Assalamu’alaykum warahmatullah
Atasan saya seorang keturunan
cina. Dalam waktu dekat ini dia akan berkunjung ke kantor dimana saya bekerja.
Dan mungkin akan memberi angpao pada semua karyawan. Apa yang
harus saya lakukan? Apa hukumnya menerima angpao tersebut?
Jazakillahu khairan
Dari: Anggun
(anggun******@yahoo.com)
Jawaban:
Wa alaikumus salam
warahmatullah
Alhamdulillah was shalatu was
salamu ‘ala rasulillah, amma ba’du,
Pertama, islam tidak melarang kita untuk bersikap baik terhadap
orang non muslim yang tidak mengganggu. Salah satunya adalah dengan menerima hadiah dari orang kafir.
Allah berfirman,
لا يَنْهَاكُمُ اللَّهُ عَنِ الَّذِينَ لَمْ
يُقَاتِلُوكُمْ فِي الدِّينِ وَلَمْ يُخْرِجُوكُمْ مِنْ دِيَارِكُمْ أَنْ
تَبَرُّوهُمْ وَتُقْسِطُوا إِلَيْهِمْ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُقْسِطِينَ
“Allah tidak melarang kamu
untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada memerangimu
karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah
menyukai orang-orang yang berlaku adil.” (QS. Al-Mumtahanan: 8)
Dalam kitab shahihnya, Imam
Bukhari membuat judul bab:
بَابُ
قَبُولِ الهَدِيَّةِ مِنَ المُشْرِكِينَ
Bab: Bolehnya menerima hadiah dari orang musyrik (Al-Jami’
As-Shahih, 3/163).
Selanjutnya, Imam Bukhari
menyebutkan beberapa riwayat tentang menerima hadiah dari orang kafir. Berikut
diantaranya,
1. Riwayat dari Abu Huamid,
قَالَ أَبُو حُمَيْدٍ: أَهْدَى مَلِكُ أَيْلَةَ
لِلنَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بَغْلَةً بَيْضَاءَ، وَكَسَاهُ
بُرْدًا، وَكَتَبَ لَهُ بِبَحْرِهِمْ
Abu Humaid mengatakan, “Raja
Ailah menghadiahkan untuk Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam seekor bighal putih, beliau diberi
selendang, dan kekuasaan daerah pesisir laut.
2. Riwayat dari Anas bin Malik radhiyallahu
‘anhu, beliau mengatakan,
إِنَّ أُكَيْدِرَ دُومَةَ أَهْدَى إِلَى النَّبِيِّ
صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّم
Bahwa Ukaidir Dumah (raja di
daerah dekat tabuk) memberi hadiah kepada Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam.
3. Keterangan dari Anas bin Malik,
أَنَّ يَهُودِيَّةً أَتَتِ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ بِشَاةٍ مَسْمُومَةٍ، فَأَكَلَ مِنْهَا
Bahwa ada seorang perempuan
yahudi yang datang kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan membawa daging kambing yang
diberi racun. Kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memakannya..
Semua riwayat di atas, yang
disebutkan Imam bukhari dalam shahihnya, menunjukkan bolehnya menerima hadiah
dari orang kafir.
Kedua, hukum menerima hadiah pada hari raya orang kafir
Angpao dibagikan dalam rangka
memeriahkan hari raya imlek. Dengan demikian, angpao merupakan hadiah hari raya
orang kafir, sebagaimana hadiah natal.
Untuk mendapatkan kesimpulan
hukum tentang hadiah yang diberikan pada saat hari raya mereka, mari kita simak
beberapa keterangan ulama berikut,
Syaikhul Islam mengatakan,
وأما قبول الهدية منهم يوم عيدهم فقد قدمنا عن علي بن
أبي طالب رضي الله عنه أنه أتي بهدية النيروز فقبلها .
“Menerima hadiah orang kafir
pada hari raya mereka, telah ada dalilnya dari Ali bin Abi Thalib radhiallahu’anhu bahwa beliau mendapatkan hadiah pada
hari raya Nairuz (perayaan tahun baru orang majusi), dan beliau menerimanya.”
وروى ابن أبي شيبة .. أن امرأة سألت عائشة قالت إن لنا
أظآرا [جمع ظئر ، وهي المرضع] من المجوس ، وإنه يكون لهم العيد فيهدون لنا فقالت :
أما ما ذبح لذلك اليوم فلا تأكلوا ، ولكن كلوا من أشجارهم .
Diriwayatkan Ibnu Abi Syaibah,
bahwa ada seorang wanita bertanya kepada Aisyah radhiallahu’anha,
Kami memiliki seorang ibu susu beragama majusi. Ketika hari raya, mereka
memberi hadiah kepada kami. Kemudian Aisyah menjelaskan, “Jika itu berupa hewan
sembelihan hari raya maka jangan dimakan, tapi makanlah buah-buahannya.”
و.. عن أبي برزة أنه كان له سكان مجوس فكانوا يهدون له
في النيروز والمهرجان ، فكان يقول لأهله : ما كان من فاكهة فكلوه ، وما كان من غير
ذلك فردوه .
Dari Abu barzah, bahwa beliau
memiliki sebuah rumah yang dikontrak orang majusi. Ketika hari raya Nairuz dan
Mihrajan, mereka memberi hadiah. Kemudian Abu Barzah berpesan kepada
keluarganya, “Jika berupa buah-buahan, makanlah. Selain itu, kembalikan.”
فهذا كله يدل على أنه لا تأثير للعيد في المنع من قبول
هديتهم ، بل حكمها في العيد وغيره سواء ؛ لأنه ليس في ذلك إعانة لهم على شعائر
كفرهم … “.
Semua riwayat ini menunjukkan
bahwa ketika hari raya orang kafir, tidak ada larangan untuk menerima hadiah
dari mereka. Hukum menerima ketika hari raya mereka dan di luar hari raya
mereka, sama saja. Karena menerima hadiah tidak ada unsur membantu mereka dalam
menyebar syiar agama mereka. (Iqtidha’ Shirat al-Mustaqim, 2:5)
Kemudian Syaikhul Islam
menegaskan bahwa sembelihan ahli kitab, meskipun pada asalnya hukumnya halal,
namun jika disembelih karena hari raya mereka maka statusnya tidak boleh
dimakan. Beliau menyatakan,
وأما ما ذبحه أهل الكتاب لأعيادهم وما يتقربون بذبحه
إلى غير الله نظير ما يذبح المسلمون هداياهم وضحاياهم متقربين بها إلى الله تعالى
، وذلك مثل ما يذبحون للمسيح والزهرة ، فعن أحمد فيها روايتان أشهرهما في نصوصه
أنه لا يباح أكله وإن لم يسم عليه غير الله تعالى ، ونقل النهي عن ذلك عن عائشة
وعبد الله بن عمر.
Sembelihan ahli kitab untuk
hari raya mereka dan sembelihan yang mereka jadikan untuk mendekatkan diri kepada
selain Allah, statusnya sembelihan ibadah sebagaimana layaknya yang dilakukan
kaum muslimin ketika berqurban atau menyembelih hewan hadyu, sebagai sarana
untuk mendekatkan diri kepada Allah. Sembelihan dalam rangka hari raya ahli
kitab, seperti mennyembelih untuk Al-Masih atau Az-Zahrah. Ada dua riwayat dari
Imam Ahmad. Riwayat yang lebih banyak dari beliau adalah tidak boleh dimakan.
Meskipun ketika menyembelih tidak menyebut nama selain Allah. Dan terdapat
riwayat yang melarang memakan sembelihan ini dari A’isyah dan Abdullah bin Umar radhiyallahu
‘anhum. (Iqtidha’ Shirat al-Mustaqim, 2:6).
Orang Muslim Tidak Boleh Meniru
Syaikhul islam menegaskan,
seorang muslim tidak boleh memberikan hadiah kepada muslim yang lain pada hari
raya orang kafir. Beliau mengatakan,
ومن أهدى من المسلمين هدية في هذه الأعياد ، مخالفة
للعادة في سائر الأوقات غير هذا العيد ، لم تقبل هديته ، خصوصا إن كانت الهدية مما
يستعان بها على التشبه بهم ، مثل : إهداء الشمع ونحوه في الميلاد أو إهداء البيض
واللبن والغنم في الخميس الصغير الذي في آخر صومهم ، وكذلك أيضا لا يهدى لأحد من
المسلمين في هذه الأعياد هدية لأجل العيد ، لا سيما إذا كان مما يستعان بها على
التشبه بهم كما ذكرناه
Seorang muslim yang memberikan
hadiah ketika hari raya orang kafir, padahal itu tidak pernah dia lakukan di
luar hari raya tersebut maka hadiahnya tidak boleh diterima. Terlebih jika
hadiah tersebut membantu untuk ikut meniru kebiasaan orang kafir, seperti
menghadiahkan lilin atau semacamnya ketika natal, atau menghadiahkan telur,
susu, dan daging kambing ketika hari kamis di tanggal terakhir puasa mereka.
Demikian pula, tidak boleh memberi hadiah kepada orang muslim pada hari raya
non mulim, dalam rangka memeriahkan hari tersebut. Terlebih jika benda itu
mendukung untuk meniru kebiasaan mereka, sebagaimana yang telah kami sebutkan.
(Iqtidha’ Shirat al-Mustaqim, 1:461)
Tidak berlaku sebaliknya
Penjelasan di atas, terkait
hukum menerima hadiah dari orang kafir. Namun hukum ini tidak berlaku untuk
kasus sebaliknya, memberikan hadiah kepada orang kafir ketika hari raya mereka.
Ulama Hanafi menegaskan, memberi hadiah dari orang kafir dalam rangka
memeriahkan hari raya mereka, hukumnya terlarang, dan bahkan mereka anggap
sebagai pembatal islam. Az-Zaila’i (ulama hanafi) mengatakan,
(والإعطاء باسم النيروز والمهرجان لا يجوز) أي الهدايا باسم هذين
اليومين حرام بل كفر , وقال أبو حفص الكبير رحمه الله لو أن رجلا عبد الله خمسين
سنة ثم جاء يوم النيروز , وأهدى لبعض المشركين بيضة ، يريد به تعظيم ذلك اليوم ،
فقد كفر , وحبط عمله .
“(Hadiah dengan nama Nairuz dan
Mihrajan, hukumnya tidak boleh). Maksudany, hadiah dalam rangka memeriahkan dua
hari ini hukumnya haram bahkan kekafiran. Abu Hafs Al-Kabir mengatakan, ‘Jika
ada orang yang beribadah kepada Allah selama 50 tahun. Kemudian dia datang pada
hari Nairuz, dan memberikan hadiah telur kepada orang musyrik, dalang rangka
memeriahkan dan mengagungkan hari raya itu maka dia telah murtad dan amalnya
terhapus.” (Tabyin Al-Haqaiq, 6/228).
Kesimpulan yang bisa kita catat
dari penjelasan di atas, bahwa kita dibolehkan menerima hadiah dari orang kafir
pada hari raya mereka, dengan syarat,
·
Hadiah itu bukan termasuk sembelihan mereka
·
Hadiah itu bukan termasuk benda yang memfasilitasi
orang untuk meniru ciri khas mareka saat hari raya.
·
Menerima hadiah itu sama sekali tidak dikesankan
mendukung acara mereka.
·
Menerima hadiah itu dalam rangka mengambil hati
mereka, dengan harapan, mereka bisa simpati kepada islam.
Dengan demikian, jika menerima hadiah angpao memenuhi beberapa persyaratan
di atas, hukumnya dibolehkan.
Allahu a’lam.
Referensi: Fatwa islam, no. 85108
Dijawab oleh Ustadz Ammi Nur Baits (Dewan Pembina Konsultasisyariah.com)
Dijawab oleh Ustadz Ammi Nur Baits (Dewan Pembina Konsultasisyariah.com)
0 komentar:
Posting Komentar