Apa hukum memakai topi (hat)? Sebagian ulama menyatakan tidak bolehnya. Seperti mungkin
sebagian kita pernah mendengar dari fatwa Syaikh Muhammad bin
Sholeh Al ‘Utsaimin. Beliau menfatwakan akan haramnya karena terdapat bentuk
tasyabbuh dengan orang kafir. Namun, topi sudah kita ketahui bersama untuk saat
ini bukan lagi model pakaian orang kafir. Dan topi yang dimaksud bukanlah
simbol keagamaan non muslim. Topi ini jelas berbeda dengan salib
yang jelas-jelas menjadi simbol religius Nashrani. Untuk itu perlu
ada kejelasan mengenai hukum mengenakan topi seperti yang digunakan oleh
anak-anak muda saat ini.
Dalam fatwa islamweb.net
dijelaskan bahwa jika kita melihat fatwa Syaikh Muhammad bin Sholeh Al
‘Utsaimin lainnya, ternyata tidak sampai beliau katakan haram. Sebagaimana
dalam fatwa Liqo’ Al Bab Al Maftuh berikut ini:
السؤال: ما حكم لبس البرنيطة أو القبعة التي يلبسها الشباب؟
Syaikh Muhammad bin Sholeh Al
‘Utsaimin ditanya, “Apa hukum memakai topi atau penutup kepala seperti
yang dipakai pemuda-pemuda saat ini?”
أعطيك قاعدة -بارك الله فيك- الأصل في لبسها الحل نوعاً وكيفية, فأي
إنسان يقول: هذا لباس حرام إما لنوعيته أو لكيفيته فعليه الدليل, فلبس البرنيطة من
هذا الباب, إذا كان هذا من عادة النصارى والكفار فإنه حرام, لأن النبي صلى الله
عليه وسلم قال: (من تشبه بقوم فهو منهم) وإذا لم يكن من عادتهم بل كان شائعاً بين
الناس يلبسه الكفار والمسلمون فلا بأس. لكني أخشى أن اللابس لها يكون في قلبه أنه
مقلد لهؤلاء النصارى أو الكفار فحينئذٍ يمنع من هذه الناحية, من كونه يعظم الكفار
فيقلدهم.
Beliau menjawab, “Aku akan
memberikan suatu kaedah penting padamu –barakallahu fiik, semoga Allah
senantiasa memberkahimu-, hukum mengenakan topi tersebut
adalah boleh baik dilihat dari jenis dan caranya. Jika ada yang mengatakan bahwa mengenakan semacam ini adalah
haram dilihat dari jenis dan caranya, maka ia harus mendatangkan dalil.
Mengenakan topi termasuk dalam kaedah ini. Jika topi semacam ini bagian dari
kebiasaan orang-orang Nashrani dan orang kafir, maka topi tersebut
menjadi haram. Karena Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda,
مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ
“Barangsiapa yang menyerupai (tasyabbuh) suatu kaum, maka dia
termasuk bagian dari mereka.”[1]Jika topi
tersebut bukan lagi menjadi bagian dari tradisi non muslim bahkan sudah
tersebar luas di tengah-tengah manusia, orang kafir mengenakannya, begitu pula
kaum muslimin, maka tidak mengapa mengenakan topi semacam itu. Akan tetapi aku
khawatirkan bahwa yang memakai topi semacam ini di dalam hatinya ada maksud
meniru-niru budaya Nashrani atau orang kafir. Oleh karenanya, dari sisi ini
terlarang karena terdapat unsur mengagungkan non muslim dan meniru-niru mereka.[2]
***
Inilah penjelasan yang amat
jelas. Penjelasan di atas menerangkan bahwa ada beda antara hukum memakai topi
yang khusus dikenakan orang kafir, dan topi yang tersebar di tengah-tengah kaum
muslimin saat ini dan topi yang dikenakan tersebut bukanlah khusus untuk orang
kafir. Inilah kaedah dalam memahami tasyabbuh yang terlarang. Kaedah tersebut
adalah:
1. Jika ada pakaian yang hanya khusus dikenakan oleh orang kafir,
maka tidak boleh bagi seorang muslim mengenakan pakaian semacam itu. Contohnya
adalah pakaian atau topi yang menjadi keistimewaan para pendeta non muslim.
2. Jika ada pakaian yang sudah tersebar luas di tengah-tengah kaum
muslimin dan tidak jadi khusus bagi non muslim, maka pakaian semacam ini tidak
dinilai tasyabbuh (yang tercela).
Yang paling utama adalah
kita berpakaian dengan meniru (tasyabbuh) pada pakaian Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Jika tidak,
maka berpakaianlah seperti pakaian yang ada di negeri kita masing-masing selama
pakaian tersebut tidak menyelisihi syari’at. Dalam liqo’ bulanan, Syaikh
Muhammad bin Sholeh Al ‘Utsaimin pernah mengatakan,
ينبغي أن نقابل الذين يلبسونها باللين واللطف ونقول: لا ينبغي أن
تخرج عن عادة البلد دون الإنكار عليه
“Hendaklah kita bersikap
lemah lemut. Kami katakan, “Tidak pantas jika seseorang keluar dari kebiasaan
berpakaian di negerinya dan sampai menolaknya.”
Catatan: Mengenai video Syaikh Muhammad bin Sholeh Al ‘Utsaimin yang
tersebar di Youtube yang membicarakan tentang haramnya memakai topi, maka ada beberapa
alasan sebagai jawabannya:
1. Barangkali itu fatwa Syaikh
Muhammad bin Sholeh Al ‘Utsaimin terdahulu dan di atas adalah fatwa belakangan.
Fatwa di atas lebih jelas dan menyampaikan kaedah yang lebih rinci.
2. Kita pahami fatwa dengan
dalam video tersebut dengan kaedah yang beliau bawakan di atas. Apakah sekarang
topi tersebut hanya spesial untuk orang kafir? Atau kaum muslimin sudah
dianggap biasa mengenakannya? Jika sudah menjadi kebiasaan orang banyak -bukan
hanya spesial untuk orang kafir-, maka tidak ada masalah mengenakannya.
3. Fatwa ulama tidak bisa
menghukumi seseorang seperti layaknya hukum di pengadilan. Sehingga jika ada
yang menyelisihi fatwa tersebut karena menimbang dengan alasan lainnya yang
lebih kuat, tidak bisa kita anggap dia keliru.
Wallahu a’lam.
@ KSU, Riyadh, KSA, 22
Jumadats Tsaniyah 1433 H
0 komentar:
Posting Komentar