Semua surat dalam al-Qur’an adalah surat yang agung dan mulia.
Demikian juga seluruh ayat yang dikandungnya. Namun, Allah ta’ala dengan
kehendak dan kebijaksanaanNya menjadikan sebagian surat dan ayat lebih agung
dari sebagian yang lain. Surat yang paling agung adalah surat al-Fatihah,
sedangkan ayat yang paling agung adalah ayat kursi, yaitu di surat Al-Baqarah,
ayat 255. Yang akan kita pelajari bersama dalam kesempatan ini adalah ayat kursi.
Ubay bin Ka’b radhiallahu ‘anhu berkata:
Rasulullah shallallahu ‘alahi wa sallambersabda:
“Wahai Abul Mundzir (gelar kunyah Ubay), tahukah engkau ayat
mana di kitab Allah yang paling agung?”
Aku menjawab, “Allah dan Rasul-Nya lebih tahu.”
Beliau berkata, “Wahai Abul Mundzir, Tahukah engkau ayat
mana di kitab Allah yang paling agung?”
Aku pun menjawab,
اللَّهُ لاَ إِلَهَ إِلاَّ هُوَ الْحَيُّ الْقَيُّومُ
Maka beliau memukul dadaku dan berkata, “Demi Allah,
selamat atas ilmu (yang diberikan Allah kepadamu) wahai Abul Mundzir.” (HR.
Muslim no. 810)
Dalam kisah Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu dengan
setan yang mencuri harta zakat, disebutkan bahwa setan tersebut berkata,
“Biarkan aku mengajarimu beberapa kalimat yang Allah memberimu
manfaat dengannya. Jika engkau berangkat tidur, bacalah ayat kursi. Dengan
demikian, akan selalu ada penjaga dari Allah untukmu, dan setan tidak akan
mendekatimu sampai pagi.”
Ketika Abu Hurairah menceritakannya kepada Rasulullah shallallahu
‘alahi wa sallam, beliau berkata,
“Sungguh ia telah jujur, padahal ia banyak berdusta.” (HR. al-Bukhari no. 2187)
Dalam kisah lain yang mirip dengan kisah di atas dan
diriwayatkan Ubay bin Ka’bradhiallahu ‘anhu, disebutkan bahwa si jin
mengatakan:
مَنْ قَالَهَا حِينَ يُمْسِي أُجِيرَ مِنَّا حَتَّى يُصْبِحَ ، وَمَنْ قَالَهَا حِينَ يُصْبِحُ أُجِيرَ مِنَّا حَتَّى يُمْسِيَ
“Barangsiapa membacanya ketika sore, ia akan dilindungi dari
kami sampai pagi. Barangsiapa membacanya ketika pagi, ia akan dilindungi sampai
sore.” (HR. ath-Thabrani no. 541, dan al-Albani mengatakan bahwa
sanadnya bagus)
Dalam hadits yang lain, Nabi shallallahu ‘alahi wa
sallam bersabda:
مَنْ قَرَأَ آيَةَ الْكُرْسِيِّ دُبُرَ كُلِّ صَلاةٍ مَكْتُوبَةٍ لَمْ يَمْنَعْهُ مِنْ دُخُولِ الْجَنَّةِ، إِلا الْمَوْتُ
“Barangsiapa membaca ayat kursi setelah setiap shalat wajib,
tidak ada yang menghalanginya dari masuk surga selain kematian.” (HR. ath-Thabrani no. 7532, dihukumi shahih oleh
al-Albani)
Disunnahkan membaca ayat ini setiap (1) selesai shalat wajib,
(2) pada dzikir pagi dan sore, (3) juga sebelum tidur.
اللَّهُ لاَ إِلَهَ إِلاَّ هُوَ الْحَيُّ الْقَيُّومُ
“Allah, tidak ada sesembahan (yang berhak disembah) selain Dia
Yang hidup kekal serta terus menerus mengurus (makhluk).”
Allah adalah nama yang paling agung milik Allah ta’ala. Allah
mengawali ayat ini dengan menegaskan kalimat tauhid yang merupakan intisari
ajaran Islam dan seluruh syariat sebelumnya. Maknanya, tidak ada sesembahan
yang benar untuk disembah selain Allah. Konsekuensinya tidak boleh memberikan
ibadah apapun kepada selain Allah.
Al-Hayyu dan al-Qayyum adalah dua di antara
al-Asma’ al-Husna yang Allah miliki.Al-Hayyu artinya Yang hidup
dengan sendirinya dan selamanya. Al-Qayyum berarti bahwa semua
membutuhkan-Nya dan semua tidak bisa berdiri tanpa Dia. Oleh karena itu, Syaikh
Abdurrahman as-Sa’di mengatakan bahwa kedua nama ini menunjukkan seluruh
al-Asma’ al-Husna yang lain.
Sebagian ulama berpendapat bahwa al-Hayyul Qayyum adalah
nama yang paling agung. Pendapat ini dan yang sebelumnya adalah yang terkuat
dalam masalah apakah nama Allah yang paling agung, dan semua nama ini ada di
ayat kursi.
لاَ تَأْخُذُهُ سِنَةٌ وَلاَ نَوْمٌ
“Dia Tidak mengantuk dan tidak tidur.”
Maha Suci Allah dari segala kekurangan. Dia selalu menyaksikan
dan mengawasi segala sesuatu. Tidak ada yang tersembunyi darinya, dan Dia tidak
lalai terhadap hamba-hamba-Nya.
Allah mendahulukan penyebutan kantuk, karena biasanya kantuk
terjadi sebelum tidur.
Barangkali ada yang mengatakan, “Menafikan kantuk saja sudah
cukup sehingga tidak perlu menyebut tidak tidur; karena jika mengantuk saja
tidak, apalagi tidur.”
Akan tetapi, Allah menyebut keduanya, karena bisa jadi (1) orang
tidur tanpa mengantuk terlebih dahulu, dan (2) orang bisa menahan kantuk,
tetapi tidak bisa menahan tidur. Jadi, menafikan kantuk tidak berarti otomatis
menafikan tidur.
لَهُ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَمَا فِي اْلأَرْضِ
“Kepunyaan-Nya apa yang di langit dan di bumi.”
Semesta alam ini adalah hamba dan kepunyaan Allah, serta di
bawah kekuasaan-Nya. Tidak ada yang bisa menjalankan suatu kehendak kecuali
dengan kehendak Allah.
مَنْ ذَا الَّذِي يَشْفَعُ عِنْدَهُ إِلاَّ بِإِذْنِهِ
“Tiada yang dapat memberi syafaat di sisi Allah tanpa izin-Nya.”
Memberi syafaat maksudnya menjadi perantara bagi orang lain
dalam mendatangkan manfaat atau mencegah bahaya. Inti syafaat di sisi Allah
adalah doa. Orang yang mengharapkan syafaat Nabi shallallahu ‘alahi wa
sallam berarti mengharapkan agar Nabi shallallahu ‘alahi wa
sallam mendoakannya di sisi Allah. Ada syafaat yang khusus untuk Nabi
Muhammad, seperti syafaat untuk dimulainya hisab di akhirat, dan syafaat bagi
penghuni surga agar pintu surga dibukakan untuk mereka. Ada yang tidak khusus
untuk Nabi shallallahu ‘alahi wa sallam, seperti syafaat bagi orang
yang berhak masuk neraka agar tidak dimasukkan ke dalamnya, dan syafaat agar
terangkat ke derajat yang lebih tinggi di surga.
Jadi, seorang muslim bisa memberikan syafaat untuk orang tua,
anak, saudara atau sahabatnya di akhirat. Akan tetapi, syafaat hanya diberikan
kepada orang yang beriman dan meninggal dalam keadaan iman. Disyaratkan dua hal
untuk mendapatkannya, yaitu:
- Izin Allah untuk orang yang
memberi syafaat.
- Ridha Allah untuk orang yang
diberi syafaat.
Oleh karena itu, seseorang tidak boleh meminta syafaat kecuali
kepada Allah. Selain berdoa, hendaknya kita mewujudkan syarat mendapat syafaat;
dengan meraih ridha Allah. Tentunya dengan menaatiNya menjalankan perintahNya
semampu kita, dan meninggalkan semua laranganNya.
يَعْلَمُ مَا بَيْنَ أَيْدِيهِمْ وَمَا خَلْفَهُمْ
“Dia mengetahui apa yang di hadapan mereka dan di belakang
mereka.”
Ini adalah dalil bahwa ilmu Allah meliputi seluruh makhluk, baik
yang ada pada masa lampau, sekarang maupun yang akan datang. Allah mengetahui
apa yang telah, sedang, dan yang akan terjadi, bahkan hal yang ditakdirkan
tidak ada, bagaimana wujudnya seandainya ada. Ilmu Allah sangat sempurna.
وَلاَ يُحِيطُونَ بِشَيْءٍ مِنْ عِلْمِهِ إِلاَّ بِمَا شَاءَ
“Dan mereka tidak mengetahui apa-apa dari ilmu Allah kecuali
dengan apa yang dikehendaki-Nya.”
Tidak ada yang mengetahui ilmu Allah, kecuali yang Allah
ajarkan. Demikian pula ilmu tentang dzat dan sifat-sifat Allah. Kita tidak
punya jalan untuk menetapkan suatu nama atau sifat, kecuali yang Dia kehendaki
untuk ditetapkan dalam al-Quran dan al-Hadits.
وَسِعَ كُرْسِيُّهُ السَّمَاوَاتِ وَاْلأَرْضَ
“Kursi Allah meliputi langit dan bumi.”
Ibnu Abbas radhiallahu ‘anhu menafsirkan kursi
dengan berkata:
الكُرْسيُّ مَوْضِعُ قَدَمَيْهِ
“Kursi adalah tempat kedua telapak kaki Allah.” (HR. al-Hakim no. 3116, di hukumi shahih oleh al-Hakim dan
adz-Dzahabi)
Ahlussunnah menetapkan sifat-sifat seperti ini sebagaimana
ditetapkan Allah dan Nabi shallallahu ‘alahi wa sallam, sesuai
dengan kegungan dan kemuliaan Allah tanpa menyerupakannya dengan sifat makhluk.
Ayat ini menunjukkan besarnya kursi Allah dan besarnya Allah.
Dalam sebuah hadits, Nabi shallallahu ‘alahi wa sallam bersabda:
مَا السَّمَاوَاتُ السَّبْع مَعَ الكُرْسِيِّ إِلاَّ كَحَلْقَةٍ مُلْقَاةٍ بِأَرْض فَلاَةٍ
“Tidaklah langit yang tujuh dibanding kursi kecuali laksana
lingkaran anting yang diletakkan di tanah lapang.” (HR. Ibnu Hibban no.361, dihukumi shahih oleh Ibnu Hajar
dan al-Albani)
وَلاَ يَئُودُهُ حِفْظُهُمَا
“Dan Allah tidak terberati pemeliharaan keduanya.”
Seorang ibu, tentu merasakan betapa lelahnya mengurus rumah
sendirian. Demikian juga seorang kepala desa, camat, bupati, gubernur atau
presiden dalam mengurus wilayah yang mereka pimpin. Namun, tidak demikian
dengan Allah yang Maha Kuat. Pemeliharaan langit dan bumi beserta isinya sangat
ringan bagi-Nya. Segala sesuatu menjadi kerdil dan sederhana di depan Allah.
وَهُوَ الْعَلِيُّ الْعَظِيمُ
“Dan Dia Maha Tinggi lagi Maha Besar.”
Allah memiliki kedudukan yang tinggi, dan dzat-Nya berada di
ketinggian, yaitu di atas langit (di atas singgasana). Dalam sebuah hadits,
Nabi shallallahu ‘alahi wa sallam bertanya kepada seorang
budak perempuan: “Di mana Allah?”
Ia menjawab, “Di langit.”
Nabi shallallahu ‘alahi wa sallam bertanya, “Siapa
saya?”
Ia menjawab, “Engkau adalah Rasulullah.”
Maka, Nabi shallallahu ‘alahi wa sallam berkata
kepada majikannya (majikan budak perempuan tersebut -ed), “Bebaskanlah
ia, karena sungguh dia beriman!” (HR. Muslim no. 537)
Jelaslah bahwa keyakinan sebagian orang bahwa Allah ada
dimana-mana bertentangan dengan al-Qur’an dan al-Hadits.
Demikian pula Allah memiliki kedudukan yang agung dan dzatnya
juga agung sebagaimana ditunjukkan oleh keagungan kursiNya dalam ayat ini.
Kesimpulan:
- Semua ayat al-Qur’an agung. Adapun
ayat yang paling agung adalah ayat kursi.
- Disunnahkan untuk membaca ayat ini
setiap selesai shalat wajib, pada dzikir pagi dan sore, dan sebelum tidur.
- Penegasan kalimat tauhid.
- Arti al-Hayyu dan al-Qayyum yang
menunjukkan seluruh nama Allah yang lain.
- Semua bentuk kekurangan
harus dinafikan dari Allah.
- Arti syafaat dan syarat
memperolehnya.
- Ilmu Allah sangat sempurna.
- Kita hanya menetapkan untuk Allah
nama dan sifat yang ditetapkan oleh Allah dan RasulNya sesuai dengan
keagungan dan kemuliaanNya, tanpa menyerupakannya dengan nama dan sifat
makhluk.
- Arti dan keagungan kursi Allah.
- Ketinggian dan keagungan Allah
dalam dzat dan kedudukan.
- Kesalahan orang yang mengatakan
Allah ada di mana-mana.
- Penetapan banyak nama dan sifat
Allah yang menunjukkan kemuliaan dan kesempurnaan-Nya.
Wallahu a’lam.
Referensi:
- Al-Quran dan Terjemahnya
- Tafsir Ibnu Katsir
- Fathul Qadir,
asy-Syaukani
- Taysirul Karimir Rahman,
Abdurrahman as-Sa’di
- Shahih al-Bukhari
- Shahih Muslim
- Al-Mu’jam al-Kabir,
ath-Thabrani
- al-Mustadrak,
al-Hakim.
- Shahih Ibnu Hibban
- Shahih Targhib wa Tarhib,
al-Albani
- Silsilah Ahadits Shahihah,
al-Albani
- Fathul Majid,
Abdurrahman bin Hasan
- Fiqhul Asma’il Husna,
Abdurrazzaq al-Badr
- Al-Qamus al-Muhith,
al-Fairuzabadi
Ibnu Abil ‘Izz al-Hanafi berkata: “…tiada kehidupan
untuk hati, tidak ada kesenangan dan ketenangan baginya, kecuali dengan
mengenal Rabbnya, Sesembahan dan Penciptanya, dengan Asma’, Sifat dan Af’al
(perbuatan)-Nya, dan seiring dengan itu mencintai-Nya lebih dari yang lain, dan
berusaha mendekatkan diri kepada-Nya tanpa yang lain…” (Syarah
al-Aqidah ath-Thahawiyyah)
***
0 komentar:
Posting Komentar