Orang2 yg dihajikan oleh orang kafir apakah yang berangkat tetap
dpt pahala haji?
Jawab:
Bismillah was shalatu was salamu ‘ala Rasulillah, wa ba’du,
Allah Ta’ala menyebutkan bahwa orang yang
diwajibkan haji adalah mereka yang mampu untuk menuju ke Baitullah.
وَلِلَّهِ عَلَى النَّاسِ حِجُّ الْبَيْتِ مَنِ اسْتَطَاعَ إِلَيْهِ
سَبِيلًا
“Mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu
(bagi) orang yang sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah..” (QS. Ali Imran: 97)
Dalam ayat ini, Allah tidak menjelaskan mengenai cara mereka untuk
berangkat haji. Artinya, selama cara yang ditempuh untuk menuju Baitullah
adalah cara yang halal, maka itu tidak menjadi masalah baginya.
Ketika ada orang kafir atau perusahaan milik orang kafir
menghajikan karyawannya yang muslim, pada hakekatnya ada 2 tahapan:
[1] Orang kafir memberi hadiah biaya haji kepada muslim
[2] Ibadah haji yang dilakukan oleh muslim dengan dana dari orang
kafir
Dan dua hal ini berbeda. Kita akan melihat lebih dekat
masing-masing.
Pertama, hukum menerima hadiah dari orang kafir
Islam tidak melarang kita untuk bersikap baik terhadap orang non
muslim yang tidak mengganggu. Termasuk diantaranya menerima hadiah dari orang
kafir. Allah berfirman,
لا يَنْهَاكُمُ اللَّهُ عَنِ الَّذِينَ لَمْ يُقَاتِلُوكُمْ فِي
الدِّينِ وَلَمْ يُخْرِجُوكُمْ مِنْ دِيَارِكُمْ أَنْ تَبَرُّوهُمْ وَتُقْسِطُوا
إِلَيْهِمْ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُقْسِطِينَ
“Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil
terhadap orang-orang yang tiada memerangimu karena agama dan tidak (pula)
mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang
berlaku adil.” (QS. Al-Mumtahanan: 8)
Dalam kitab shahihnya, Imam Bukhari membuat judul bab:
بَابُ قَبُولِ الهَدِيَّةِ مِنَ المُشْرِكِينَ
Bab: Bolehnya menerima hadiah dari orang musyrik (Al-Jami’
As-Shahih, 3/163).
Selanjutnya, Imam Bukhari menyebutkan beberapa riwayat tentang
menerima hadiah dari orang kafir. Berikut diantaranya,
1.
Riwayat dari Abu Huamid,
قَالَ أَبُو حُمَيْدٍ: أَهْدَى مَلِكُ أَيْلَةَ لِلنَّبِيِّ صَلَّى
اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بَغْلَةً بَيْضَاءَ، وَكَسَاهُ بُرْدًا، وَكَتَبَ لَهُ
بِبَحْرِهِمْ
Abu Humaid mengatakan, “Raja Ailah menghadiahkan untuk Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam seekor bighal putih, beliau diberi selendang, dan
kekuasaan daerah pesisir laut.
2.
Riwayat dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, beliau
mengatakan,
إِنَّ أُكَيْدِرَ دُومَةَ أَهْدَى إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّم
Bahwa Ukaidir Dumah (raja di daerah dekat tabuk) memberi hadiah
kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.
3.
Keterangan dari Anas bin Malik,
أَنَّ يَهُودِيَّةً أَتَتِ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ بِشَاةٍ مَسْمُومَةٍ، فَأَكَلَ مِنْهَا
Bahwa ada seorang perempuan yahudi yang datang kepada Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam dengan membawa daging kambing yang diberi racun.
Kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memakannya..
Semua riwayat di atas, yang disebutkan Imam bukhari dalam
shahihnya, menunjukkan bolehnya menerima hadiah dari orang kafir.
Juga dinyatakan dalam hadis dari Abu Humaid as-Sa’idi radhiyallahu
‘anhu, beliau mengatakan,
غَزَوْنَا مَعَ النَّبِىِّ – صلى الله عليه وسلم – تَبُوكَ ،
وَأَهْدَى مَلِكُ أَيْلَةَ لِلنَّبِىِّ – صلى الله عليه وسلم – بَغْلَةً بَيْضَاءَ
، وَكَسَاهُ بُرْدًا ، وَكَتَبَ لَهُ بِبَحْرِهِمْ
Kami mengikuti perang Tabuk bersama Nabi. Raja negeri Ailah
memberi Nabi hadiah berupa baghal berwarna putih dan kain. Sang raja juga
menulis surat untuk Nabi (HR. Bukhari 1481 dan Muslim 6087).
Akan tetapi jika hadiah ini bersyarat, hukumnya terlarang.
Sehingga hadiah ini bersih dari kepentingan keagamaan mereka, seperti,
1.
untuk sogok, sehingga mereka berharap diganti hadiah semisal jika
mereka memiliki kepentingan terkait agamanya.
2.
dalam rangka menciptakan loyalitas karena agama
3.
untuk mempengaruhi muslim agar meninggalkan sebagian aturan
syariat dan mengikuti tradisi mereka
jika ada kepentingan di balik hadiah, maka hadiah ini tidak boleh
diterima.
Dari Abdurrahman bin Kaab bin Malik, beliau bercerita,
جَاءَ مُلاعِبُ الْأَسِنَّةِ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ بِهَدِيَّةٍ ، فَعَرَضَ عَلَيهِ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ الإِسْلامَ ، فَأَبَى أَنْ يُسْلِمَ ، فَقَالَ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ : فَإِنِّي لا أَقْبَلُ هَدِيَّةَ مُشْرِكٍ
“Ada seorang yang bergelar ‘pemain berbagai senjata’ (yaitu ‘Amir
bin Malik bin Ja’far) menghadap Rasulullah dengan membawa hadiah. Nabi lantas
menawarkan Islam kepadanya. Orang tersebut menolak untuk masuk Islam.
Rasulullah lantas bersabda, “Sungguh aku tidak menerima hadiah yang orang
musyrik.” (HR. al-Baghawi dalam Syarus Sunah, 3/151).
Dari Irak bin Malik, bahwa Hakim bin Hizam radhiyallahu
‘anhu mengatakan,
أَن مُحَمَّدٌ -صلى الله عليه وسلم- أَحَبَّ رَجُلٍ فِى النَّاسِ
إِلَىَّ فِى الْجَاهِلِيَّةِ فَلَمَّا تَنَبَّأَ وَخَرَجَ إِلَى الْمَدِينَةِ
شَهِدَ حَكِيمُ بْنُ حِزَامٍ الْمَوْسِمَ وَهُوَ كَافِرٌ فَوَجَدَ حُلَّةً لِذِى
يَزَنَ تُبَاعُ فَاشْتَرَاهَا بِخَمْسِينَ دِينَاراً لِيُهْدِيَهَا لِرَسُولِ
اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم-
“Sungguh Muhammad adalah manusia yang paling aku cintai di masa
jahiliyyah”. Setelah Muhammad mengaku sebagai seorang nabi yang pergi ke
Madinah, Hakim bin Hizam berjumpa dengan musim haji dalam kondisi masih kafir.
Saat itu Hakim mendapatkan satu stel pakaian yang dijual. Hakim lantas
membelinya dengan harga 50 dinar untuk dihadiahkan kepada Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam.
فَقَدِمَ بِهَا عَلَيْهِ الْمَدِينَةَ فَأَرَادَهُ عَلَى قَبْضِهَا
هَدِيَّةً فَأَبَى. قَالَ عُبَيْدُ اللَّهِ حَسِبْتُ أَنَّهُ قَالَ « إِنَّا لاَ
نَقْبَلُ شَيْئاً مِنَ الْمُشْرِكِينَ وَلَكِنْ إِنْ شِئْتَ أَخَذْنَاهَا
بِالثَّمَنِ ». فَأَعْطَيْتُهُ حِينَ أَبِى عَلَىَّ الْهَدِيَّةَ.
Akhirnya Hakim tiba di Madinah dengan membawa satu stel pakaian
tersebut. Hakim menyerahkan kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagai
hadiah namun beliau menolaknya. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan,
“Sungguh kami tidak menerima sedikit pun dari orang kafir. Akan tetapi jika
engkau mau pakaian tersebut akan kubeli”. Karena beliau menolak untuk
menerimanya sebagai hadiah aku pun lantas memberikannya sebagai objek jual
beli. (HR Ahmad 15323 dan dishahihkan Syuaib al-Arnauth).
Ada sejumlah pendapat menghadapi dua jenis hadits ini. Ibnu Abdil
Barr menjelaskan bahwa maksud Nabi menerima hadiah dari non muslim adalah dalam
rangka mengambil simpati hatinya agar tidak lari dari Islam (al-Munakhkhalah
an-Nuniyyah, Murod Syukri hlm. 202-203).
Kedua, Ibadah haji yang dilakukan oleh muslim dengan dana dari orang
kafir
Selama cara dan sarana yang didapatkan seorang muslim untuk
berangkat haji adalah mubah, maka hajinya sah. Karena bukan syarat dalam
pelaksanaan ibadah haji, dananya harus dari dana pribadi muslim.
Boleh juga dari sumber yang lain selama halal.
Allahu a’lam.
Dijawab oleh Ustadz Ammi Nur Baits (Dewan
Pembina Konsultasisyariah.com)
0 komentar:
Posting Komentar