Dalam masalah ini, sebagian
orang bersikap terlalu keras. Demikian sikap kami pula di masa silam. Namun
setelah mengkaji dan melihat serta menimbang dalil ternyata dapat disimpulkan
bahwa minum dan makan sambil berdiri sah-sah saja, artinya boleh. Karena dalam
beberapa riwayat disebutkan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah minum sambil berdiri dan keadaan lain sambil duduk.
Intinya, ada kelonggaran dalam hal ini. Tetapi afdholnya dan lebih selamat adalah sambil duduk.
Kami awali pembahasan ini
dengan melihat beberapa dalil yang menyebutkan larangan makan dan minum sambil
berdiri, setelah itu dalil yang menyebutkan bolehnya. Lalu kita akan melihat
bagaimana sikap para ulama dalam memandang dalil-dalil tersebut.
Dalil Larangan
Dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, ia berkata,
أَنَّ النَّبِىَّ -صلى الله عليه وسلم- زَجَرَ عَنِ الشُّرْبِ
قَائِمًا
“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sungguh melarang dari minum
sambil berdiri.” (HR. Muslim no. 2024).
Dari Anas radhiyallahu ‘anhu pula, ia berkata,
عَنِ النَّبِىِّ -صلى الله عليه وسلم- أَنَّهُ نَهَى أَنْ يَشْرَبَ
الرَّجُلُ قَائِمًا
“Dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam di mana beliau melarang
seseorang minum sambil berdiri.” Qotadah berkata bahwa mereka kala itu bertanya
(pada Anas), “Bagaimana dengan makan (sambil berdiri)?” Anas menjawab, “Itu
lebih parah dan lebih jelek.” (HR. Muslim no. 2024). Para ulama menjelaskan, dikatakan makan
dengan berdiri lebih jelek karena makan itu membutuhkan waktu yang lebih lama
daripada minum.
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لاَ يَشْرَبَنَّ أَحَدٌ مِنْكُمْ قَائِمًا فَمَنْ نَسِىَ
فَلْيَسْتَقِئْ
“Janganlah sekali-kali salah seorang di antara kalian minum sambil
berdiri. Apabila dia lupa maka hendaknya dia muntahkan.” (HR. Muslim no. 2026)
Dalil Pembolehan
Ibnu ‘Abbas radhiyallahu anhuma berkata,
سَقَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مِنْ
زَمْزَمَ فَشَرِبَ قَائِمًا
“Aku memberi minum kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dari
air zam-zam, lalu beliau minum sambil berdiri.” (HR. Bukhari
no. 1637 dan Muslim no. 2027)
Dari Ibnu ‘Umar radhiyallahu anhuma, ia berkata,
كُنَّا نَأْكُلُ عَلَى عَهْدِ رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم-
وَنَحْنُ نَمْشِى وَنَشْرَبُ وَنَحْنُ قِيَامٌ
“Kami dahulu pernah makan di masa Rasulullah –shallallahu ‘alaihi
wa sallam- sambil berjalan dan kami minum sambil berdiri.” (HR. Tirmidzi no. 1880 dan Ibnu Majah no. 3301. Syaikh Al
Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih). Dalil ini bahkan menyatakan makan sambil berjalan.
Dari ‘Amr bin Syu’aib, dari
ayahnya, dari kakeknya, ia berkata,
رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- يَشْرَبُ قَائِمًا
وَقَاعِدًا
“Aku pernah melihat Rasulullah –shallallahu ‘alaihi wa sallam-
minum sambil berdiri, begitu pula pernah dalam keadaan duduk.” (HR. Tirmidzi no. 1883 dan beliau mengatakan hadits ini hasan shahih)
Menyikapi Dalil
Al Maziri rahimahullah berkata,
قَالَ الْمَازِرِيّ : اِخْتَلَفَ النَّاس فِي هَذَا ، فَذَهَبَ
الْجُمْهُور إِلَى الْجَوَاز ، وَكَرِهَهُ قَوْم
“Para ulama berselisih
pendapat tentang masalah ini. Jumhur (mayoritas) ulama berpendapat boleh (makan
dan minum sambil berdiri). Sebagian lainnya menyatakan makruh (terlarang).”
(Lihat Fathul Bari, 10: 82)
Ibnu Hajar Al
Asqolani rahimahullah berkata,
بَلْ الصَّوَاب أَنَّ النَّهْي فِيهَا مَحْمُول عَلَى التَّنْزِيه ،
وَشُرْبه قَائِمًا لِبَيَانِ الْجَوَاز ، وَأَمَّا مَنْ زَعَمَ نَسْخًا أَوْ
غَيْره فَقَدْ غَلِطَ ، فَإِنَّ النَّسْخ لَا يُصَار إِلَيْهِ مَعَ إِمْكَان
الْجَمْع لَوْ ثَبَتَ التَّارِيخ ، وَفِعْله صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
لِبَيَانِ الْجَوَاز لَا يَكُون فِي حَقّه مَكْرُوهًا أَصْلًا ، فَإِنَّهُ كَانَ
يَفْعَل الشَّيْء لِلْبَيَانِ مَرَّة أَوْ مَرَّات ، وَيُوَاظِب عَلَى الْأَفْضَل
، وَالْأَمْر بِالِاسْتِقَاءَةِ مَحْمُول عَلَى الِاسْتِحْبَاب ، فَيُسْتَحَبّ
لِمَنْ شَرِبَ قَائِمًا أَنْ يَسْتَقِيء لِهَذَا الْحَدِيث الصَّحِيح الصَّرِيح ،
فَإِنَّ الْأَمْر إِذَا تَعَذَّرَ حَمْله عَلَى الْوُجُوب حُمِلَ عَلَى
الِاسْتِحْبَاب
“Yang tepat adalah larangan
Nabi –shallallahu ‘alaihi wa sallam– mengenai
minum sambil berdiri dibawa ke makna makruh tanzih. Sedangkan dalil yang menyatakan beliau minum sambil berdiri
menunjukkan bolehnya. Adapun yang mengklaim bahwa adanya naskh (penghapusan hukum) atau semacamnya, maka itu keliru. Tidak
perlu kita beralih ke naskh (penggabungan dalil) ketika masih memungkinkan untuk
menggabungkan dalil yang ada meskipun telah adanya tarikh (diketahui dalil yang dahulu dan belakangan). Perbuatan
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam minum sambil berdiri menunjukkan bolehnya karena tidak mungkin
kita katakan beliau melakukan yang makruh. Beliau kadang melakukan sesuatu
sekali atau berulang kali dalam rangka untuk menjelaskan (suatu hukum). Dan
kadang beliau merutinkan sesuatu untuk menunjukkan afdholiyah (sesuatu yang lebih utama). Sedangkan dalil yang
memerintahkan untuk memuntahkan ketika seseorang minum sambil berdiri
menunjukkan perintah istihbab (sunnah, bukan wajib). Artinya, disunnahkan bagi yang minum
sambil berdiri untuk memuntahkan yang diminum berdasarkan penunjukkan tegas
dari hadits yang shahih ini. Karena jika sesuatu tidak mampu dibawa ke makna
wajib, maka dibawa ke makna istihbab (sunnah).”(Fathul Bari, 10: 82)
Imam Nawawi rahimahullah menjelaskan,
وَالصَّوَاب فِيهَا أَنَّ النَّهْي فِيهَا مَحْمُول عَلَى كَرَاهَة
التَّنْزِيه . وَأَمَّا شُرْبه صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَائِمًا
فَبَيَان لِلْجَوَازِ ، فَلَا إِشْكَال وَلَا تَعَارُض
“Yang tepat dalam masalah
ini, larangan minum sambil berdiri dibawa ke makna makruh tanzih (bukan haram). Adapun hadits yang menunjukkan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam minum
sambil berdiri, itu menunjukkan bolehnya. Sehingga tidak ada kerancuan dan
pertentangan sama sekali antara dalil-dalil yang ada.” (Syarh Muslim, 13: 195)
Penulis ‘Aunul Ma’bud
berkata,
وَقَدْ أَشْكَلَ عَلَى بَعْضهمْ وَجْه التَّوْفِيق بَيْن هَذِهِ
الْأَحَادِيث وَأَوَّلُوا فِيهَا بِمَا لَا جَدْوَى فِي نَقْله ، وَالصَّوَاب
فِيهَا أَنَّ النَّهْي مَحْمُول عَلَى كَرَاهَة التَّنْزِيه ، وَأَمَّا شُرْبه
قَائِمًا فَبَيَان لِلْجَوَازِ ، وَأَمَّا مَنْ زَعَمَ النَّسْخ أَوْ الضَّعْف فَقَدْ
غَلِطَ غَلَطًا فَاحِشًا . وَكَيْف يُصَار إِلَى النَّسْخ مَعَ إِمْكَان الْجَمْع
بَيْنهمَا لَوْ ثَبَتَ التَّارِيخ ، وَأَنَّى لَهُ بِذَلِكَ وَإِلَى الْقَوْل
بِالضَّعْفِ مَعَ صِحَّة الْكُلّ .
“Sebagian orang bingung
bagaimana cara mengkompromikan dalil-dalil yang ada sampai-sampai mentakwil
(menyelewengkan makna) sebagian dalil. Yang tepat, dalil larangan dibawa ke
makna makruh tanzih. Sedangkan dalil yang menunjukkan minum sambil berdiri
menunjukkan bolehnya. Adapun sebagian orang yang mengklaim adanya penghapusan
(naskh) pada dalil atau adanya dalil yang dho’if (lemah), maka itu keliru. Bagaimana mungkin kita katakan
adanya naskh (penghapusan) dilihat dari tarikh (adanya dalil yang dahulu dan ada yang belakangan) sedangkan
dalil-dalil yang ada masih mungkin dijamak (digabungkan)? Bagaimana kita
katakan dalil yang ada itu dho’if (lemah), padahal semua dalil yang menjelaskan hal tersebut
shahih? ” (‘Aunul Ma’bud, 10: 131)
Catatan: Sebagian orang mengatakan bahwa minum air zam-zam disunnahkan
sambil berdiri berdasarkan riwayat-riwayat yang telah disebutkan di atas.
Anggapan ini tidaklah tepat karena Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam minum zam-zam sambil berdiri menunjukkan kebolehkan saja agar
orang tidak menganggapnya terlarang. Jadi yang beliau lakukan bukanlah suatu
yang sunnah atau sesuatu yang dianjurkan. Sebagaimana dikatakan Al Bajuri
dalam Hasyiyah Asy Syamail,
وإنما شرب (ص) وهو قائم، مع نهيه عنه، لبيان الجواز، ففعله ليس مكروها
في حقه، بل واجب، فسقط قول بعضهم إنه يسن الشرب من زمزم قائما اتباعا له
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah minum sambil berdiri. Padahal di sisi lain beliau
melarangnya. Perbuatan minum sambil berdiri tadi menunjukkan bolehnya. Jadi
yang beliau lakukan bukanlah makruh dari sisi beliau, bahkan bisa jadi
wajib (untuk menjelaskan pada umat akan bolehnya). Sehingga gugurlah pendapat
sebagian orang yang menyatakan disunnahkan minun air zam-zam sambil berdiri
dalam rangka ittiba’ (mencontoh) Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam. (Dinukil dari I’anatuth Tholibin, 3: 417)
Amannya: Makan dan Minum Sambil
Duduk
Mufti Saudi Arabia di masa
silam, Syaikh ‘Abdul ‘Aziz bin ‘Abdillah bin Baz rahimahullah diajukan pertanyaan, “Sebagian hadits nabawiyah menjelaskan
larangan makan dan minum sambil berdiri. Sebagian hadits lain memberikan
keluasan untuk makan dan minum sambil berdiri. Apakah ini berarti kita tidak
boleh makan dan minum sambil berdiri? Atau kita harus makan dan minum sambil
duduk? Hadits mana yang lebih baik untuk diikuti?”
Syaikh rahimahullah menjawab:
Hadits-hadits yang
membicarakan masalah ini shahih dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yaitu melarang minum sambil berdiri, dan makan semisal itu.
Ada pula hadits dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang menunjukkan beliau minum sambil berdiri. Masalah
ini ada kelonggaran dan hadits yang membicarakan itu semua shahih, walhamdulillah. Sedangkan larangan yang ada menunjukkan makruh. Jika seseorang butuh makan sambil berdiri atau minum dengan
berdiri, maka tidaklah masalah. Ada hadits shahih yang menunjukkan bahwa
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam minum
sambil duduk dan berdiri. Jadi sekali lagi jika butuh, maka tidaklah masalah
makan dan minum sambil berdiri. Namun jika dilakukan sambil duduk, itu yang
lebih utama.
Ada hadits yang menjelaskan
bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam minum air
zam-zam sambil berdiri. Ada pula hadits dari ‘Ali radhiyallahu ‘anhu yang menjelaskan
Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam minum
sambil berdiri dan duduk.
Intinya, masalah ini ada
kelonggaran. Namun jika minum dan makan sambil duduk, itu yang lebih baik. Jika
minum sambil berdiri tidaklah masalah, begitu pula makan sambil berdiri sah-sah
saja. (Sumber fatwa: http://www.binbaz.org.sa/mat/3415)
Kami dapat simpulkan bahwa
minum sambil berdiri itu boleh. Hal ini disamakan dengan makan sebagaimana
keterangan dari Syaikh Ibnu Baz di atas. Namun kita tetap minum atau makan
dalam keadaan duduk dalam rangka kehati-hatian mengingat dalil yang melarang
keras minum sambil berdiri.
Wallahu a’lam bish showwab.
Wallahu waliyyut taufiq fil ‘ilmi wal ‘amal.
Baca pula artikel di
rumaysho.com:
@ Ummul Hamam, Riyadh, KSA,
7 Rajab 1433 H
0 komentar:
Posting Komentar