Saya melihat ada orang berwudhu dan mengusap kepala berkali-kali.
Mencuci wajah, tangan berkali2, mungkin 5 kali. Apakah wudhunnya sah?
Jawab:
Bismillah was shalatu was salamu ‘ala Rasulillah, wa ba’du,
Anggota wudhu dapat kita kelompokkan menjadi 2:
Anggota wudhu yang dicuci: wajah, tangan, dan kaki
Anggota wudhu yang diusap: kepala.
Untuk anggota wudhu yang diusap, umumnya riwayat yang shahih
menyebutkan, mengusap kepala dilakukan sekali. Sementara ada riwayat lain yang
menyebutkan 3 kali.
Dari Humran – mantan budak sahabat Utsman – beliau menceritakan,
رَأَيْتُ عُثْمَانَ بْنَ عَفَّانَ تَوَضَّأَ. فَذَكَرَ نَحْوَهُ وَلَمْ يَذْكُرِ الْمَضْمَضَةَ وَالاِسْتِنْشَاقَ وَقَالَ فِيهِ وَمَسَحَ رَأْسَهُ ثَلاَثًا ثُمَّ غَسَلَ رِجْلَيْهِ ثَلاَثًا
Saya pernah melihat Utsman bin Affan berwudhu…. Dalam
penjelasannya, Humran mengatakan, Utsman mengusap kepada 3 kali, kemudian
mencuci kedua kakinya 3 kali. (HR. Abu Daud 107 dan dinilai hasan shahih oleh
al-Albani. Dan sebelumnnya dishahihkan Ibnul Jauzi dalam Kasyful Musykil).
Karena itu, sebagian ulama menyimpulkan, dianjurkan mengusap
kepala sekali, dan dianjurkan kadang-kadang mengusap kepala 3
kali.
Abdullah bin Abi Aufa radhiyallahu ‘anhu mengatakan,
رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- تَوَضَّأَ ثَلاَثًا ثَلاَثًا
وَمَسَحَ رَأْسَهُ مَرَّةً
Aku melimat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berwudhu
3 kali-3kali. Dan beliau mengusap kepada sekali. (HR. Ibnu Majah 451 dan
dishahihkan al-Albani).
Sementara untuk anggota wudhu yang diusap, terdapat riwayat bahwa
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam terkadang melakukannnya
sekali-sekali, dua kali-dua kali, atau tiga kali-tiga kali.
Sahabat Abu Rafi’ radhiyallahu ‘anhu mengatakan,
رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- تَوَضَّأَ ثَلاَثًا
ثَلاَثًا وَمَرَّتَينِ مَرَّتَينِ وَمَرَّةً مَرَّةً
Aku melihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berwudhu
3 kali-3 kali, 2 kali – 2 kali, dan terkadang sekali-sekali. (HR. Thabrani
dalam al-Kabir dan dishahikan al-Albani dalam Silsilah as-Shahihah 2122)
Dan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memberi
batasan, maksimal 3 kali. Lebih dari 3 kali dianggap sebagai kesalahan dan
kedzaliman.
Dari Abdullah bin Amr bin ‘Ash radhiyallahu ‘anhuma,
beliau menceritakan,
جَاءَ أَعْرَابِيٌّ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
يَسْأَلُهُ عَنِ الْوُضُوءِ، فَأَرَاهُ الْوُضُوءَ ثَلَاثًا ثَلَاثًا
Ada orang badui datang menghadap Nabi shallallahu ‘alaihi
wa sallam bertanya tentang cara wudhu. Kemudian beliau ajarkan
berwudhu 3 kali-3 kali.
Lalu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
هَكَذَا الْوُضُوءُ، فَمَنْ زَادَ عَلَى هَذَا فَقَدْ أَسَاءَ
وَتَعَدَّى وَظَلَمَ
Seperti ini cara wudhu yang benar. Siapa yang melebihi 3 kali
berarti dia melakukan kesalahan, melampaui batas, dan bertindak dzalim. (HR.
Abu Daud 135, Nasai 140 dan dishahihkan Syuaib al-Arnauth).
An-Nawawi mengatakan,
وقد أجمع العلماء على كراهة الزيادة على الثلاث والمراد بالثلاث
المستوعبة للعضو وأما إذا لم تستوعب العضو إلا بغرفتين فهي غسلة واحدة
Ulama sepakat dibencinya mencuci anggota wudhu lebih dari 3 kali.
Yang dimaksud mencuci 3 kali adalah siraman yang mengenai semua permukaan kulit
anggota wudhu. Namun jika tidak menutupi kecuali dengan 2 kali cidukan tangan
maka dihitung sekali cucian. (Syarh Shahih Muslim, 3/109).
As-Syaukani menyebutkan keterangan Ibnul Mubarak,
ولا خلاف في كراهة الزيادة على الثلاث . قال ابن المبارك : لا آمن
إذا زاد في الوضوء على الثلاث أن يأثم
Tidak ada perbedaan menganai makruhnya mencuci lebih dari 3 kali.
Ibnul Mubarak mengatakan, ‘Saya tidak merasa aman, bisa jadi orang yang mencuci
anggota wudhu lebih dari 3 kali, dia akan berdosa.’ (Nailul Authar, 1/215).
Lebih dari 3 kali, wudhunya salah, tapi tetap sah
Selama semua anggota wudhu yang wajib dicuci terkena air dengan
sempurna, maka wudhunya sah. Termasuk yang membasuhnya lebih dari 3 kali. Dia
melakukan kesalahan, tapi wudhunya sah.
An-Nawawi mengatakan,
إذا زاد علي الثلاث فقد ارتكب المكروه ولا يبطل وضوءه هذا مذهبنا
ومذهب العلماء كافة
Jika lebih dari 3 kali, dia telah melanggar yang makruh, namun
wudhunya tidak batal. Ini adalah madzhab kami, dan madzhab para ulama
seluruhnya. (al-Majmu Syarh Muhadzab, 1/440)
Allahu a’lam.
Dijawab oleh Ustadz Ammi Nur Baits (Dewan
Pembina Konsultasisyariah.com)
0 komentar:
Posting Komentar