Bismillah … Segala pujian
hanyalah milik Allah. Shalawat dan salam kepada Nabi kita Muhammad, keluarga
dan sahabatnya.
Masalah ini adalah
masalah nawazil (kontemporer) yang tidak didapati di masa silam. Oleh karena
itu, bagaimana hukum dalam masalah ini, para ulama berselisih pendapat karena
perbedaan dalam memahami dalil dan punya pilihan ijtihad masing-masing. Pada
kesempatan kali ini, kami akan berusaha menyajikan masalah ini secara
ringkas.
Hukum Menggambar
Tentang masalah hukum tashwir (menggambar), hukumnya haram. Berikut adalah dalil-dalil
yang menunjukkan hal ini.
Dari Abu Hurairah radhiyallahu anhu, ia berkata: Saya
mendengar Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
قَالَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ وَمَنْ أَظْلَمُ مِمَّنْ ذَهَبَ
يَخْلُقُ كَخَلْقِي فَلْيَخْلُقُوا بَعُوضَةً أَوْ لِيَخْلُقُوا ذَرَّةً
“Allah ‘Azza wa Jalla berfirman, “Siapakah yang lebih zholim
daripada orang yang berkehendak mencipta seperti ciptaan-Ku. Coba mereka
menciptakan lalat atau semut kecil (jika mereka memang mampu)!” (HR. Bukhari no. 5953 dan Muslim no. 2111, juga Ahmad 2: 259,
dan ini adalah lafazhnya)
Juga dari Abu Hurairah
dalam riwayat lain disebutkan,
قَالَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ وَمَنْ أَظْلَمُ مِمَّنْ ذَهَبَ
يَخْلُقُ كَخَلْقِى ، فَلْيَخْلُقُوا ذَرَّةً ، أَوْ لِيَخْلُقُوا حَبَّةً أَوْ
شَعِيرَةً
“Allah ‘Azza wa Jalla berfirman, “Siapakah yang lebih zholim
daripada orang yang mencipta seperti ciptaan-Ku. Coba mereka menciptakan semut
kecil, biji atau gandum (jika mereka memang mampu)! ” (HR. Bukhari no. 7559)
Dari Abdullah bin
Mas’ud radhiyallahu ‘anhu dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwa
beliau bersabda,
إِنَّ أَشَدَّ النَّاسِ عَذَابًا عِنْدَ اللَّهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ
الْمُصَوِّرُونَ
“Sesungguhnya manusia yang paling keras siksaannya di sisi Allah
pada hari kiamat adalah tukang penggambar.” (HR. Bukhari
no. 5950 dan Muslim no. 2109)
Dari ‘Abdullah bin
‘Umar radhiyallahu ‘anhuma, dia berkata,
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
إِنَّ الَّذِينَ يَصْنَعُونَ هَذِهِ الصُّوَرَ يُعَذَّبُونَ يَوْمَ
الْقِيَامَةِ يُقَالُ لَهُمْ أَحْيُوا مَا خَلَقْتُمْ
“Sesungguhnya mereka yang membuat gambar-gambar akan disiksa pada
hari kiamat. Akan dikatakan kepada mereka, “Hidupkanlah apa yang kalian
ciptakan.” (HR. Bukhari no. 5961 dan Muslim no. 5535)
Dari Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata bahwa
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ صَوَّرَ صُورَةً عُذِّبَ حَتَّى يَنْفُخَ فِيهَا الرُّوحَ
وَلَيْسَ بِنَافِخٍ فِيهَا
“Barangsiapa yang membuat gambar, ia akan disiksa hingga ia bisa
meniupkan ruh pada gambar yang ia buat. Namun kenyataannya ia tidak bisa
meniupnya.” (HR. An Nasai no. 5359 dan Ahmad 1: 216. Syaikh Al Albani
mengatakan bahwa hadits ini shahih)
Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata, “Dalam hadits ini dibedakan antara gambar hewan
(yang memiliki ruh, pen) dan bukan hewan. Hal ini mengandung pelajaran bahwa
boleh saja menggambar pohon dan benda logam di baju atau kain, dan menggambar
yang lain (yang tidak memiliki ruh, pen).” (Majmu’ Al Fatawa, 29: 370)
Dalam hadits berikut juga
menunjukkan bahwa jika kepala dihapus dari gambar, maka gambarnya tidak jadi
bermasalah.
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu dia berkata,
اسْتَأْذَنَ جِبْرِيلُ عَلَيْهِ السَّلام عَلَى النَّبِيِّ صلى الله
عليه وسلم فَقَالَ : « ادْخُلْ » . فَقَالَ : « كَيْفَ أَدْخُلُ وَفِي بَيْتِكَ
سِتْرٌ فِيهِ تَصَاوِيرُ فَإِمَّا أَنْ تُقْطَعَ رُؤوسُهَا أَوْ تُجْعَلَ بِسَاطًا
يُوطَأُ فَإِنَّا مَعْشَرَ الْمَلائِكَةِ لا نَدْخُلُ بَيْتًا فِيهِ تَصَاوِيرُ
“Jibril ‘alaihis salam meminta izin kepada Nabi maka Nabi bersabda, “Masuklah.”
Lalu Jibril menjawab, “Bagaimana saya mau masuk sementara di dalam rumahmu ada
tirai yang bergambar. Sebaiknya kamu menghilangkan bagian kepala-kepalanya atau
kamu menjadikannya sebagai alas yang dipakai berbaring, karena kami para
malaikat tidak masuk rumah yang di dalamnya terdapat gambar-gambar.” (HR. An-Nasai no. 5365. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa
hadits ini shahih)
Dalam hadits lain,
Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda,
اَلصُّوْرَةٌ الرَّأْسُ ، فَإِذَا قُطِعَ فَلاَ صُوْرَةٌ
“Gambar itu adalah kepala, jika
kepalanya dihilangkan maka tidak lagi disebut gambar.” (HR. Al-Baihaqi 7/270. Syaikh Al Albani mengatakan hadits ini
shahih dalam As Silsilah Ash Shohihah no. 1921)
Hati-Hati dengan Penghasilan
dari Melukis!
Mari kita perhatikan hadits
Sa’id bin Abil Hasan berikut ini.
عَنْ سَعِيدِ بْنِ أَبِى الْحَسَنِ قَالَ كُنْتُ عِنْدَ ابْنِ
عَبَّاسٍ – رضى الله عنهما – إِذْ أَتَاهُ رَجُلٌ فَقَالَ يَا أَبَا عَبَّاسٍ
إِنِّى إِنْسَانٌ ، إِنَّمَا مَعِيشَتِى مِنْ صَنْعَةِ يَدِى ، وَإِنِّى أَصْنَعُ
هَذِهِ التَّصَاوِيرَ . فَقَالَ ابْنُ عَبَّاسٍ لاَ أُحَدِّثُكَ إِلاَّ مَا
سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – يَقُولُ سَمِعْتُهُ يَقُولُ «
مَنْ صَوَّرَ صُورَةً فَإِنَّ اللَّهَ مُعَذِّبُهُ ، حَتَّى يَنْفُخَ فِيهَا
الرُّوحَ ، وَلَيْسَ بِنَافِخٍ فِيهَا أَبَدًا » . فَرَبَا الرَّجُلُ رَبْوَةً
شَدِيدَةً وَاصْفَرَّ وَجْهُهُ . فَقَالَ وَيْحَكَ إِنْ أَبَيْتَ إِلاَّ أَنْ
تَصْنَعَ ، فَعَلَيْكَ بِهَذَا الشَّجَرِ ، كُلِّ شَىْءٍ لَيْسَ فِيهِ رُوحٌ
Dari Sa’id bin Abil Hasan,
ia berkata, “Aku dahulu pernah berada di sisi Ibnu ‘Abbas –radhiyallahu ‘anhuma-. Ketika itu ada seseorang
yang mendatangi beliau lantas ia berkata, “Wahai Abu ‘Abbas, aku adalah
manusia. Penghasilanku berasal dari hasil karya tanganku. Aku biasa membuat
gambar seperti ini.” Ibnu ‘Abbas kemudian berkata, “Tidaklah yang kusampaikan
berikut ini selain dari yang pernah kudengar dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Aku pernah
mendengar beliau bersabda, “Barangsiapa yang membuat gambar, Allah akan mengazabnya hingga ia
bisa meniupkan ruh pada gambar yang ia buat. Padahal ia tidak bisa meniupkan
ruh tersebut selamanya.” Wajah si pelukis tadi ternyata berubah menjadi kuning. Kata
Ibnu ‘Abbas, “Jika engkau masih tetap ingin melukis, maka gambarlah pohon atau
segala sesuatu yang tidak memiliki ruh.” (HR. Bukhari no. 2225)
Hadits ini menunjukkan
bahwa gambar yang masih dibolehkan untuk dilukis adalah gambar yang tidak
memiliki ruh yaitu selain hewan dan manusia. Hadits Sa’id di atas juga
menunjukkan terlarangnya pekerjaan pelukis yang hasil karyanya dengan melukis
makhluk yang memiliki ruh. Namun jika yang digambar adalah pepohonan, laut,
gunung dan selain gambar yang memiliki ruh, tidaklah masalah. Imam Muhammad bin
Isma’il Al Bukhari rahimahullah membawakan hadits di atas
dalam kitab shahihnya, “Bab jual beli gambar makhluk yang tidak memiliki ruh dan yang
menunjukkan terlarangnya pekerjaan dari gambar yang memiliki ruh.”
Hukum Foto dengan Kamera
Jika kita sudah mengetahui
secara jelas hukum gambar makhluk yang memiliki ruh, sekarang kita beralih pada
permasalahan yang lebih kontemporer yang tidak dapati di masa silam. Mengenai
masalah foto dari jepretan kamera, para ulama ada khilaf (silang pendapat). Ada
yang melarang dan menyatakan haram karena beralasan:
Hadits yang membicarakan hukum
gambar itu umum, baik dengan melukis dengan tangan atau dengan alat seperti
kamera. Lalu ulama yang melarang membantah ulama yang membolehkan foto kamera
dengan menyatakan bahwa alasan yang dikemukakan hanyalah logika dan tidak bisa
membantah sabda Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam. Mereka juga mengharamkan
dengan alasan bahwa foto hasil kamera masih tetap disebut shuroh (gambar)
walaupun dihasilkan dari alat, tetapi tetap sama-sama disebut demikian.[1]
Sedangkan ulama lain membolehkan hal ini dengan alasan dalil-dalil di atas yang telah disebutkan.
Sisi pendalilan mereka:
Foto dari kamera bukanlah
menghasilkan gambar baru yang menyerupai ciptaan Allah. Gambar yang terlarang
adalah jika mengkreasi gambar baru. Namun gambar kamera adalah gambar ciptaan
Allah itu sendiri. Sehingga hal ini tidak termasuk dalam gambar yang nanti
diperintahkan untuk ditiupkan ruhnya. Foto yang dihasilkan dari kamera ibarat
hasil cermin. Para ulama bersepakat akan bolehnya gambar yang ada di cermin.
Alasan kedua ini
disampaikan oleh Syaikhuna –Syaikh Sa’ad Asy Syatsri hafizhohullah–[2], yang di masa silam beliau menjadi anggota Hay-ah Kibaril ‘Ulama
(kumpulan ulama besar Saudi Arabia).
Pendapat kedua yang
membolehkan foto hasil kamera, kami rasa lebih kuat dengan alasan yang sudah
dikemukakan.
Demikian pembahasan kami
secara singkat dari penjelasan para ulama yang kami peroleh. Moga
bermanfaat. Semoga Allah senantiasa memberikan kita ketakwaan untuk menjauhi
segala yang Allah larang.
Segala puji bagi Allah yang
dengan nikmat-Nya segala kebaikan menjadi sempurna. Hanya Allah yang memberi
taufik.
@ Ummul Hamam, Riyadh, KSA,
27 Muharram 1433 H
0 komentar:
Posting Komentar