Sebagian pegawai atau PNS
kadang menggunakan fasilitas kantor semisal motor atau mobil dinas untuk
kepentingan pribadi, atau ada pula yang menggunakan internet kantor untuk
kepentingan pribadi semisal chating, facebook-an atau browsing. Bagaimana pandangan
Islam dan nasehat para ulama mengenai hal ini?
Syaikh Muhammad bin Sholeh
Al ‘Utsaimin ditanya mengenai hukum memanfaatkan mobil dinas untuk kepentingan
pribadi.
Jawaban beliau rahimahullah, “Memanfaatkan mobil dinas milik negara atau pun peralatan lain
milik negara, semisal mesin foto kopi, printer, dan lain-lain untuk kepentingan
pribadi adalah satu hal yang terlarang karena benda-benda tersebut
diperuntukkan untuk kepentingan umum.
Jika ada seorang pegawai
yang memanfaatkan barang-barang tersebut untuk kepentingan pribadi maka itu
adalah kejahatan terhadap masyarakat. Benda atau peralatan itu, yang
diperuntukkan bagi kaum muslimin dan merupakan milik seluruh kaum muslimin
(baca: seluruh rakyat), terlarang untuk dimanfaatkan oleh siapa pun, untuk
keperluan pribadinya.
Dalilnya adalah bahwa
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang ghulul. Ghulul adalah tindakan seorang yang memanfaatkan
sebagian harta rampasan perang yang masih menjadi milik umum (seluruh tentara
yang ikut perang) untuk kepentingan pribadi.
Kewajiban setiap orang yang
melihat adanya pegawai yang memanfaatkan peralatan milik negara atau mobil
dinas untuk kepentingan pribadinya adalah menasihati pegawai tersebut dan
menjelaskan kepadanya bahwa perbuatan tersebut adalah perbuatan haram.
Jika Allah memberikan
hidayah kepadanya maka itulah yang diharapkan. Jika yang terjadi adalah
kemungkinan yang jelek maka hendaknya tindakan pegawai tersebut
dilaporkan kepada pihak-pihak yang bisa memberikan teguran dan peringatan.
Melaporkan ulah pegawai
tersebut adalah bagian dari tolong-menolong dalam kebaikan dan takwa.
عَنْ أَنَسٍ – رضى الله عنه – قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ – صلى
الله عليه وسلم – « انْصُرْ أَخَاكَ ظَالِمًا أَوْ مَظْلُومًا » . فَقَالَ رَجُلٌ
يَا رَسُولَ اللَّهِ أَنْصُرُهُ إِذَا كَانَ مَظْلُومًا ، أَفَرَأَيْتَ إِذَا
كَانَ ظَالِمًا كَيْفَ أَنْصُرُهُ قَالَ « تَحْجُزُهُ أَوْ تَمْنَعُهُ مِنَ
الظُّلْمِ ، فَإِنَّ ذَلِكَ نَصْرُهُ
Dari Anas radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
”Tolonglah saudaramu, baik dia berbuat zholim atau dizholimi.” Ada seseorang yang bertanya, “Wahai Rasulullah, menolong
orang yang dizholimi itu bisa kami lakukan. Lalu, bagaimana cara menolong orang
yang berbuat zhalim?” Jawaban Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Cegahlah dia dari melakukan tindakan kezholiman. Itulah bentuk
pertolongan terhadap orang yang zhalim.” (HR. Bukhari no. 6952)
Syaikh Muhammad bin Sholeh
Al ‘Utsaimin ditanya kembali, “Bagaimana jika kepala kantor sudah mengizikan,
apakah penggunakan peralatan milik negara tetap terlarang?”
Jawaban beliau, “Tetap
terlarang, meski kepala kantor mengizinkannya karena kepala kantor tidak
memiliki kewenangan terkait pemanfaatan pribadi atas peralatan milik negara.
Oleh karena itu, bagaimana mungkin dia memberi izin kepada orang lain?”
[Liqo’ Al Bab Al Maftuh, kaset
no. 5, Syaikh Muhammad bin Sholeh Al ‘Utsaimin]
Kasus di atas beda halnya jika
sudah diizinkan oleh pemilik perusahaan atau bos. Namun hal ini jauh berbeda
dengan PNS, karena atasannya adalah yang paling atas, bukan hanya kepala kantor
atau kepala dinas. Semoga bisa dipahami.
Semoga yang singkat ini
bisa menjadi nasehat berharga bagi penulis –secara pribadi- dan pembaca
sekalian.
Wallahu waliyyut taufiq was
sadaad.
@ Ummul Hamam, Riyadh KSA,
22 Muharram 1433 H
0 komentar:
Posting Komentar