Jika artikel berikut; Istri Menolak Ajakan Suami untuk
Berhubungan Badan,
dijelaskan bahwa istri yang menolak ajakan suami berjimak akan dilaknat
malaikat sampai pagi. Bagaimana jika suami yang menolak ajakan istri untuk
berjimak. Apakah juga dilaknat?
Dan bolehkah istri meminta
suaminya untuk berjimak?
Jawab:
Bismillah was shalatu was salamu
‘ala Rasulillah, wa ba’du,
Kami tidak menjumpai adanya
riwayat bahwa seorang suami akan dilaknat Malaikat karena tidak mau memenuhi
ajakan istrinya untuk melakukan hubungan badan.
Hanya saja, jika penolakan suami
ini sampai pada taraf menelantarkan hak istri yang menjadi kewajibannya, maka
suami berdosa, karena dia mendzalimi istrinya. Misalnya karena alasan bosan
atau males, dia tidak pernah berhubungan badan dengan istrinya.
Allah perintahkan kepada suami
untuk mempergauli istrinya dengan baik. Dengan memenuhi setiap kebutuhannya,
baik nafkah lahir, dan tentu saja nafkah bathin. Semua lelaki memahami, wanita
juga ingin mendapatkan kenikmatan batin bersama suaminya.
Allah berfirman,
وَلَهُنَّ مِثْلُ الَّذِي عَلَيْهِنَّ بِالْمَعْرُوفِ
Wanita punya hak (yang harus
ditunaikan suaminya sesuai ukuran kelayakan), sebagaimana dia juga punya
kewajiban (yang harus dia tunaikan untuk suaminya). (QS. al-Baqarah: 228)
Karena itulah, Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam mengingatkan
beberapa sahabatnya yang waktunya hanya habis beribadah, sehingga tidak pernah menjamah
istrinya.
Aisyah bercerita,
Saya pernah menenui Khoulah bintu
Hakim, istrinya Utsman bin Madz’un. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melihat Khoulah suasananya kusam,
seperti tidak pernah merawat dirinya. Beliaupun bertanya kepada A’isyah,
يَا عَائِشَةُ، مَا أَبَذَّ هَيْئَةَ خُوَيْلَةَ؟
“Wahai Aisyah, Khoulah kok kusut
kusam ada apa?”
Jawab Aisyah,
“Ya Rasulullah, wanita ini punya
suami, yang setiap hari puasa, dan tiap malam tahajud. Dia seperti wanita yang
tidak bersuami. Makanya dia tidak pernah merawat dirinya.”
Kemudian Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam menyuruh
seseorang untuk memanggil Utsman bin Madz’un. Ketika beliau datang, Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam memberi
nasehat,
يَا عُثْمَانُ، أَرَغْبَةً عَنْ سُنَّتِي؟ ” قَالَ: فَقَالَ:
لَا وَاللهِ يَا رَسُولَ اللهِ، وَلَكِنْ سُنَّتَكَ أَطْلُبُ، قَالَ: ” فَإِنِّي
أَنَامُ وَأُصَلِّي، وَأَصُومُ وَأُفْطِرُ، وَأَنْكِحُ النِّسَاءَ، فَاتَّقِ اللهَ
يَا عُثْمَانُ، فَإِنَّ لِأَهْلِكَ عَلَيْكَ حَقًّا، وَإِنَّ لِضَيْفِكَ عَلَيْكَ
حَقًّا، وَإِنَّ لِنَفْسِكَ عَلَيْكَ حَقًّا، فَصُمْ وَأَفْطِرْ، وَصَلِّ وَنَمْ
“Wahai Utsman, kamu membenci
sunahku?”
“Tidak Ya Rasulullah. Bahkan aku selalu mencari sunah anda.”
“Kalau begitu, aku tidur dan aku
shalat tahajud, aku puasa dan kadang tidak puasa. Dan aku menikah dengan
wanita. Wahai Utsman, bertaqwalah kepada Allah. Karena istrimu punya hak yang
harus kau penuhi. Tamumu juga punya hak yang harus kau penuhi. Dirimu punya hak
yang harus kau penuhi. Silahkan puasa, dan kadang tidak puasa. Silahkan tahajud,
tapi juga harus tidur.” (HR. Ahmad 26308 dan dihasankan Syuaib al-Arnauth).
Pesan ini juga pernah disampaikan
Salman kepada Abu Darda, karena beliau tidak pernah tidur dengan istrinya,
إِنَّ لِنَفْسِكَ عَلَيْكَ حَقًّا وَلِرَبِّكَ عَلَيْكَ حَقًّا وَلِضَيْفِكَ
عَلَيْكَ حَقًّا وَإِنَّ لأَهْلِكَ عَلَيْكَ حَقًّا فَأَعْطِ كُلَّ ذِى حَقٍّ
حَقَّهُ
Sesungguhnya dirimu punya hak
yang harus kau tunaikan. Tamumu punya hak yang harus kau tunaikan. Istrimu
punya hak yang harus kau tunaikan. Berikan hak kepada masing-masing sesuai
porsinya.
Pernyataan Salman ini dibenarkan
oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.
(HR. Turmudzi 2413 dan
dishahihkan al-Albani).
Suami Tetap Dapat Pahala Meskipun Tidak
Bernafsu
Ketika suami melayani permintaan
istri, tidak selalu harus karena memuaskan dorongan nafsu pribadinya. Dia bisa
hadirkan niat yang lain, seperti agar mendapat anak atau untuk memuaskan
istrinya. Sehingga kehormatan istrinya lebih terjaga. Karena setiap hubungan
badan bisa bernilai sedekah.
Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam mengatakan,
وَفِى بُضْعِ أَحَدِكُمْ صَدَقَةٌ
“Dalam setiap hubungan badan yang
kalian lakukan, bernilai sedekah.” (HR. Ahmad 21473 dan Muslim 2376)
Ibnu Qudamah pernah menyebutkan
dialog Imam Ahmad dengan muridnya,
يؤجر الرجل أن يأتي أهله وليس له شهوة؟ فقال: إي والله يحتسب الولد،
وإن لم يرد الولد، يقول: هذه امرأة شابة لم لا يؤجر؟!
“Apakah suami mendapat pahala
ketika dia berhubungan badan dengan istrinya sementara dia tidak bernafsu?”
“Tentu saja, demi Allah. Dia bisa berharap dapat anak.” Jawab
Imam Ahmad.
“Kalau tidak menghasilkan anak?”
tanya sang murid.
Jawab Imam Ahmad, “Ini istrinya
masih muda, bagaimana mungkin tidak mendapat pahala?!” (al-Mughni, 8/144).
Maksud Imam Ahmad, ketika istri
itu masih muda, dia juga memiliki syahwat yang harus dipenuhi suaminya.
Meskipun suami lagi tidak selera, tapi melayani istri dalam hal ini, bisa
berpahala.
Sehingga boleh saja, bahkan
dianjurkan ketika istri mengajak dan meminta istrinya untuk ‘beramal’ dan
‘bersedekah’.
Allahu a’lam
Dijawab oleh Ustadz Ammi Nur
Baits (Dewan Pembina Konsultasisyariah.com)
0 komentar:
Posting Komentar