Segala puji bagi Allah, Rabb semesta alam. Shalawat dan salam
kepada Nabi kita Muhammad, keluarga, para sahabat dan orang-orang yang
mengikuti mereka dengan baik hingga akhir zaman.
Ingatlah, penjagaanmu terhadap hak Allah di masa mudamu bisa
mempengaruhi masa tuamu! Kita dapat menyaksikannya dalam pelajaran hadits
berikut.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah
memberi nasehat pada Ibnu ‘Abbas –radhiyallahu ‘anhuma-,
احْفَظِ اللَّهَ يَحْفَظْكَ
Yang dimaksud menjaga Allah di sini adalah menjaga batasan-batasan, hak-hak, perintah, dan larangan-larangan
Allah. Yaitu seseorang menjaganya dengan melaksanakan perintah
Allah, menjauhi larangan-Nya, dan tidak melampaui batas dari batasan-Nya
(berupa perintah maupun larangan Allah). Orang yang melakukan seperti ini,
merekalah yang menjaga diri dari batasan-batasan Allah sebagaimana yang Allah
puji dalam kitab-Nya,
هَذَا مَا تُوعَدُونَ لِكُلِّ أَوَّابٍ حَفِيظٍ (٣٢)مَنْ خَشِيَ
الرَّحْمَنَ بِالْغَيْبِ وَجَاءَ بِقَلْبٍ مُنِيبٍ (٣٣)
“Inilah yang dijanjikan kepadamu, (yaitu) kepada Setiap hamba yang selalu
kembali (kepada Allah) lagi memelihara (semua peraturan-peraturan-Nya),
(yaitu) orang yang takut kepada Tuhan yang Maha Pemurah sedang Dia tidak
kelihatan (olehnya) dan Dia datang dengan hati yang bertaubat.” (QS.
Qaaf: 32-33). Yang dimaksud dengan menjaga di sini adalah menjaga setiap perintah Allah dan menjaga diri dari berbagai dosa
serta bertaubat darinya.[2]
Menjaga Hak Allah
Di antara bentuk penjagaan hak Allah sebagai berikut.
Pertama: Menjaga shalat
Yang utama untuk dijaga adalah shalat lima waktu yang wajib
sebagaimana yang Allah firmankan,
حَافِظُوا عَلَى الصَّلَوَاتِ وَالصَّلاةِ الْوُسْطَى وَقُومُوا
لِلَّهِ قَانِتِينَ (٢٣٨)
“Peliharalah semua shalat(mu), dan (peliharalah) shalat wusthaa
(shalat Ashar)[3].
Berdirilah untuk Allah (dalam shalatmu) dengan khusyu’.”
(QS. Al Baqarah: 238). Yang dimaksud shalat wustho di
sini adalah shalat Ashar menurut kebanyakan ulama. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memperingatkan keras
orang yang meninggalkan shalat Ashar sebagaimana dalam sabdanya,
مَنْ تَرَكَ صَلاَةَ الْعَصْرِ فَقَدْ حَبِطَ عَمَلُهُ
Allah Ta’ala pun
memuji orang-orang yang menjaga shalatnya dalam ayat lainnya,
وَالَّذِينَ هُمْ عَلَى صَلاتِهِمْ يُحَافِظُونَ
“Dan orang-orang yang memelihara shalatnya.” (QS. Al
Ma’arij: 34)
Begitu pula termasuk dalam hal ini adalah dengan menjaga thoharoh
(bersuci) karena thoharoh adalah pembuka shalat. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
وَلاَ يُحَافِظُ عَلَى الْوُضُوءِ إِلاَّ مُؤْمِنٌ
Kedua: Menjaga kepala dan perut
Begitu pula kita diperintahkan untuk menjaga kepala dan perut.
Sebagaimana Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
الاِسْتِحْيَاءَ مِنَ اللَّهِ حَقَّ الْحَيَاءِ أَنْ تَحْفَظَ
الرَّأْسَ وَمَا وَعَى وَتَحْفَظَ الْبَطْنَ وَمَا حَوَى
“Sifat malu pada Allah yang sebenarnya adalah engkau menjaga
kepalamu dan setiap yang ada di sekitarnya, begitu pula engkau menjaga perutmu
serta apa yang ada di dalamnya.”[6] Yang
dimaksud menjaga kepala dan setiap apa yang ada di sekitarnya, termasuk di
dalamnya adalah menjaga pendengaran, penglihatan dan lisan dari berbagai
keharaman. Sedangkan yang dimaksud menjaga perut dan segala apa yang ada di
dalamnya, termasuk di dalamnya adalah menjaga hati dari terjerumus dalam yang
haram.[7] Allah Ta’ala berfirman,
وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ يَعْلَمُ مَا فِي أَنْفُسِكُمْ
فَاحْذَرُوهُ
“Dan ketahuilah bahwasanya Allah mengetahui apa yang ada dalam
hatimu; Maka takutlah kepada-Nya.” (QS. Al Baqarah: 235)
Allah Ta’ala juga
berfirman,
إِنَّ السَّمْعَ وَالْبَصَرَ وَالْفُؤَادَ كُلُّ أُولَئِكَ كَانَ
عَنْهُ مَسْئُولًا
“Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan
diminta pertanggungan jawabnya.” (QS. Al Isro’: 36)
Ketiga: Menjaga lisan
Dari Abu Hurairah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ يَضْمَنْ لِى مَا بَيْنَ لَحْيَيْهِ وَمَا بَيْنَ رِجْلَيْهِ
أَضْمَنْ لَهُ الْجَنَّةَ
“Barangsiapa yang menjamin padaku apa yang ada di antara dua
janggutnya (yaitu bibirnya) dan antara dua kakinya (yaitu kemaluan), maka ia
akan masuk surga.”[8]
Keempat: Menjaga kemaluan
Allah memuji orang-orang yang menjaga kemaluan dalam beberapa
ayat. Allah Ta’ala berfirman,
قُلْ لِلْمُؤْمِنِينَ يَغُضُّوا مِنْ أَبْصَارِهِمْ وَيَحْفَظُوا
فُرُوجَهُمْ ذَلِكَ أَزْكَى لَهُمْ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا يَصْنَعُونَ
“Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman: “Hendaklah mereka
menahan pandanganya, dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih
suci bagi mereka, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat“.”
(QS. An Nur: 30)
وَالْحَافِظِينَ فُرُوجَهُمْ وَالْحَافِظَاتِ وَالذَّاكِرِينَ
اللَّهَ كَثِيرًا وَالذَّاكِرَاتِ أَعَدَّ اللَّهُ لَهُمْ مَغْفِرَةً وَأَجْرًا
عَظِيمًا
“Laki-laki dan perempuan yang memelihara kehormatannya, laki-laki
dan perempuan yang banyak menyebut (nama) Allah, Allah telah menyediakan untuk
mereka ampunan dan pahala yang besar.” (QS. Al Ahzab: 35)
وَالَّذِينَ هُمْ لِفُرُوجِهِمْ حَافِظُونَ (5) إِلَّا عَلَى
أَزْوَاجِهِمْ أَوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُهُمْ فَإِنَّهُمْ غَيْرُ مَلُومِينَ (6)
“Dan orang-orang yang menjaga kemaluannya, kecuali terhadap
isteri-isteri mereka atau budak yang mereka miliki; maka sesungguhnya mereka
dalam hal ini tiada terceIa.” (QS. Al Mu’minun: 5-6)[9]
Yang lebih penting dari hal di atas dan merupakan hak Allah yang
paling utama untuk dijaga adalah mentauhidkan
Allah dan tidak menyekutukan Allah dengan selain-Nya (baca: berbuat syirik).
Karena syirik adalah kezholiman yang teramat besar. Luqman pernah berkata pada
anaknya,
إِنَّ الشِّرْكَ لَظُلْمٌ عَظِيمٌ
“Sesungguhnya kesyirikan adalah kezholiman yang paling besar.”
(QS. Luqman: 13)
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika
membonceng Mu’adz dengan keledai -yang bernama ‘Ufair-, beliau bersabda,
« يَا مُعَاذُ ، هَلْ تَدْرِى حَقَّ اللَّهِ
عَلَى عِبَادِهِ وَمَا حَقُّ الْعِبَادِ عَلَى اللَّهِ » . قُلْتُ اللَّهُ
وَرَسُولُهُ أَعْلَمُ . قَالَ « فَإِنَّ حَقَّ اللَّهِ عَلَى الْعِبَادِ أَنْ
يَعْبُدُوهُ وَلاَ يُشْرِكُوا بِهِ شَيْئًا ، وَحَقَّ الْعِبَادِ عَلَى اللَّهِ
أَنْ لاَ يُعَذِّبَ مَنْ لاَ يُشْرِكُ بِهِ شَيْئًا »
“Wahai Mu’adz, tahukah engkau apa hak Allah yang wajib ditunaikan
oleh hamba-Nya dan apa hak hamba yang berhak ia dapat dari Allah?”
Mu’adz mengatakan, ”Allah dan Rasul-Nya yang lebih tahu.”
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pun menjawab, “Hak Allah yang wajib ditunaikan oleh setiap hamba adalah mereka
harus menyembah Allah dan tidak boleh berbuat syirik pada-Nya dengan sesuatu
apa pun. Sedangkan hak hamba yang berhak ia dapat adalah Allahh tidak akan
menyiksa orang yang tidak berbuat syirik kepada-Nya dengan sesuatu apa pun.”[10] Inilah
hak Allah yang mesti dan wajib ditunaikan oleh setiap hamba sebelum hak-hak
lainnya.
Siapa yang Menjaga Hak Allah, maka Allah akan Menjaganya
Barangsiapa menjaga diri dengan melakukan perintah dan menjauhi
larangan, maka ia akan mendapatkan penjagaan dari Allah Ta’ala.
احْفَظِ اللَّهَ يَحْفَظْكَ
“Jagalah Allah, niscaya Allah akan menjagamu.”
Inilah yang dimaksud al jaza’ min jinsil ‘amal,
yaitu balasan sesuai dengan amal perbuatan. Sebagaimana Allah mengatakan dalam
ayat-ayat lainnya.
وَأَوْفُوا بِعَهْدِي أُوفِ بِعَهْدِكُمْ
“Dan penuhilah janjimu kepada-Ku, niscaya Aku penuhi janji-Ku
kepadamu.” (QS. Al Baqarah: 40)
فَاذْكُرُونِي أَذْكُرْكُمْ
“Karena itu, ingatlah kamu kepada-Ku niscaya Aku ingat (pula)
kepadamu.” (QS. Al Baqarah: 152)
إِنْ تَنْصُرُوا اللَّهَ يَنْصُرْكُمْ
“Jika kamu menolong (agama) Allah, niscaya Dia akan menolongmu.”
(QS. Muhammad: 7)
Bentuk Penjagaan Allah
Jika seseorang menjaga hak-hak Allah sebagaimana yang telah
disebutkan di atas, maka Allah pun akan selalu menjaganya. Bentuk penjagaan
Allah ada dua macam, yaitu:
Penjagaan pertama:
Allah akan menjaga urusan dunianya yaitu ia akan mendapatkan penjagaan diri,
anak, keluarga dan harta.
[Penjagaan melalui Malaikat Allah]
Di antara bentuk penjagaan Allah adalah ia akan selalu mendapatkan
penjagaan dari malaikat Allah. Sebagaimana Allah Ta’ala berfirman,
لَهُ مُعَقِّبَاتٌ مِنْ بَيْنِ يَدَيْهِ وَمِنْ خَلْفِهِ
يَحْفَظُونَهُ مِنْ أَمْرِ اللَّهِ
“Bagi manusia ada malaikat-malaikat yang selalu mengikutinya
bergiliran, di muka dan di belakangnya, mereka menjaganya atas perintah Allah.”
(QS. Ar Ro’du: 11). Ibnu Katsir rahimahullah mengatakan,
“Setiap hamba memiliki malaikat yang selalu menemaninya. Malaikat tersebut akan
menjaganya siang dan malam. Mereka akan menjaganya danri berbagai kejelekan dan
kejadian-kejadian.”[11] Ibnu
‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma mengatakan, “Mereka
adalah para malaikat yang akan selalu menjaganya atas perintah Allah. Jika
datang ajal barulah malaikat-malaikat tadi meninggalkannya.” Inilah salah
bentuk penjagaan Allah melalui para malaikat bagi orang yang selalu menjaga
hak-hak Allah.
[Penjagaan di Kala Usia Senja]
Begitu pula Allah akan menjaga seseorang di waktu tuanya, jika ia
selalu menjaga hak Allah di waktu mudanya. Allah
akan menjaga pendengaran, penglihatan, kekuatan dan kecerdasannya. Inilah
maksud yang kami singgung dalam judul artikel ini.
Sebagaimana kami pernah membaca dalam salah satu buku fiqh madzhab
Syafi’i, matan Abi Syuja’. Dalam buku tersebut diceritakan mengenai penulis
matan yaitu Al Qodhi Abu Syuja’ (Ahmad bin Al Husain bin Ahmad Asy
Syafi’i rahimahullah Ta’ala). Perlu diketahui bahwa beliau
adalah di antara ulama yang mati di usia sangat tua. Umur beliau ketika
meninggal dunia adalah 160 tahun (433-596 Hijriyah). Beliau terkenal sangat
dermawan dan zuhud. Beliau sudah diberi jabatan sebagai qodhi pada usia belia
yaitu 14 tahun. Keadaan beliau di usia senja (di atas 100 tahun), masih dalam
keadaan sehat wal afiat. Begitu pula ketika usia senja semacam itu, beliau
masih diberikan kecerdasan. Tahukah Anda apa rahasianya? Beliau tidakk punya
tips khusus untuk rutin olahraga atau yang lainnya. Namun perhatikan apa tips
beliau, “Aku selalu menjaga anggota badanku ini dari bermaksiat pada Allah
di waktu mudaku, maka Allah pun menjaga anggota badanku ini di waktu tuaku.”
Cobalah lihat, beliau bukanlah memberikan kita tips untuk banyak olahraga.
Namun apa tips beliau? Yaitu taat pada Allah dan menjauhi segala maksiat di
waktu muda.[12]
Ibnu Rajab rahimahullah juga
pernah menceritakan bahwa sebagian ulama ada yang sudah berusia di atas 100
tahun. Namun ketika itu, mereka masih diberi kekuatan dan kecerdasan. Coba
bayangkan bagaimana dengan keadaan orang-orang saat ini yang berusia seperti
itu? Diceritakan bahwa di antara ulama tersebut pernah melompat dengan lompatan
yang amat jauh. Kenapa bisa seperti itu? Ulama tersebut mengatakan, “Anggota badan ini selalu aku jaga agar jangan sampai berbuat
maksiat di kala aku muda. Balasannya, Allah menjaga anggota badanku ini di
waktu tuaku.” Namun ada orang yang sebaliknya, sudah berusia senja,
jompo dan biasa mengemis pada manusia. Para ulama pun mengatakan tentang orang
tersebut, “Inilah orang yang selalu melalaikan hak Allah
di waktu mudanya, maka Allah pun melalaikan dirinya di waktu tuanya.”[13]
[Penjagaan pada keturunan]
Begitu pula Allah akan menjaga keturunan orang-orang sholih dan
selalu taat pada Allah. Di antaranya kita dapat melihat pada kisah dua anak
yatim yang mendapat penjagaan Allah karena ayahnya adalah orang yang sholih.
Allah Ta’ala berfirman,
وَأَمَّا الْجِدَارُ فَكَانَ لِغُلَامَيْنِ يَتِيمَيْنِ فِي
الْمَدِينَةِ وَكَانَ تَحْتَهُ كَنْزٌ لَهُمَا وَكَانَ أَبُوهُمَا صَالِحًا
“Adapun dinding rumah adalah kepunyaan dua orang anak yatim di kota
itu, dan di bawahnya ada harta benda simpanan bagi mereka berdua, sedang
ayahnya adalah seorang yang saleh.” (QS. Al Kahfi: 82). ‘Umar bin
‘Abdil ‘Aziz pernah mengatakan, “Barangsiapa seorang mukmin itu
mati (artinya: ia selalu menjaga hak Allah, pen), maka Allah akan senantiasa
menjaga keturunan-keturunannya.”
Sa’id bin Al Musayyib mengatakan pada anaknya, “Wahai anakku, aku selalu memperbanyak shalatku dengan tujuan
supaya Allah selalu menjagamu.”[14]
Ibnu Rajab Al Hambali mengatakan, “Barangsiapa menjaga (hak-hak)
Allah, maka Allah akan menjaganya dari berbagai gangguan.” Sebagian salaf
mengatakan, “Barangsiapa bertakwa pada Allah, maka Allah akan menjaga dirinya.
Barangsiapa lalai dari takwa kepada Allah, maka Allah tidak ambil peduli
padanya. Orang itu berarti telah menyia-nyiakan dirinya sendiri. Allah sama
sekali tidak butuh padanya.”
Jika seseorang berbuat maksiat, maka ia juga dapat melihat tingkah
laku yang aneh pada keluarganya bahkan pada hewan tunggangannya. Sebagaimana
sebagian salaf mengatakan, “Jika aku bermaksiat pada Allah, maka pasti aku akan
menemui tingkah laku yang aneh pada budakku bahkan juga pada hewan
tungganganku.”[15]
Penjagaan kedua:
Penjagaan yang lebih dari penjagaan pertama, yaitu Allah akan menjaga agama dan
keimanannya. Allah akan menjaga dirinya dari pemikiran rancu yang bisa
menyesatkan dan dari berbagai syahwat yang diharamkan. Inilah penjagaan yang
lebih luar biasa dari penjagaan pertama tadi.
Hal ini dapat kita lihat sebagaimana dalam do’a sebelum tidur yang
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ,
بِاسْمِكَ رَبِّ وَضَعْتُ جَنْبِى وَبِكَ أَرْفَعُهُ ، إِنْ
أَمْسَكْتَ نَفْسِى فَاغْفِرْ لَهَا ، وَإِنْ أَرْسَلْتَهَا فَاحْفَظْهَا بِمَا
تَحْفَظُ بِهِ عِبَادَكَ الصَّالِحِينَ
“Dengan menyebut nama-Mu, aku meletakkan lambungku, dan dengan
nama-Mu aku mengangkatnya. Jika engkau ingin menarik jiwaku, maka ampunilah ia.
Jika engkau ingin membiarkannya, maka jagalah ia sebagaimana engkau menjaga
hamba-hambaMu yang sholih”[16] Dalam
do’a ini terlihat bahwa Allah akan senantiasa menjaga orang-orang yang sholih.[17]
Demikian pembahasan yang singkat dari hadits di atas. Semoga
hadits ini bisa selalu menjadi pengingat dalam setiap langkah kita. Jagalah hak Allah, niscaya Allah akan menjagamu.
Segala puji bagi Allah yang dengan nikmat-Nya segala kebaikan
menjadi sempurna.
Diselesaikan di Boyolali (Jawa Tengah), 30 Shofar 1431 H
(bertepatan dengan 14 Februari 2010)
Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal
[1] HR. Tirmidzi no. 2516
dan Ahmad 1/303. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih.
[2] Lihat Jaami’ul ‘Ulum
wal Hikam, Ibnu Rajab Al Hambali, hal. 223, Darul Muayyid, cetakan pertama,
tahun 1424 H.
[3] Yang dimaksud shalat
wusthaa terdapat lima pendapat. Ada yang mengatakan
bahwa itu adalah shalat Ashar. Ada juga yang mengatakan bahwa itu adalah shalat
Shubuh, Zhuhur, Maghrib atau Isya (Lihat Zaadul Masiir, Ibnul
Jauzi, 1/241, Mawqi’ At Tafaasir).
Namun kebanyakan ulama mengatakan bahwa yang dimaksud shalat wustha adalah shalat Ashar sebagaimana banyak yang meriwayatkan
hal ini dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Yang memilih pendapat ini adalah ‘Ali, Abdullah bin Mas’ud, Abu Ayyub, Abu
Hurairah, ‘Aisyah, Ibrahim An Nakhoi, Qotadah dan Al Hasan (Lihat Ma’alimut Tanzil, Al Husain bin Mas’ud Al Baghowi,
1/288, Dar Thoyibah, cetakan keempat, tahun 1417 H)
[4] HR. Bukhari no. 553,
dari Buraidah.
[5] HR. Ibnu Majah no.
277, dari Tsauban. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih.
[6] HR.. Tirmidzi no.
2458, dari Abdullah bin Mas’ud. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits
ini hasan.
[7] Demikian penjelasan
Ibnu Rajab dalam Jaami’ul ‘Ulum wal Hikam, hal. 224.
[8] HR. Bukhari no. 6474,
dari Sahl bin Sa’ad.
[9] Lihat Jaami’ul ‘Ulum wal Hikam, hal. 223-224.
[10] HR.
Bukhari no. 2856 dan Muslim no. 30.
[11] Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim, Ibnu Katsir, 8/114,
Muassasah Qurthubah.
[12] Demikian
cerita yang kami peroleh dengan sedikit perubahan redaksi dari kitab Matan Al Ghoyah wat Taqrib, yang memberikan syarh
terhadap Matan Abi Syuja’ (Ikhtishorul Ghoyah).
[13] Lihat Jaami’ul ‘Ulum wal Hikam, hal. 225.
[14] Idem.
[15] Lihat Jaami’ul ‘Ulum wal Hikam, hal. 225-226.
[16] HR.
Bukhari no. 7393 dan Muslim no. 2714.
[17] Lihat Jaami’ul ‘Ulum wal Hikam, hal. 226.
0 komentar:
Posting Komentar