Assalamualaikum Ustadz,
Ana mau tanya, apakah diperbolehkan seseorang menaruh di rumah
atau tempat usaha tulisan Al-Quran yang dibungkus kain yang diberikan oleh
Habaib/Kyai dengan tujuan agar tempat usaha tersebut berkah, dijauhkan dari
bencana, godaan mahluk halus, laris, dll? Apakah pada jaman Nabi ada hal2
seperti tsb? Mohon jawaban dan penjelasannya. Salam,
(Fahmi)
Jawab:
Wa’alaikumsalam warahmatullahi waarakatuhu.
Al-Quran diturunkan oleh Allah ta’ala sebagai kitab yang
berbarakah, sebagaimana firmanNya:
(وَهَذَا كِتَابٌ أَنْزَلْنَاهُ مُبَارَكٌ
مُصَدِّقُ الَّذِي بَيْنَ يَدَيْهِ وَلِتُنْذِرَ أُمَّ الْقُرَى وَمَنْ حَوْلَهَا
وَالَّذِينَ يُؤْمِنُونَ بِالْآخِرَةِ يُؤْمِنُونَ بِهِ وَهُمْ عَلَى صَلاتِهِمْ
يُحَافِظُونَ) (الأنعام:92)
Artinya: ” Dan ini (al-Qur’an) adalah kitab yang telah
Kami turunkan yang diberkahi; membenarkan kitab-kitab yang (diturunkan)
sebelumnya dan agar kamu memberi peringatan kepada (penduduk) Ummul Qura
(Mekah) dan orang-orang yang di luar lingkungannya. Orang-orang yang beriman kepada
hari akhirat tentu beriman kepadanya (al-Qur’an) dan mereka selalu memelihara
shalatnya.” (Qs. 6:92)
Dan firman-Nya:
(وَهَذَا كِتَابٌ أَنْزَلْنَاهُ مُبَارَكٌ
فَاتَّبِعُوهُ وَاتَّقُوا لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُونَ) (الأنعام:155)
Artinya: “Dan al-Qur’an itu adalah kitab yang Kami
turunkan yang diberkahi, maka ikutilah dia dan bertaqwalah agar kamu diberi
rahmat.” (Qs. 6:155)
Dan firman-Nya:
(وَهَذَا ذِكْرٌ مُبَارَكٌ أَنْزَلْنَاهُ
أَفَأَنْتُمْ لَهُ مُنْكِرُونَ) (الانبياء:50)
Artinya: “Dan al-Qur’an ini adalah suatu kitab(peringatan)
yang telah diberkahi yang telah Kami turunkan. Maka mengapakah kalian
mengingkarinya?” (Qs. 21:50)
Dan firman-Nya:
(كِتَابٌ أَنْزَلْنَاهُ إِلَيْكَ مُبَارَكٌ
لِيَدَّبَّرُوا آيَاتِهِ وَلِيَتَذَكَّرَ أُولُو الْأَلْبَابِ) (صّ:29)
Artinya: ” Ini adalah sebuah kitab yang kami turunkan
kepadamu penuh dengan berkah supaya mereka memperhatikan ayat-ayatnya dan
supaya mendapat pelajaran orang-orang yang mempunyai pikiran.” (QS.
38:29)
Makna berbarakah dalam bahasa arab adalah banyak kebaikannya dan
terus menerus.
Berkata Ibnul Qayyim rahimahullahu:
وهو أحق أن يسمى مباركا من كل شيء لكثرة خيره ومنافعه ووجوه البركة
فيه
Artinya: “Dan Al-Quran lebih berhak untuk dinamakan “mubarak” dari
segala sesuatu karena banyaknya kebaikannya, manfaatnya, dan segi-segi barakah
di dalamnya.” (Jala’ul Afham hal: 432, Dar Ibnul Jauzy )
Dan berkata Al-Alusy:
كثير الفائدة والنفع لاشتماله على منافع الدارين
Artinya: “Banyak faidahnya dan manfaatnya karena Alquran
mengandung manfaat-manfaat dunia dan akhirat.” (Ruhul Ma’any, tafsir
Surat Al-An’am ayat 92)
Para salaf telah berbeda pendapat di dalam masalah bertabarruk
(mencari berkah) dengan menggantungkan Al-Quran atau meletakkannya di suatu
tempat. (Lihat Ma’arijul Qabul 2/637 dan Taisir
Al-‘Azizil Hamid hal:130)
Yang rajih –wallahu a’lam- adalah tidak memperbolehkan.
Alasannya adalah sebagai berikut:
1. Hadist-hadist yang mengharamkan jimat adalah umum, dan tidak
ada dalil yang mengkhususkan, dan membedakan antara Al-Quran dan yang lainnya.
Seperti sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam:
إن الرقى والتمائم والتولة شرك
“Sesungguhnya ruqyah, jimat, dan tiwalah (pelet) adalah syirik.” (HR. Abu Dawud dan Ibnu Majah, dan dishahihkan Syeikh
Al-Albany)
Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam juga
bersabda:
من علق تميمة فقد أشرك
Artinya: “Barangsiapa yang menggantungkan jimat maka dia
telah berbuat syirik.” (HR. Ahmad, dan dishahihkan Syeikh Al-Albany)
Berbeda dengan ruqyah dimana Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam telah membedakan dengan sabda beliau:
لا بأس بالرقى ما لم يكن فيه شرك
Artinya: “Tidak mengapa meruqyah selama tidak ada
kesyirikan di dalamnya.” (HR. Muslim)
2. Seandainya amalan ini
diperbolehkan niscaya sudah dijelaskan oleh Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam
3. Dalil-dalil menunjukkan bahwa barakah Al-Quran adalah dengan
membacanya bukan dengan menggantungkan. Sebagaimana firman Allah ta’ala:
(وَاتْلُ مَا أُوحِيَ إِلَيْكَ مِنْ كِتَابِ
رَبِّكَ لا مُبَدِّلَ لِكَلِمَاتِهِ وَلَنْ تَجِدَ مِنْ دُونِهِ مُلْتَحَداً)
(الكهف:27)
Artinya: “Dan bacakanlah apa yang diwahyukan kepadamu,
yaitu kitab Rabb-mu (al-Qur’an). Tidak ada (seorangpun) yang dapat merubah
kalimat-kalimat-Nya. Dan kamu tidak akan dapat menemukan tempat berlindung
selain daripada-Nya.” (Qs. 18:27)
Dan juga firman Allah ta’ala:
(إِنَّ الَّذِينَ يَتْلُونَ كِتَابَ اللَّهِ
وَأَقَامُوا الصَّلاةَ وَأَنْفَقُوا مِمَّا رَزَقْنَاهُمْ سِرّاً وَعَلانِيَةً
يَرْجُونَ تِجَارَةً لَنْ تَبُورَ) (فاطر:29)
Artinya: “Sesungguhnya orang-orang yang selalu membaca
kitab Allah dan mendirikan shalat dan menafkahkan sebahagian dari rezki yang
Kami anugerahkan kepada mereka dengan diam-diam dan terang-terangan, mereka itu
mengharapkan perniagaan yang tidak akan merugi.”(Qs. 35:29)
Dan sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam:
اقرؤوا القرآن فإنه يأتي يوم القيامة شفيعا لأصحابه
Artinya: “Bacalah Al-Quran maka sesungguhnya dia datang
pada hari kiamat sebagai pemberi syafa’at untuk orang-orang yang
membacanya.” (HR. Muslim)
Dan juga sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam:
وما اجتمع قوم في بيت من بيوت الله يتلون كتاب الله ويتدارسونه بينهم
إلا نزلت عليهم السكينة وغشيتهم الرحمة وحفتهم الملائكة وذكرهم الله فيمن عنده
Artinya: “Dan tidaklah sebuah kaum berkumpul di rumah
diantara rumah-rumah Allah membaca kitab Allah, dan mempelajarinya kecuali akan
turun kepada mereka ketenangan, dan mereka akan diliputi rahmat, dan akan
menaungi mereka para malaikat, dan Allah akan menyebut mereka di depan para
malaikatNya.” (HR. Muslim)
Dan sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam:
إن الشيطان ينفر من البيت الذي تقرأ فيه سورة البقرة
“Sesungguhnya syetan lari dari rumah yang dibacakan di dalamnya
surat Al-Baqarah.” (HR. Muslim)
Demikianlah cara mengambil berkah dari Al-Quran, yaitu dengan cara
mengimaninya, membacanya, merenungi ayat-ayatnya, mengamalkannya, dan berobat
dengannya dengan cara yang sudah disyari’atkan. bukan meletakkannya atau
menggantungkannya di tempat tertentu dan menggunakannya sebagai jimat.
Berkata Ibnul ‘Araby rahimahullahu:
وإنما السنة فيه الذكر دون التعليق
“Dan sesungguhnya yang sunnah adalah dengan dzikir dengan Al-Quran
, bukan dengan menggantungnya.” (‘Aridhatul Ahwadzy 8/222)
4. Dibolehkannya
menggantungkan Al-Quran membuka pintu untuk menggantungkan selain Al-Quran dan
menjadikan mereka bertawakkal kepada selain Allah (Lihat Fathul Majid,
hal: 138)
Berkata Syeikh Hafidz Al-Hakamy: “Tidak diragukan lagi bahwa
larangan menggantungkan Al-Quran untuk tabarruk adalah lebih mencegah dari
terjerumusnya seseorang kepada keyakinan yang terlarang, khususnya di zaman
sekarang. Apabila sebagian besar sahabat dan tabi’in yang hidup di zaman yang
mulia dan iman mereka lebih besar dari gunung, mereka saja membencinya maka di
zaman kita sekarang-zaman fitnah dan cobaan- hal ini lebih dibenci. Bahkan
sekarang mereka sudah sampai derajat murni keharaman untuk tujuan yang haram,
diantaranya mereka menulis ayat, atau surat, atau basmalah, atau yang
semacamnya kemudian meletakkan mantra-mantra syetan di bawahnya, yang tidak
mengetahuinya kecuali orang yang membaca kitab-kitab mereka (Ma’arijul Qabul 1/638-639)
Dan ini adalah pendapat Abdullah bin Mas’ud (Lihat Mushannaf Ibnu
Abi Syaibah 8/15 no:23811), dan Ibrahim An-Nakha’i (Lihat Mushannaf
Ibnu Abi Syaibah 8/15 no: 23814), Imam Ahmad di dalam sebuah riwayat,
dan ini yang dipilih oleh kebanyakan Hanabilah. (Lihat Ath-Thibb
An-Nabawy, Adz-Dzahaby hal:281, dan Taisirul ‘Azizil Hamid,
Syeikh Sulaiman bin Abdullah, hal: 130)
Dengan demikian tidak boleh bagi seseorang meletakkan Al-Quran
atau sebagian ayat-ayat Al-Quran di suatu tempat dengan tujuan agar tempat
tersebut menjadi berbarakah, mendapatkan kebaikan atau keberuntungan, atau
dijauhkan dari bencana dan malapetaka, seperti menaruhnya di tempat usaha,
mobil, pesawat.dll. Apabila meyakini itu sebagai sebab maka termasuk syirik
kecil.
Wallahu a’lam.
Ustadz Abdullah Roy, Lc.
0 komentar:
Posting Komentar