Assalamu’alaikum warahmatullah wabarakatuh.
Ustadz, alhamdulillah, saya mendapatkan hidayah salafiyah setelah
saya tinggal di Amerika Serikat. Mohon kesediaan Ustadz menjawab pertanyaan
saya, yang sering menjadi bantahan atas konsep tauhid rububiyah ahlussunnah
waljamaah.
“Bila kaum kafir dianggap mengimani tauhid rububiyah, mengapa
pertanyaan kubur diantaranya adalah man robbuka?”
Atas jawaban ustadz, saya mengucapkan terima kasih.
Saya membuat blog sebagai sarana kajian untuk anak dan istri saya
di Indonesia. mohon saran dan kritik.
http://back2sunnah.wordpress.com/
http://annasihah.wordpress.com/
Jazakallahu khoiro.
http://back2sunnah.wordpress.com/
http://annasihah.wordpress.com/
Jazakallahu khoiro.
Wassalamu’alaikum warahmatullah.
Hormat saya,
M. Arif Hakim
Jawab:
Jawab:
Wa’alaikumsalam warahmatullahi wabarakatuh.
Alhamdulillah yang telah mengumpulkan kita di atas islam dan
sunnah.
Diantara konsep Ahlussunnah wal jamaah dalam masalah tauhid rububiyyah (pengesaan Allah dalam penciptaan, pemberian rezeki, dan pengaturan alam semesta) bahwasanya tauhid ini tidak cukup untuk memasukkan seseorang ke dalam agama islam, oleh karena orang musyrik Quraisy meski mereka mengakui rububiyyah Allah akan tetapi mereka diperangi oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Sebagaimana firman Allah:
Diantara konsep Ahlussunnah wal jamaah dalam masalah tauhid rububiyyah (pengesaan Allah dalam penciptaan, pemberian rezeki, dan pengaturan alam semesta) bahwasanya tauhid ini tidak cukup untuk memasukkan seseorang ke dalam agama islam, oleh karena orang musyrik Quraisy meski mereka mengakui rububiyyah Allah akan tetapi mereka diperangi oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Sebagaimana firman Allah:
قُلْ مَنْ يَرْزُقُكُمْ مِنَ السَّمَاءِ وَالْأَرْضِ أَمَّنْ
يَمْلِكُ السَّمْعَ وَالْأَبْصَارَ وَمَنْ يُخْرِجُ الْحَيَّ مِنَ الْمَيِّتِ
وَيُخْرِجُ الْمَيِّتَ مِنَ الْحَيِّ وَمَنْ يُدَبِّرُ الْأَمْرَ فَسَيَقُولُونَ
اللَّهُ فَقُلْ أَفَلا تَتَّقُونَ) (يونس:31)
Artinya: Katakanlah:”Siapakah yang memberi rezeki kepadamu
dari langit dan bumi, atau siapakah yang kuasa (menciptakan) pendengaran dan
penglihatan, dan siapakah yang mengeluarkan yang hidup dari yang mati dan yang
mengeluarkan yang mati dari yang hidup dan siapakah yang mengatur segala
urusan” Maka mereka menjawab:”Allah”. Maka katakanlah:”Mengapa kamu tidak
bertaqwa (kepada-Nya)?” (Qs. 10:31)
Dan Allah juga berfirman:
(وَلَئِنْ سَأَلْتَهُمْ مَنْ خَلَقَ
السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ وَسَخَّرَ الشَّمْسَ وَالْقَمَرَ لَيَقُولُنَّ اللَّهُ
فَأَنَّى يُؤْفَكُونَ) (العنكبوت:61)
Dan sesungguhnya jika kamu tanyakan kepada mereka:”Siapakah yang
menjadikan langit dan bumi dan menundukkan matahari dan bulan?” Tentu mereka
akan menjawab:”Allah”, maka betapakah mereka (dapat) dipalingkan (dari jalan
yang benar).” (Qs. 29:61)
Adapun pertanyaan 2 malaikat di alam kubur (man rabbuka/siapa
rabbmu?) maka ini tidak menunjukkan bahwasanya mereka (orang-orang musyrik)
tidak mengakui rububiyyah Allah.
Para ulama menjelaskan bahwa kalimat rabb disini maksudnya adalah
ilah, karena sangat eratnya hubungan antara rububiyyah dengan uluhiyyah, dimana
pengakuan terhadap rububiyyah sesuatu mengharuskan dia untuk menyembah sesuatu
tersebut, dan sebaliknya orang yang menyembah sesuatu menunjukkan bahwa dia
meyakini rububiyyahnya.
Oleh karena itu para ulama mengatakan bahwa Rabb dan Ilah di dalam
bahasa arab termasuk 2 kata yang jika bersatu maka berpisah, dan jika berpisah
maka bersatu, maksudnya jika berada dalam satu tempat maka memiliki makna yang
berlainan, dan jika tidak berada dalam satu tempat maka dia memiliki makna yang
satu. (Lihat At-Tamhid Syarh Kitabit Tauhid, Syeikh Shalih Alu
Syeikh hal: 415-416)
Contoh yang lain:
Pertama: Faqir dan Miskin, menurut sebagian ulama, faqir adalah orang yang tidak memiliki penghasilan sama sekali, dan miskin adalah orang yang memiliki penghasilan tapi tidak mencukupi kebutuhan pokoknya.
Pertama: Faqir dan Miskin, menurut sebagian ulama, faqir adalah orang yang tidak memiliki penghasilan sama sekali, dan miskin adalah orang yang memiliki penghasilan tapi tidak mencukupi kebutuhan pokoknya.
Kalau disebutkan “faqir” dalam sebuah ayat atau hadist: saja maka
masuk di dalamnya “miskin”, sebagaimana dalam hadist:
فإن هم أطاعوه لذلك فأعلمهم أن الله افترض عليهم صدقة في أموالهم
تؤخذ من أغنيائهم وترد على فقرائهم
“Apabila mereka menaatimu untuk shalat maka beritahulah bahwasanya
Allah mewajibkan mereka untuk bershadaqah dari harta mereka (zakat), diambil
dari orang kaya mereka dan diberikan kepada fuqara mereka.” (HR. Al-Bukhary dan Muslim)
Dan kalau disebutkan miskin saja maka masuk di dalamnya faqir.
Akan tetapi kalau disebutkan keduanya sekaligus maka maknanya berlainan, sebagaimana dalam firman Allah:
Akan tetapi kalau disebutkan keduanya sekaligus maka maknanya berlainan, sebagaimana dalam firman Allah:
إِنَّمَا الصَّدَقَاتُ لِلْفُقَرَاءِ وَالْمَسَاكِينِ )(التوبة: من
الآية60
“Sesungguhnya shadaqah (zakat) diperuntukkan bagi orang-orang
fakir dan orang-orang miskin….”
Kedua: Islam dan Iman, Islam berkaitan dengan perkara-perkara yang
dhahir (seperti syahadat, shalat, zakat, puasa, haji )sedangkan iman berkaitan dengan
perkara -perkara yang bathin (beriman kepada Allah, malaikat, para rasul dll)
Kalau disebutkan dalam ayat atau hadist islam saja maka masuk di
dalamnya iman, dan kalau disebutkan iman saja maka masuk di dalamnya islam.
Akan tetapi kalau disebutkan keduanya sekaligus maka maknanya berlainan.
Demikian pula kalimat rabb dan ilah, rabb adalah yang mencipta,
memelihara, memberi rezeki , sedangkan ilah adalah yang disembah.
Kalau disebutkan dalam ayat atau hadist rabb saja maka masuk di
dalamnya makna ilah, sebagaimana dalam pertanyaan:
Man rabbuka? Jadi maknanya: Siapakah rabbmu dan sesembahanmu?
Man rabbuka? Jadi maknanya: Siapakah rabbmu dan sesembahanmu?
Diantaranya dalilnya, hadist ‘Ady bin Hatim radhiyallahu
‘anhu beliau berkata:
أَتَيْتُ النَّبِىَّ -صلى الله عليه وسلم- وَفِى عُنُقِى صَلِيبٌ
مِنْ ذَهَبٍ قَالَ فَسَمِعْتُهُ يَقُولُ (اتَّخَذُوا أَحْبَارَهُمْ
وَرُهْبَانَهُمْ أَرْبَابًا مِنْ دُونِ اللَّهِ) قَالَ قُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ
إِنَّهُمْ لَمْ يَكُونُوا يَعْبُدُونَهُمْ. قَالَ :« أَجَلْ وَلَكِنْ يُحِلُّونَ
لَهُمْ مَا حَرَّمَ اللَّهُ فَيَسْتَحِلُّونَهُ وَيُحَرِّمُونَ عَلَيْهِمْ مَا
أَحَلَّ اللَّهُ فَيُحَرِّمُونَهُ فَتِلْكَ عِبَادَتُهُمْ لَهُمْ
“Aku mendatangi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sedangkan
salib emas tergantung di leherku, maka aku mendengar beliau membaca ayat:
اتَّخَذُوا أَحْبَارَهُمْ وَرُهْبَانَهُمْ أَرْبَاباً مِنْ دُونِ
اللَّهِ)(التوبة: من الآية31
“Mereka menjadikan orang-orang alimnya dan rahib-rahib mereka
sebagai rabb-rabb selain Allah.”
Maka aku berkata: Wahai Rasulullah, mereka (orang-orang nashara)
tidak menyembah mereka! Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Iya,akan tetapi para alim dan rahib tersebut menghalalkan bagi
mereka (para pengikut) apa yang Allah haramkan kemudian mereka menghalalkan dan
mengharamkan apa yang Allah halalkan kemudian mereka juga ikut mengharamkan,
maka inilah ibadah mereka.” (HR. At-Tirmidzy 5/278,
Al-Baihaqy 10/116 dan Ath-Thabrany di Al-Mu’jamul Kabir 17/92
, dan dihasankan Syeikh Al-Albany)
Dalam hadist ini Ady bin Hatim memahami bahwa menjadikan para alim
dan rahib sebagai rabb maksudnya adalah menjadikan mereka sebagai
ilah/sesembahan mereka.
Wallahu a’lam.
Ustadz Abdullah Roy, Lc.
Sumber: tanyajawabagamaislam.blogspot.com
0 komentar:
Posting Komentar