Kerja di Tempat yang
Menjual Minuman Keras
Assalamu alaikum wr wb.
Saya mau bertanya bagaimana hukumnya kerja di Hotel yang menyediakan Kamar untuk pasangan yang bukan muhrim dan menjual Alkohol ?
Saya mau bertanya bagaimana hukumnya kerja di Hotel yang menyediakan Kamar untuk pasangan yang bukan muhrim dan menjual Alkohol ?
Dan bagaimana jika kerja di hotel tersebut di bagian accounting
ataupun di bagian memasak ?
Hasil dari penjualan kamar dan alkohol tersebut dibagikan ke
karyawan sebesar 11% ?
Saya sangat bingung karena banyak sekali para ulama, kiayi dan
ust, menjawab pertanyaan tersebut bebeda2, ada yang mrngharamkan dan ada yang
menghalalkan ?
Mohon di jawab dengan sejelas2nya karena hati saya selalu bimbang
akan pekerjaan yg pernah saya jalani ini, sekarang saya sudah berhenti tapi
banyak yang menawarkan saya untuk kembali kerja di Hotel.
Terima kasih dan maaf apabila ada salah kata.
Wassalam wr wb
Jawab:
Wa ‘alaikumus salam wa rahmatullah
Bismillah was shalatu was salamu ‘ala Rasulillah, wa ba’du,
Termasuk sumber penghasilan yang haram adalah ketika seseorang
dibayar karena menyediakan fasilitas maksiat bagi konsumennya. Termasuk
menyediakan khamr dan kamar hotel untuk maksiat.
Allah berfirman,
وَلَا تَعَاوَنُوا عَلَى الْإِثْمِ وَالْعُدْوَانِ
Janganlah kalian bantu membantu dalam dosa dan tindakan melampaui
batas. (QS. al-Maidah: 2)
Mereka yang menyediakan khamr, turut dilaknat, karena dia membantu
orang lain minum khamr.
Dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, beliau
mengatakan,
لَعَنَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- فِى الْخَمْرِ عَشَرَةً
عَاصِرَهَا وَمُعْتَصِرَهَا وَشَارِبَهَا وَحَامِلَهَا وَالْمَحْمُولَةَ إِلَيْهِ
وَسَاقِيَهَا وَبَائِعَهَا وَآكِلَ ثَمَنِهَا وَالْمُشْتَرِىَ لَهَا
وَالْمُشْتَرَاةَ لَهُ
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melaknat
10 orang karena khamr, yang memeras anggur, yang minta diperaskan anggur, yang
minum, yang membawa, yang minta dibawakan, yang menuangkan, yang menjual, yang
makan hasil penjualan khamr, yang beli, dan yang minta dibelikan. (HR. Turmudzi
1342, Ibnu Majah 3506, dan dishahihkan al-Albani).
Idealnya seorang muslim menghindari tempat kerja semacam ini, agar
dia lebih bebas dari semua bentuk pelanggaran syariat. Atau turut membantu
orang lain melakukan pelanggaran syariat.
Bagaimana dengan Penghasilannya?
Hukum itu mengikuti apa yang dominan. Dalam satu kaidah
dinyatakan,
الحكم على الغالب
“Hukum itu mengikuti yang dominan.”
Kita tidak sebut penghasilan hotel ini haram. Karena tidak semua
sumber penghasilan hotel ini bermasalah. Hanya saja, hartanya bercampu antara
yang halal dan haram. Termasuk posisi karyawan. Ketika hasil yang haram ini
disingkirkan, maka sisanya bisa dimanfaatkan.
Terdapat kaidah yang menyatakan,
من اختلط بماله الحلال والحرام أخرج قدر الحرام؛ والباقي حلال له
Orang yang hartanya bercampur antara yang halal dan yang haram,
maka dia keluarkan bagian yang haram, dan sisanya menjadi halal baginya.
(Jamharah al-Qawaid al-Fiqhiyah lil Muamalah Maliyah, 1/344).
Dalam Majmu’ al-Fatawa, Syaikhul mengatakan,
الحرام لكسبه : كالمأخوذ غصبا أو بعقد فاسد فهذا إذا اختلط بالحلال لم يحرمه
Harta haram karena cara mendapatkannya, seperti harta haram yang
diambil dari meramas atau melalui akad yang batal, jika ini bercampur dengan
halal, maka yang haram tidak membuat yang halal ikut haram.
Kemudian Syaikhul Islam menyebutkan contohnya,
Jika ada orang mengambil harta orang lain, kemudian dia campur
dengan harta milik pribadinya, tidak membuat semuanya jadi haram. Bahkan, jika
yang halal dan yang haram berimbang, dan memungkinkan untuk diperhitungkan,
maka dia bisa mengambil bagian yang halal. (Majmu’ al-Fatawa, 29/320).
Bagaimana jika uang itu bercampur?
Wujud uangnya halal, meskipun ada sebagian yang diperoleh dari
hasil yang haram. Karena itu, acuan yang digunakan adalah nilai dan bukan benda
uangnya. Sehingga tidak masalah uangnya bercampur, selama dia tahu nilainya.
Ibnul Qoyim mengatakan,
توبة من اختلط ماله الحلال بالحرام وتعذر عليه تمييزه أن يتصدق بقدر
الحرام ويطيب باقي ماله
Taubatnya orang yang hartanya bercampur yang halal dengan yang
haram, sementara tidak memungkinkan baginya untuk membedakannya, maka dia harus
bersedekah senilai yang haram, kemudian sisa hartanya menjadi halal. (Madarij
as-Salikin, hlm. 391).
Mengacu pada penjelasan di atas, penghasilan haram yang ada pihak
anda, dan diketahui nilainya 11%, harus dikeluarkan sebagai bentuk takhallush
minal haram (membebaskan diri dari yang haram). Bisa diserahkan untuk kepentingan
fasilitas umum atau diberikan ke fakir miskin.
Selanjutnya, sisa gaji anda adalah halal.
Namun ini sama sekali bukan memotivasi anda untuk bertahan di
dunia kerja yang semacam ini. Kami lebih menekankan untuk mencari penghasiln
lain di tempat yang mungkin gajinya lebih sedikit, tapi lebih terbebas dari
setiap pelanggaran syariat.
Allahu a’lam.
Dijawab oleh Ustadz Ammi Nur Baits (Dewan
Pembina Konsultasisyariah.com)
0 komentar:
Posting Komentar