Assalamu’alaykum.. Ustadz, apakah masih bolehnya orang syiah
berhaji ke mekkah bisa menjadi dasar bahw syiah tidak kafir, krn orang kafir
tdk boleh masuk mekkah. Apakah syiah zaidiyyah dan ja’fariyah
masih bagian dari islam? Apakah syiah Rafidhah telah
kafir secara mutlak? Mhn penjelasan. Syukron.
Dari: Abu Tsuraya
Jawaban:
Wa alaikumus salam
Bismillah was shalatu was salamu ‘ala rasulillah, amma ba’du,
Bismillah was shalatu was salamu ‘ala rasulillah, amma ba’du,
Pertanyaan ini mungkin menjadi tanda tanya besar sebagian orang.
Terutama yang pernah membaca berita tentang syiah. Jika memang syiah kafir,
mengapa masih diizinkan untuk berhaji? Mengapa masih diizinkan untuk masuk
masjidil haram? dst.
Dan mungkin karena alasan inilah, sebagian orang meragukan
kekufuran syiah. Benarkah syiah itu kafir? Sebagian mengatakan kafir, sebagian
belum tega menyatakan kafir. Namun, dengan munculnya perbedaan ini, setidaknya
kita bisa mengambil kesimpulan, sejatinya kaum muslimin telah sepakat bahwa
syiah adalah sesat. Hanya saja mereka berbeda pendapat, apakah kesesatan syiah
sudah sampai pada tingkat layak dikafirkan ataukah belum. Ini bagian penting
yang perlu kita catat.
Kita kembali pada inti pertanyaan, jika syiah kafir,
mengapa syiah masih diizinkan untuk berhaji dan mendatangi tanah suci?
Ada beberapa pendekatan untuk menjawab pertanyaan ini,
Pertama, kaum muslimin sepakat bahwa syiah adalah sesat. Kami tidak
perlu menyebutkan bukti akan hal ini, karena sudah terlalu banyak. Dan
kesesatan syiah bertingkat-tingkat. Karena sekte syiah terpecah
berkeping-keping menjadi sekian banyak sekte. Ada yang dianggap mendekati ahlus
sunah, ada yang pertengahan, bahkan ada yang memiliki ajaran berbeda dengan
berbagai prinsip ajaran islam.
Diantara sekte syiah yang dinyatakan paling dekat dengan ajaran
islam dari pada sekte lainnya adalah syiah zaidiyah, yang banyak tersebar di
Yaman. Sekte ini tidak mengkafirkan sahabat, dan banyak bersebarangan dengan
sekte imamiyah di Iran. Karena itu ada sebagian orang yang menolak ketika
zaidiyah disebut syiah. Zaidiyah sangat berbeda dengan syiah. (simak Al-Farq
baina Al-Firaq, 1/15).
Disamping itu, tidak semua orang syiah paham tentang islam dan
inti ajaran islam. Bahkan bisa jadi, sebagian besar hanyalah korban ideologi
sesat. Sebagaimana layaknya PKI masa silam. Kita yakin, tidak semua para petani
tebu paham apa itu komunis, tahunya hanya ikut kumpul-kumpul dan dipanasi untuk
melawan pemerintah.
Kami menduga kuat, sebagian besar orang syiah hanya korban
ideologi. Masyarakat syiah sampang, bisa jadi, mereka sama sekali tidak paham
dan tidak tahu menahu apa itu syiah, apa itu aqidah imamiyah. Mereka hanya
didoktrin: cinta ahlul bait.. cinta ahlul bait… dan selain kelompok mereka,
divonis membenci ahlul bait. Anda bisa menyimak pengakuan mereka di: Taubatnya 3 Wanita Syiah .
Memahami latar belakang ini, Iran menjadi negara yang sangat
eksklusif. Tidak semua chanel TV bisa diakses di Iran. Karena pemerintah sangat
khawatir, masyarakatnya terpengaruh dengan dakwah islam yang disiarkan melalui
TV satelit. Demikian informasi yang saya dengar dari salah seorang doktor dari
Universitas Islam Madinah.
Karena itulah, perlu dirinci antara hukum untuk sekte dan hukum
untuk penganut sekte. Para ulama membedakan antara hukum untuk sekte syiah dan
hukum untuk penganut sekte syiah. Sekte syiah yang mengajarkan prinsip yang
bertentangan dengan inti ajaran islam, seperti mengkafirkan Abu Bakar, Umar,
dan beberapa sahabat lainnya. Atau menuduh A’isyah radhiyallahu ‘anha berzina.
Sekte semacam ini dihukumi kafir. Karena dengan prinsip ini, menyebabkan orang
menjadi murtad, keluar dari islam.
Demikian pula hukum untuk penganut syiah. Pendapat yang tepat
dalam hal ini, tidak menyama-ratakan hukum mereka. Bisa jadi ada sebagian
diantara mereka yang memahami bahwa ajaran syiah itulah islam. Seperti
kesaksian 3 wanita syiah yang taubat di atas. Sejak lahir hingga besar, yang
dia tahu bahwa islam adalah apa yang mereka dengar di lingkungannya.
Lebih dari itu, mereka yang datang ke tanah suci, tidak diketahui
dengan pasti aqidahnya. Mereka datang dengan passport resmi negara. Dan akan
sangat tidak memungkinkan untuk ngecek satu-satu aqidah setiap orang yang
datang ke tanah suci. Bisa dipastikan, semacam ini tidak mungkin dilakukan.
Sebagai gambaran yang lebih mendekati, dukun termasuk sosok orang
kafir yang gentayangan di manapun. Karena mereka mempraktekkan sihir. Dan di
indonesia, dukun yang merangkap kiyai sangat banyak. Bahkan sebagian mereka
menjadi pembimbing haji, karena punya banyak pengikut. Secara aturan, mereka
terlarang masuk masjidil haram. Tapi bagaimana mereka bisa difilter??
Kedua, mengapa pemerintah Saudi tidak membuat pengumuman
besar, syiah dilarang berhaji. Sehingga menjadi peringatan bagi mereka untuk
tidak masuk masjidil haram.
Barangkali pertanyaan inilah yang lebih mendekati. Mengapa
pemerintah Saudi tidak melarang dengan tegas orang syiah untuk tidak berhaji?
Padahal mereka sempat bikin onar di makam Baqi’, dengan mencoba membongkar
kuburan A’isyah. Anda bisa saksikan tayangan ini:
Anak-anak syiah meneriakkan Labbaika ya Husain… (ganti
dari labbaik Allahumma labbaik). Mereka mengambili tanah satu kuburan, yang disangka
kuburan A’isyah. Mereka ingin membongkarnya, tapi diusir oleh Askar.
Mengapa mereka dibiarkan?
Pembaca yang budiman, anda bisa menilai kebijakan ini.
Pemerintah Saudi memahami bahwa Mekah dan Madinah, bukan semata
urusan negara. Tapi urusan kaum muslimin sedunia. Mereka yang berhaji,
yang datang ke tanah suci, tidak hanya muslim ahli tauhid, tapi pembela syirik
yang mengaku muslim juga sangat banyak. Karena itulah, banyak situs haji yang
disalah gunakan oleh pembela kesyirikan, tetap dibiarkan di Saudi. Pemerintah
Saudi menggunakan prinsip toleran. Membongkar situs semacam ini, bisa jadi akan
membuat banyak kaum muslimin marah, dan menimbulkan kekacauan. Sungguh aneh,
ketika ada orang yang menuduh, pemerintah Saudi ingin menghancurkan kuburan
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Penjelasan selengkapnya, bisa
anda simak di: Fitnah Arab Saudi akan
Menggusur Makam Nabi
Kemudian, sejatinya pemerintah Saudi menerapkan politik yang
pernah diterapkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Sekte syiah
adalah sekte sesat. Terutama sekte Syiah Iran, yang mengkafirkan seluruh
sahabat dan kaum muslimin. Mereka mayakini Al-Quran tidak otentik dan telah
diubah. Bahkan salah satu tokohnya: At-Thibrisy, menulis satu buku untuk
membuktikan bahwa Al-Quran yang dipegang kaum muslimin tidak otentik. Buku itu
berjudul: فصل الخطاب في تحريف كتاب رب الأرباب [Kalimat pemutus tentang adanya penyimpangan dalam kitab Tuhan].
Dia menyebutkan berbagai sumber syiah untuk meyakinkan umat bahwa Al-Quran yang
ada di tangan kaum muslimin telah dipalsukan sahabat. (Maha Suci Allah dari
tuduhan keji mereka). Sementara itu, mereka memiliki prinsip taqiyah, berbohong
untuk mencari aman. Sehingga tidak mungkin bisa ditangkap dengan bukti yang
terang.
Di masa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, keadaan
yang paling mirip dengan mereka adalah orang munafik. Ketika berkumpul bareng
kaum muslimin, mereka sok muslim, ikut shalat jamaah, ikut jihad, menampakkan
dirinya sebagaimana layaknya muslim. Begitu mereka kumpul dengan sesama
munafik, baru mereka menampakkan kotoran hatinya, dan upayanya untuk
menghancurkan islam. Allah berfirman tentang mereka,
وَيَقُولُونَ طَاعَةٌ فَإِذَا بَرَزُوا مِنْ عِنْدِكَ بَيَّتَ
طَائِفَةٌ مِنْهُمْ غَيْرَ الَّذِي تَقُولُ وَاللَّهُ يَكْتُبُ مَا يُبَيِّتُونَ
فَأَعْرِضْ عَنْهُمْ وَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ وَكَفَى بِاللَّهِ وَكِيلًا
Mereka orang-orang munafik mengatakan: “(Kewajiban Kami hanyalah)
taat”. tetapi apabila mereka telah pergi dari sisimu, sebahagian dari mereka
mengatur siasat di malam hari (mengambil keputusan) lain dari yang telah mereka
katakan tadi. Allah menulis siasat yang mereka atur di malam hari itu, Maka
berpalinglah kamu dari mereka dan tawakallah kepada Allah. cukuplah Allah
menjadi Pelindung. (QS. An-Nisa: 81)
Kita tidak boleh berpikiran, bisa jadi Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam tidak tahu siapa saja orang munafik. Kita tidak
boleh berpikir demikian. Karena berarti kita suudzan kepada Allah. Bagian dari
penjagaan Allah kepada Nabi-Nya adalah dengan memberikan informasi siapa saja
musuh beliau, termasuk musuh dalam selimut, yaitu orang munafik. Allah menurunkan
beberapa wahyu dan ayat yang menjelaskan siapa mereka. Ayat semacam ini
diisitilah dengan ayat atau surat Fadhihah. (simak Tafsir At-Thabari 14/332,
Ibn Katsir 4/171, dan Tafsir Al-Baghawi 4/7)
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tahu siapa
saja mereka, dan bahkan ada sahabat yang tahu siapa saja munafik di Madinah.
Diantaranya adalah Hudzaifah ibnul Yaman. Beliau diberitahu oleh Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam beberapa nama orang munafik di Madinah. Dan karena
inilah, Hudzaifah digelari dengan Shohibu sirrin Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam (pemilik rahasia nabi).
Pertanyaan yang mendasar, mengapa Nabi shallallahu ‘alaihi
wa sallam dan para sahabat tidak mengusir orang munafik itu dari
Madinah? Mengapa beliau tidak memerangi atau bahkan membiarkan mereka tetap
berkeliaran di Madinah?
Umar berkali-kali menawarkan diri untuk membunuh gembong munafik
Abdullah bin Ubay bin Salul. Namun Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam selalu
melarang beliau dan mengatakan,
دَعْهُ لَا يَتَحَدَّثُ النَّاسُ أَنَّ مُحَمَّدًا يَقْتُلُ
أَصْحَابَهُ
“Biarkan dia, jangan sampai manusia berkomentar bahwa Muhammad
membunuh sahabatnya.” (HR. Bukhari 4905, Muslim 2584, Turmudzi 3315, dan yang
lainnya).
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak
membunuh mereka, tidak mengusir mereka, dalam rangka menghindari dampak buruk
yang lebih parah. Membiarkan mereka di keliaran di Madinah, dampaknya lebih
ringan dari pada membantai mereka.
Anda tidak boleh mengatakan, Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam membiarkan mereka keluar masuk masjid nabawi, itu bukti bahwa
orang munafik BUKAN orang kafir. Kalau mereka bukan orang muslim, kan
seharusnya mereka tidak boleh masuk tanah suci Madinah? Jelas ini
adalah kesimpulan 100% salah.
Kebijakan itulah yang ditempuh pemerintah Saudi. Apa yang akan dikatakan
muslim seluruh dunia ketika pemerintah Saudi melarang seluruh orang syiah Iran
berangkat haji??
Dengan demikian, tidak ada hubungannya antara kehadiran syiah ke
tanah suci dan keikut-sertaan mereka dalam ibadah haji, dengan status aqidah
mereka yang dinilai kafir oleh para ulama.
Allahu a’lam
Dijawab oleh Ustadz Ammi Nur Baits (Dewan
Pembina Konsultasisyariah.com)
0 komentar:
Posting Komentar