Ada cerita: Seorang pekerja yang bekerja di sebuah tempat servis
motor. Setiap bulan memang dia sudah mendapat gaji dari majikannya. Dan mungkin
ada beberapa tunjangan lagi yang dia peroleh. Namun suatu saat menservis motor,
pelanggan seperti biasa membayar biaya servis kepada majikannya. Kemudian
pelanggan tadi menemui pekerja tadi dan memberinya uang tambahan (alias uang
tips).
Demikian ceritanya. Apakah memang uang tambahan atau uang tips
seperti ini boleh diambil? Apakah termasuk uang halal? Atau malah uang khianat?
Itulah yang akan kami bahas pada posting kali ini. Semoga Allah
selalu memudahkan urusan hamba-Nya dalam kebaikan.
Meninjau dalam Kitab Induk Hadits
Awalnya marilah kita melihat dalam kitab induk hadits. Di dalam
Shohih Bukhari yang sudah kita kenal, dibawakan bab “Hadayal “Ummal”. Begitu
pula dalam Shohih Muslim, An Nawawi rahimahullah membawakan bab “Tahrimu
hadayal “ummal (diharamkannya hadayal “ummal)”. Hadaya berarti hadiah, bentuk
plural dari kata hadiyah. Sedangkan “Ummal berarti pekerja, bentuk plural
(jamak) dari kata “aamil.
Hadits Hadayal “Ummal
Dalam bab tadi dibawakan hadits berikut dan ini adalah lafazh dari
Bukhari yang sengaja kami ringkas. Perhatikanlah hadits tersebut.
Dari Abu Humaid As Sa”idiy, beliau berkata, “Nabi shallallahu “alaihi wa sallam mempekerjakan seorang pria
dari Bani Asad yang bernama Ibnul Utabiyyah untuk mengurus sedekah (maksudnya:
zakat). Ketika laki-laki tadi datang dari mengurus zakat, dia lantas
mengatakan,
“Ini bagian untuk kalian dan ini hadiah untukku.”
Lalu setelah itu Nabi shallallahu “alaihi wa sallam berceramah di
atas mimbar (Sufyan juga mengatakan bahwa Nabi shallallahu “alaihi wa sallam
naik mimbar), kemudian beliau shallallahu “alaihi wa sallam memuji Allah lalu
mengatakan,
“Mengapa ada pekerja yang kami utus, kemudian dia datang lalu
mengatakan, “Ini bagian untukmu dan ini hadiah untukku”? Silakan dia duduk di
rumah ayah atau ibunya. Lalu lihatlah, apakah dia akan dihadiahi atau tidak?
Demi yang jiwaku berada di tangan-Nya. Tidaklah seseorang datang dengan sesuatu
(maksudnya mengambil hadiah seperti pekerja tadi, pen) kecuali dia datang
dengannya pada hari kiamat, lalu dia akan memikul hadiah tadi di lehernya. Jika
yang dipikulnya adalah unta, maka akan keluar suara unta. Jika yang dipikulnya
adalah sapi betina, maka akan keluar suara sapi. Jika yang dipikulnya adalah
kambing, maka akan keluar suara kambing.” Kemudian Nabi shallallahu “alaihi wa
sallam mengangkat kedua tangannya sampai kami melihat warna debu di ketiak
beliau. Lalu beliau mengatakan, “Bukankah aku telah sampaikan (Beliau
menyebutnya sebanyak tiga kali).” (HR. Bukhari no. 7174)
Inilah teguran keras Nabi shallallahu “alaihi wa sallam terhadap
orang tadi. Dia sebenarnya telah mendapatkan upah juga dari beliau shallallahu
“alaihi wa sallam. Namun, di samping itu dia mendapatkan upah lagi dari orang
lain ketika dia memungut pajak yaitu ketika dia melakukan pekerjaannya. Inilah
upah yang beliau shallallahu “alaihi wa sallam tegur dan tidak suka. Bahkan
setelah itu beliau menyebutkan keadaan pekerja semacam ini di hari kiamat.
Uang Tips adalah Uang Khianat
Ada hadits pula dari Abu Humaid As Sa”idiy. Rasulullah shallallahu
“alaihi wa sallam bersabda,
“Hadiah bagi pekerja adalah ghulul (khianat).” (HR. Ahmad. Sebagian ulama mengatakan bahwa sanad hadits ini
dho”if semacam Ibnu Hajar di Fathul Bari. Namun, Syaikh Al Albani menshohihkan
hadits ini sebagaimana disebutkan dalam Irwa”ul Gholil)
An Nawawi rahimahullah dalam Syarh Muslim (6/304) mengatakan,
“Dalam hadits ini (hadits Abu Humaid yang pertama tadi) terdapat
penjelasan bahwa hadayal “ummal (hadiah untuk pekerja) adalah haram dan ghulul
(khianat). Karena uang seperti ini termasuk pengkhianatan dalam pekerjaan dan
amanah. Oleh karena itu, dalam hadits di atas disebutkan mengenai hukuman yaitu
pekerja seperti ini akan memikul hadiah yang dia peroleh pada hari kiamat
nanti, sebagaimana hal ini juga disebutkan pada masalah orang yang berkhianat.
Dan beliau shallallahu “alaihi wa sallam sendiri telah menjelaskan
dalam hadits tadi mengenai sebab diharamkannya hadiah seperti ini, yaitu karena
hadiah ini sebenarnya masih karena sebab pekerjaan, berbeda halnya dengan
hadiah tadi bagi selain pekerja (atau hadiah karena bukan sebab pekerjaannya,
pen). Hadiah yang kedua ini adalah hadiah yang dianjurkan (mustahab). Dalam
pembahasan yang lalu telah disebutkan mengenai hukum pekerja yang diberi
semacam ini dengan disebut hadiah. Pekerja tersebut harus mengembalikan hadiah
tadi kepada orang yang memberi. Jika tidak mungkin, maka diserahkan ke Baitul
Mal (kas negara).”
Syaikh Muhammad bin Sholeh Al Utsaimin rahimahullah juga
menjelaskan hal ini dalam fatwanya. Beliau mengatakan,
“Hadiah bagi pekerja termasuk ghulul (pengkhianatan) yaitu jika
seseorang sebagai pegawai pemerintahan, dia diberi hadiah oleh seseorang yang
mempunyai kaitan dengan muamalahnya. Hadiah semacam ini termasuk pengkhianatan
(ghulul). Hadiah seperti ini tidak boleh diambil sedikitpun walaupun dia
menganggapnya baik.”
Lalu beliau mengatakan lagi,
“Tidak boleh bagi seorang pegawai di wilayah pemerintahan menerima
hadiah berkaitan dengan pekerjaannya. Seandainya kita membolehkan hal ini, maka
akan terbukalah pintu riswah (suap/sogok). Uang sogok seperti ini amatlah
berbahaya dan termasuk dosa besar (karena ada hukuman yang disebutkan dalam
hadits tadi, pen). Oleh karena itu, wajib bagi setiap pegawai jika dia diberi
hadiah yang berkaitan dengan pekerjaannya, maka hendaklah dia mengembalikan
hadiah tersebut. Hadiah semacam ini tidak boleh dia terima. Baik dinamakan
hadiah, shodaqoh, dan zakat, tetap tidak boleh diterima. Lebih-lebih lagi jika
dia adalah orang yang mampu, zakat tidak boleh bagi dirinya sebagaimana yang
sudah kita ketahui bersama.” (Majmu” Fatawa wa Rosa”il Ibni Utsaimin, 18/232)
*****
Inilah penjelasan para ulama mengenai uang tips. Betapa banyak
perilaku semacam ini di tengah-tengah kita terutama –maaf- pada lingkungan
pemerintahan. Misalnya, kita hendak membuat KTP, kartu kuning untuk cari kerja,
pasti ada saja uang tips. Sebenarnya biaya untuk bayar KTP cuma Rp.5000,-.
Namun, karena pegawai pemerintahan tadi berisyarat atau memang sudah kebiasaan
seperti itu, akhirnya dia diberi uang Rp.5000,-, plus hadiah Rp.5000,-.
Bukankah perilaku semacam ini sama dengan pekerja yang Nabi shallallahu “alaihi
wa sallam sebutkan?
Kita sebagai pegawai atau pekerja, hendaklah mengembalikan uang
tersebut kepada orang yang memberikan hadiah tadi. Lihatlah saran dari dua
ulama di atas.
Janganlah khawatir dengan masalah rizki. Mungkin ada yang
mengatakan, “Sayang sekali uang tips tersebut ditolak.”
Saudaraku, cukup nasehat Nabi shallallahu “alaihi wa sallam
berikut sebagai wejangan bagimu.
“Sesungguhnya jika engkau meninggalkan sesuatu karena Allah,
niscaya Allah akan memberi ganti padamu dengan yang lebih baik bagimu.” (HR. Ahmad. Syaikh Syu”aib Al Arnauth mengatakan bahwa sanad
hadits ini shohih)
Semoga pembahasan kali ini bisa menjadi nasehat bagi setiap
pekerja dan pegawai di setiap pekerjaannya. Semoga Allah memperbaiki kondisi
kaum muslimin. Semoga kita selalu mendapatkan ilmu yang bermanfaat, membuahkan
amal yang sholih dan semoga kita selalu diberkahi rizki yang thoyib.
Pangukan, Sleman, 24 Muharram 1430 H
Yang selalu mengharapkan ampunan dan rahmat Rabbnya
Muhammad Abduh Tuasikal, S.T.
0 komentar:
Posting Komentar