Assalamu’alaikum wa Rahmatullaahi wa Barakaatuh.
Semoga Ustadz beserta seluruh karyawan selalu diberikan keberkahan
dan senantiasa di lindungi Allah Subhanahu wa Ta’ala. Amin.
Maaf kami ingin bertanya:
1. Apakah setiap wanita yang ingin dinikahi apakah boleh
mengajukan syarat kepada calon suaminya apabila kelak mereka menjadi sepasang
suami istri ?!
2. Jika boleh, bagaimana dengan syarat yang diajukan oleh seorang
wanita (perawan) yang ia tidak mau untuk di ta’addud (poligami)
oleh calon suaminya (perjaka) ?!
3. Apakah keinginan wanita tersebut masuk ke dalam penentangan
kepada syariat Allah ?!
4. Atau memang hanya perasaan seorang wanita itu saja yang memang
ingin suaminya mencintai dia saja, tidak juga untuk wanita lain !!
Syukran, Semoga Allah membalas dengan balasan yang berlipat ganda. Amin
Wassalamu’alaikum wa Rahmatullaahi wa Barakatuh.
Wassalamu’alaikum wa Rahmatullaahi wa Barakatuh.
Hormat Kami,
Harlan Budiarto
Jawaban:
Harlan Budiarto
Jawaban:
Wa’alaikumussalam wa Rahmatullahi wa Barakatuh.
Dengan nama Allah, segala puji bagi Allah. Shalawat dan salam kepada Rasulullah. Amma ba’du.
Dengan nama Allah, segala puji bagi Allah. Shalawat dan salam kepada Rasulullah. Amma ba’du.
Syarat yang tidak menghalalkan yang haram dan tidak mengharamkan
yang halal dan tidak bertentangan dengan maksud akad, syarat seperti ini
silakan dikatakan atau ditetapkan dalam akad apa pun, termasuk akad pernikahan.
Istri berhak dan boleh meletakkan syarat atas suami agar tidak
dimadu alias suami tidak berpoligami, syarat seperti ini sah, tidak
bertentangan dengan dibolehkannya atau disyariatkannya poligami, karena syarat
ini hanya membatasi bukan melarang, suami tetap boleh menikah lagi dengan
wanita kedua atau ketiga, tetapi karena istri pertama tidak mau, maka dia harus
melepasnya, silakan suami menerima atau tidak, kalau suami menerima maka dia
harus memegang syarat tersebut, kalau tidak menerima maka seorang laki-laki
bisa beralih untuk meminang wanita yang lain.
Penjelasan:
Sebagaimana Islam mengaitkan poligami dengan kemampuan untuk
berlaku adil dan membatasinya dengan empat isteri, begitu pula ia menjadikan
sebagian dari hak wanita atau walinya untuk memberikan syarat agar tidak di’madu’
[dipoligami].
Maka, bila seorang isteri mensyaratkan di dalam ‘aqad nikahnya
agar suami tidak menikah lagi (memadunya), maka syarat ini adalah sah hukumnya
dan berlaku.
Implikasinya, sang isteri memiliki hak untuk membatalkan
pernikahannya bila sang suami tidak menepatinya dan haknya di dalam pembatalan
tersebut tidak gugur kecuali bila dia sendiri yang menggugurkannya dan rela
melanggarnya.
Ini merupakan pendapat Imam Ahmad yang diperkuat oleh Syaikhul
Islam, Ibnu Taimiyyah dan Ibnu al-Qayyim. Demikian pula, ini adalah pendapat
‘Umar bin al-Khaththab, Sa’ad bin Abi Waqqash, Mu’awiyah, ‘Amr bin al-‘Ash,
Jabir bin Zaid, Thawus, Imam Auza’iy, Ishaq dan ‘Umar bin ‘Abdul ‘Aziz.
Alasannya, bahwa syarat-syarat di dalam pernikahan lebih besar
dampaknya ketimbang syarat-syarat di dalam jual-beli, sewa, dan seterusnya.
Oleh karena itulah, wajib komitmen terhadapnya dan menepatinya.
Pendapat ini didukung oleh beberapa dalil, diantaranya:
1. Hadits riwayat Bukhari dan Muslim bahwasanya Rasulullah shallallâhu
‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya syarat yang paling berhak
untuk ditepati adalah apa yang dengannya dihalalkan bagi kalian faraj (nikah).”
2. Di dalam hadits yang lain yang diriwayatkan dari ‘Abdullah bin
Abi Mulaikah bahwasanya al-Miswar bin Makhramah mengatakan kepadanya bahwa
dirinya mendengar Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wa sallam ketika
di atas mimbar bersabda, “Sesungguhnya Bani Hasyim bin al-Mughirah meminta izin
kepadaku untuk menikahkan anak perempuan mereka dengan Ali bin Abi Thalib,
lantas aku tidak mengizinkan mereka, kemudian tidak aku izinkan, kemudian tidak
aku izinkan kecuali bila Ibnu Abi Thalib (yakni ‘Ali) rela untuk menceraikan
anakku dan menikahi anak perempuan mereka (tersebut). Sesungguhnya anakku
adalah bagian dariku, apa yang menyangsikannya (akibatnya fatal baginya) adalah
juga apa yang aku rasakan, dan apa yang menyakitinya adalah juga menyakitiku.”
3. Di dalam riwayat yang lain disebutkan, “Sesungguhnya Fathimah
adalah dariku dan aku khawatir hal itu akan membuatnya terfitnah di dalam
agamanya.”
Terkait dengan hadits tersebut, Ibnu al-Qayyim mengomentari,”Hukum
tentang hal ini mengandung beberapa hal: bahwa seorang laki-laki bila
memberikan syarat kepada isterinya bahwa dirinya tidak menikah dengan selainnya
(memadunya), maka dia mesti menepati syarat tersebut dan bilamana dia menikah
dengan selainnya (memadunya) maka adalah hak sang isteri untuk membatalkannya (fasakh).
Sedangkan sisi cakupan hadits terhadap hal tersebut adalah bahwa dalam hadits
tersebut Rasulullah memberitahukan bahwa hal itu menyakiti Fathimah
radhiallaahu ‘anha, membuatnya sangsi/takut akan akibatnya yang fatal dan hal
ini juga akan dirasakan oleh beliau…”.
Tentunya, ada pendapat ulama yang lain berkaitan dengan
pensyaratan ini, yaitu pendapat Imam Abu Hanifah, Imam asy-Syafi’i, dll bahwa
persyaratan itu dianggap tidak ada dan tidak mesti dipenuhi oleh suami. Di
antara dalil yang mereka gunakan adalah,
Hadits Rasulullah bahwa beliau bersabda, “(Ikatan yang terjadi
diantara) kaum Muslimin berdasarkan syarat-syarat mereka kecuali syarat yang
menghalalkan yang haram dan mengharamkan yang halal“. Mereka berkata,
Syarat yang disyaratkan tersebut (mensyaratkan tidak dimadu) adalah
mengharamkan hal yang dihalalkan, yaitu menikah (secara terang-terangan),
menikah (secara sembunyi dengan budak) dan bepergian. Semua ini adalah halal,
jadi kenapa diharamkan. Dan banyak lagi dalil yang lain, demikian pula dengan
pendapat pertama, banyak lagi dalil-dalil mereka.
Ibnu Qudamah menguatkan pendapat pertama, diantara alasannya,
bahwa pendapat-pendapat para sahabat yang telah disebutkan (oleh beliau di
dalam bukunya al-Mughni yang mendukung pendapat pertama) tidak
ada yang menentangnya pada masa mereka di kalangan para shahabat, maka ini
dapat dikatakan sebagai ijma’.
Kami cenderung dengan pendapat pertama karena argumentasinya lebih
kuat. Wallaahu a’lamu bish shawab.[Redaksi]
Shalawat dan salam kepada Rasulullah.
Wassalamu’alaikum wa Rahmatullahi wa Barakatuh.
Wassalamu’alaikum wa Rahmatullahi wa Barakatuh.
0 komentar:
Posting Komentar