Pemasaran berjenjang
(bahasa Inggris: multi level marketing atau MLM) adalah sistem
penjualan yang memanfaatkan konsumen sebagai tenaga penyalur secara langsung.
Harga barang yang ditawarkan di tingkat konsumen adalah harga produksi ditambah
komisi yang menjadi hak konsumen karena secara tidak langsung telah membantu
kelancaran distribusi.
Ada beberapa fatwa ulama
yang penulis sarikan yang menjelaskan mengenai hukum MLM yang sebenarnya. Ada
sebagian ulama yang memberikan penjelasan syarat-syarat dan gambaran bagaimana
MLM bisa masuk kategori halal.
Pertama: Fatwa Al Lajnah Ad
Daimah (Komisi Fatwa di Kerajaan Saudi Arabia) tentang MLM yang Terlarang
Dalam fatwa Al Lajnah Ad
Daimah no. 22935 tertanggal 14/3/1425 H menerangkan mengenai MLM yang terlarang
terhimpun berbagai permasalahan berikut:
1. Di dalamnya terdapat
bentuk riba fadhl dan riba nasi-ah. Anggota diperintahkan membayar sejumlah uang yang jumlahnya
sedikit lantas mengharapkan timbal balik lebih besar, ini berarti menukar
sejumlah uang dengan uang yang berlebih. Ini jelas adalah bentuk riba yang
diharamkan berdasarkan nash dan ijma’. Karena sebenarnya yang terjadi adalah tukar menukar uang. Dan
bukan maksud sebenarnya adalah untuk menjadi anggota (seperti dalam syarikat)
sehingga tidak berpengaruh dalam hukum.
2. Di dalamnya terdapat
bentuk ghoror (spekulasi tinggi atau untung-untungan) yang diharamkan
syari’at. Karena anggota tidak mengetahui apakah ia bisa menarik anggota yang
lain ataukah tidak. Pemasaran berjenjang atau sistem piramida jika berlangsung,
suatu saat akan mencapai titik akhir. Anggota baru tidaklah mengetahui apakah
ketika menjadi bagian dari sistem, ia berada di level tertinggi sehingga bisa
mendapat untung besar atau ia berada di level terendah sehingga bisa rugi
besar. Kenyataan yang ada, anggota sistem MLM kebanyakan merugi kecuali sedikit
saja yang berada di level atas sehingga beruntung besar. Jadi umumnya, sistem
ini mendatangkan kerugian dan inilah hakekat ghoror. Ghoror adalah ada kemungkinan rugi besar atau untung besar. Padahal
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam telah
melarang dari jual beli ghoror sebagaimana disebutkan oleh Muslim dalam kitab shahihnya.
3. Di dalam MLM terdapat
bentuk memakan harta orang lain dengan cara yang batil. Karena yang sebenarnya
untung adalah perusahaan (syarikat) dan anggota telah ditentukan untuk
mengelabui yang lain. Ini jelas diharamkan karena Allah Ta’ala berfirman,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا لَا تَأْكُلُوا أَمْوَالَكُمْ
بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ إِلَّا أَنْ تَكُونَ تِجَارَةً عَنْ تَرَاضٍ مِنْكُمْ
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta
sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku
saling ridho di antara kamu” (QS. An Nisa’: 29).
4. Di dalam muamalah ini
terdapat penipuan dan pengelabuan terhadap manusia. Karena orang-orang mengira
bahwa dengan menjadi anggota nantinya mereka akan mendapatkan untung yang
besar. Padahal sebenarnya hal itu tidak tercapai. Ini adalah bentuk penipuan
yang diharamkan dalam syari’at. Dan Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda,
مَنْ غَشَّ فَلَيْسَ مِنِّى
“Barangsiapa menipu maka dia bukan dari golonganku.” (HR. Muslim dalam shahihnya).
Begitu pula Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
الْبَيِّعَانِ بِالْخِيَارِ مَا لَمْ يَتَفَرَّقَا فَإِنْ صَدَقَا وَبَيَّنَا بُورِكَ لَهُمَا فِى بَيْعِهِمَا وَإِنْ كَذَبَا وَكَتَمَا مُحِقَتْ بَرَكَةُ بَيْعِهِمَا
“Orang yang bertransaksi jual beli masing-masing memilki hak khiyar
(membatalkan atau melanjutkan transaksi) selama keduanya belum berpisah. Jika
keduanya jujur dan terbuka, maka keduanya akan mendapatkan keberkahan dalam
jual beli, tapi jika keduanya berdusta dan tidak terbuka, maka keberkahan jual
beli antara keduanya akan hilang” (Muttafaqun ‘alaih).
[Beda Makelar dan MLM]
Adapun pendapat bahwa transaksi
ini tergolong samsaroh (makelar), maka itu tidak benar. Karena samsaroh adalah transaksi di mana pihak pertama mendapatkan imbalan
atas usahanya mempertemukan barang (dengan pembelinya). Adapun MLM,
anggotanya-lah yang mengeluarkan biaya untuk memasarkan produk tersebut.
Hakekat sebenarnya dari samsaroh adalah memasarkan produk. Berbeda dengan maksud MLM yang
ingin mencari komisi. Karena itu, orang yang bergabung dalam MLM memasarkan
kepada orang yang akan memasarkan dan seterusnya. Berbeda dengan samsaroh, di mana pihak perantara benar-benar memasarkan kepada calon
pembeli barang. Perbedaan di antara dua transaksi ini adalah jelas.
[Beda Hibah dan Komisi MLM]
Adapun pendapat bahwa
komisi-komisi tersebut masuk dalam kategori hibah (hadiah), maka ini tidak benar. Andaikata pendapat itu
diterima, maka tidak semua bentuk hibah itu boleh menurut syari’at. Sebagaimana
hibah yang terkait dengan suatu pinjaman utang termasuk dalam riba. Karena itu,
Abdullah bin Salam berkata kepada Abu Burdah radhiyallahu ‘anhuma,
إِنَّكَ بِأَرْضٍ الرِّبَا بِهَا فَاشٍ ، إِذَا كَانَ لَكَ عَلَى
رَجُلٍ حَقٌّ فَأَهْدَى إِلَيْكَ حِمْلَ تِبْنٍ ، أَوْ حِمْلَ شَعِيرٍ أَوْ حِمْلَ
قَتٍّ ، فَلاَ تَأْخُذْهُ ، فَإِنَّهُ رِبًا
“Sesungguhnya engkau berada di suatu tempat yang riba begitu merajalela.
Jika engkau memiliki hak pada seseorang kemudian dia menghadiahkan kepadamu
sepikul jerami, sepikul gandum atau sepikul tumbuhan, maka hadiah itu adalah
riba.” (HR. Bukhari dalam kitab shahihnya). Dan hukum hibah dilihat
dari sebab terwujudnya hibah tersebut. Karena itu beliau ‘alaihish shalatu wa sallam bersabda kepada
pekerjanya yang datang lalu berkata, “Ini untuk kalian, dan ini
dihadiahkan kepada saya.” Beliau ‘alaihish shalatu wa sallam bersabda, “Bagaimana seandainya jika engkau tetap duduk di rumah ayahmu atau
ibumu, lalu engkau menunggu apakah engkau mendapatkan hadiah (uang tips) atau
tidak?” (Muttafaqun ‘Alaih)
Komisi MLM sebenarnya
hanyalah diperoleh karena bergabung dalam sistem pemasaran MLM. Apapun namanya,
baik itu hadiah, hibah atau selainnya, maka hal tersebut sama sekali tidak
mengubah hakikat dan hukumnya.
Kedua: Syaikh Dr. ‘Abdullah bin
Nashir As Sulmi menerangkan mengenai syarat MLM yang halal
Syaikh ‘Abdullah As Sulmi
memberikan tiga syarat MLM bisa dikatakan halal:
Pertama, orang yang ingin
memasarkan produk tidak diharuskan untuk membeli produk tersebut.
Kedua, harga produk yang
dipasarkan dengan sistem MLM tidak boleh lebih mahal dari pada harga wajar
untuk produk sejenis. Hanya ada dua pilihan harga semisal dengan harga produk
sejenis atau malah lebih murah.
Ketiga, orang yang ingin
memasarkan produk tersebut tidak disyaratkan harus membayar sejumlah uang
tertentu untuk menjadi anggota.
Jika tiga syarat ini bisa
dipenuhi maka sistem MLM yang diterapkan adalah sistem yang tidak melanggar
syariat.
Namun bisa dipastikan bahwa
tiga syarat ini tidak mungkin bisa direalisasikan oleh perusahaan yang
menggunakan MLM sebagai sistem marketingnya. Jika demikian maka sistem
marketing ini terlarang karena merupakan upaya untuk memakan harta orang lain
dengan cara cara yang tidak bisa dibenarkan.
Ketiga: Penjelasan Syaikh
Sholih Al Munajjid tentang MLM dengan keanggotaan gratis dan tidak
dipersyaratkan membeli produknya
Syaikh Sholih Al Munajjid
pernah menerangkan mengenai sistem pemasaran berjenjang dengan keanggotaan
gratis dan tidak dipersyaratkan membeli produknya. Beliau menerangkan bahwa
sistem semacam ini termasuk samsaroh (makelar: memasarkan produk orang lain) yang mubah karena
berbeda dengan MLM berbentuk piramida atau berjenjang dilihat dari beberapa
alasan:
1. Orang yang ingin memasarkan produk tidak disyaratkan membeli barang tersebut atau menyerahkan
sejumlah uang untuk menjadi anggota.
2. Barang yang dijual benar-benar dijual karena orang yang membeli
itu tertarik, bukan karena ia ingin menjadi anggota MLM.
3. Orang yang menawarkan produk mendapatkan upah atau bonus tanpa diberikan syarat yang menghalangi ia untuk mendapatkannya.
4. Orang yang memasarkan produk mendapatkan upah atau bonus dengan
kadar yang sudah ditentukan. Seperti misalnya, jika seseorang berhasil menjual
produk, maka ia akan mendapatkan 40.000. Ini jika yang memasarkan produk satu
orang. Jika yang memasarkan lebih dari satu, semisal Zaid menunjukkan pada
Muhammad, lalu Muhammad menunjukkan pada Sa’ad, lalu Sa’ad akhirnya membeli;
maka masing-masing mereka tadi mendapatkan bonus yang sama atau berbeda-beda
sesuai kesepakatan.
Wallahu waliyyut taufiq.
@ KSU, Riyadh, KSA, 14
Rajab 1433 H
0 komentar:
Posting Komentar