Abbas, “Suatu ketika Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melihat cincin emas pada jari seorang sahabat. Kemudian beliau melepasnya dan membuangnya, sambil bersabda, ‘Kalian sengaja mengambil bara api neraka lalu kalian letakkan di tangan kalian?’ Setelah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pergi, ada orang yang berkata kepada pemakai cincin tadi, ‘Ambil cincinmu dan manfaatkan untuk hal yang lain.’ Sahabat ini mengatakan, ‘Tidak! Demi Allah, aku tidak akan mengambilnya selamanya karena Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam telah membuangnya.'” (HR. Muslim dan Thabrani)
3. Dari Abdullah bin Amr, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah melihat seorang sahabat memakai cincin emas, kemudian beliau berpaling darinya (tidak mau menyapanya). Kemudian, orang ini melepas cincin emasnya dan diganti dengan cincin besi. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menasihatkan, “Ini lebih jelek. Ini perhiasan penghuni neraka.” Kemudian, dia melepasnya, dan digantinya dengan cincin perak, dan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mendiamkannya. (HR. Ahmad dan Bukhari dalam Adabul Mufrad; dinilai sahih oleh Al-Albani)
1. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang (kaum lelaki) memakai cincin emas (HR. Bukhari, Muslim, dan Ahmad)
2. Dari Ibnu Abbas, “Suatu ketika Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melihat cincin emas pada jari seorang sahabat. Kemudian beliau melepasnya dan membuangnya, sambil bersabda, ‘Kalian sengaja mengambil bara api neraka lalu kalian letakkan di tangan kalian?’ Setelah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pergi, ada orang yang berkata kepada pemakai cincin tadi, ‘Ambil cincinmu dan manfaatkan untuk hal yang lain.’ Sahabat ini mengatakan, ‘Tidak! Demi Allah, aku tidak akan mengambilnya selamanya karena Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam telah membuangnya.'” (HR. Muslim dan Thabrani)
3. Dari Abdullah bin Amr, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah melihat seorang sahabat memakai cincin emas, kemudian beliau berpaling darinya (tidak mau menyapanya). Kemudian, orang ini melepas cincin emasnya dan diganti dengan cincin besi. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menasihatkan, “Ini lebih jelek. Ini perhiasan penghuni neraka.” Kemudian, dia melepasnya, dan digantinya dengan cincin perak, dan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mendiamkannya. (HR. Ahmad dan Bukhari dalam Adabul Mufrad; dinilai sahih oleh Al-Albani)
Keterangan di atas berlaku jika tidak diyakini
bahwa tukar cincin bisa melanggengkan hubungan suami-istri. Akan tetapi, jika
diyakini bahwa tukar cincin bisa melanggengkan hubungan suami-istri, sehingga
masing-masing berusaha mempertahankan cincinnya, jangan sampai hilang,
sekalipun masuk ke sumur harus diambil, meskipun bisa merenggut nyawa, jika
cincin ini sampai hilang bisa mengancam keutuhan hubungan keduanya, dan
seterusnya, maka keadaannya semakin parah dan dosanya lebih besar. Dengan
menambahkan keyakinan seperti itu, berarti seseorang telah mengambil sebuah
sebab yang pada asalnya bukanlah sebab. Tidak terdapat satu pun dalil
yang menunjukkan bahwa tukar cincin bisa menjadi sebab keutuhan rumah tangga.
Ini, tidak lain, hanya sebatas mitos yang tersebar di masyarakat.
Allahu a’lam.
Dijawab oleh Ustadz Ammi Nur Baits, (Dewan Pembina Konsultasi
Syariah).
Artikel www.KonsultasiSyariah.com
Artikel www.KonsultasiSyariah.com
0 komentar:
Posting Komentar