Adab-adab Dalam Melihat Calon Istri (Nadzar)
Adab-adab Dalam Nadzar
Bismillah was shalatu was
salamu ‘ala Rasulillah, wa ba’du,
Ada beberapa adab dan batasan
yang perlu diperhatikan ketika seorang lelaki melakukan nadzar dengan wanita
yang dia lamar,
Pertama, pihak laki-laki harus
benar-benar serius dan memiliki keinginan untuk menikahinya.
Berdasarkan hadis dari sahabat
Abu Humaid Al-Anshari radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam,
إِذَا خَطَبَ أَحَدُكُمْ امْرَأَةً، فَلَا جُنَاحَ عَلَيْهِ أَنْ
يَنْظُرَ إِلَيْهَا إِذَا كَانَ إِنَّمَا يَنْظُرُ إِلَيْهَا لِخِطْبَةٍ، وَإِنْ
كَانَتْ لَا تَعْلَم
“Apabila kalian melamar seorang
wanita, tidak ada dosa baginya untuk me-nadzar-nya, jika tujuan dia melihatnya
hanya untuk dipinang. Meskipun wanita itu tidak tahu.”(HR. Ahmad 23603, At-Thabrani
dalam Al-Ausath 911 dan sanadnya dishahihkan Syuaib al-Arnauth).
Kedua, ada peluang untuk menikahinya
Seperti, memungkinkan untuk
diizinkan walinya, atau memungkinkkan untuk diterima pihak wanita. Jika
kemungkinan besar pasti ditolak, baik oleh pihak wali atau wanita yang dinadzar
maka tidak boleh tetap nekad untuk nadzar.
Ibnul Qatthan Al-Fasi dalam
Ahkam An-Nadzar mengatakan,
لو كان خاطب المرأة عالما أنها لا تتزوجه ، وأن وليها لا يجيبه ،
لم يجز له النظر ، وإن كان قد خطب [ يعني : وإن كان يطلب خِطبتها ] ؛ لأنه إنما
أبيح له النظر ليكون سببا للنكاح، فإذا كان على يقين من امتناعه ، بقي النظر على
أصله من المنع
Jika lelaki yang hendak
meminang wanita mengetahui bahwa pihak wanita tidak akan bersedia nikah
dengannya, atau pihak wali tidak akan mengabulkan pinanganya, maka tidak boleh
dia melakukan nadzar. Meskipun dia sudah menyampaikan lamarannya. Karena
dibolehkannya nadzar, hanya karena menjadi sebab untuk menikah. Jika dia yakin
bahwa dia pasti ditolak, maka kembali pada hukum asal melihat wanita, yaitu
dilarang. (An-Nadzar fi Ahkam An-Nadzar,
hal. 391)
Ketiga, tidak boleh ada sentuhan
anggota badan sedikitpun
Dari Abu Hurairah radhiyallahu
‘anhu, Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda:
إِنَّ اللَّهَ كَتَبَ عَلَى ابْنِ آدَمَ حَظَّهُ مِنَ الزِّنَا،
أَدْرَكَ ذَلِكَ لاَ مَحَالَةَ، فَزِنَا العَيْنِ النَّظَرُ، وَزِنَا اللِّسَانِ
المَنْطِقُ، والقلب تَمَنَّى وَتَشْتَهِي، وَالفَرْجُ يُصَدِّقُ ذَلِكَ كُلَّهُ
وَيُكَذِّبُهُ
“Sesungguhnya Allah menetapkan
jatah dosa zina untuk setiap manusia. Dia akan mendapatkannya dan tidak bisa
dihindari: Zina mata dengan melihat, zina lisan dengan ucapan, zina hati dengan
membayangkan dan gejolak syahwat, sedangkan kemaluan membenarkan semua itu atau
mendustakannya.” (HR. Bukhari 6243)
Az-Zaila’I mengatakan,
ولا يجوز له أن يمس وجهها ولا كفيها – وإن أَمِن الشهوة – لوجود
الحرمة ، وانعدام الضرورة
Tidak boleh menyentuh wajahnya,
telapak tangannya – meskipun aman dari gejolak syahwat – karena adanya larangan
dan tidak ada alasan dharurat. (Tabyin al-Haqaiq, 16/361).
Keempat, tidak boleh berduaan, harus
ada pihak keluarga yang menemaninya, terutama keluarga pihak wanita
dari Umar radhiyallahu
‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لَا يَخْلُوَنَّ رَجُلٌ بِامْرَأَةٍ إِلَّا كَانَ ثَالِثَهُمَا
الشَّيْطَانُ
“Jangan sampai seorang lelaki
berdua-duaan dengan seorang perempuan. Jika terjadi makhluk ketiganya adalah
setan.” (HR.
Ahmad 177, Turmudzi 2165, dan dishahihkan Syuaib al-Arnauth).
Ibnu Qudamah mengatakan,
ولا يجوز له الخلوة بها لأنها مُحرّمة ، ولم يَرد الشرع بغير النظر
فبقيت على التحريم
Lelaki yang melamar, tidak
boleh berduaan dengan wanita yang dilamarnya, karena ini haram. Dan tidak ada
dalil yang menyebutkan pengecualian larangan ini, ‘kecuali nadzar’. Sehingga
kembali kepada hukum diharamkan. (al-Mughni, 7/453).
Kelima, tidak boleh sambil menikmati
apa yang dilihat
Melihat dengan cara penuh
menikmati (taladzudz) termasuk
diantara bentuk zina mata. Nadzar disyariatkan untuk mewujudkan sunah, dan
bukan untuk menikmati keindahan parasnya. Sehingga jika sudah cukup membuat
pihak lelaki tertarik untuk menikahinya, itu sudah cukup baginya.
Imam Ahmad pernah mengatakan,
ينظر إلى الوجه ، ولا يكون عن طريق لذة . وله أن يردّد النظر
إليها ، ويتأمل محاسنها ، لأن المقصود لا يحصل إلا بذلك
Dia melihat ke wajahnya, namun
tidak boleh dengan cara menikmati. Dia boleh melihat berulang-ulang, dan
menimbang kecantikannya. Karena tujuan saling mencintai hanya bisa diwujudkan
dengan cara itu.
Keenam, dibolehkan untuk melakukan
komunikasi, berbicara langsung dengannya, selama tidak berduaan
Imam Ibnu Baz mengatakan,
يجوز للرجل إذا أراد خطبة المرأة أن يتحدث معها ، وأن ينظر إليها
من دون خلوة … ، فإذا كان الكلام معها فيما يتعلق بالزواج والمسكن وسيرتها ، حتى
تعلم هل تعرف كذا ، فلا بأس بذلك إذا كان يريد خطبتها
Boleh bagi lelaki yang hendak
melamar wanita untuk berbincang-bincang dengannya dan melihatnya tanpa
berduaan… jika pembicaraan dilakukan untuk membahas terkait pernikahan, tempat
tinggal, atau latar belakang keluarga, sehingga kita tahu apakah dia tahu
tentang itu, ini dibolehkan. Jika dia hendak menikahinya. (Majmu’ Fatawa,
20/429).
Ketujuh, boleh untuk melihat
berkali-kali ke arah calon pasangan
Dalam Ensiklopedi Fiqh
dinyatakan,
يجوز تكرار النظر إن احتاج إليه ليتبين هيئتها، فلا يندم بعد
النكاح، إذ لا يحصل الغرض غالبا بأول نظرة
Boleh mengulang-ulang melihat
wanita yang dilamar, jika dibutuhkan, sehingga semakin jelas semua kondisinya.
Agar tidak menyesal setelah nikah. Karena tujuan itu umumnya tidak terwujud di
awal nadzar. (al-Mausu’ah al-Fiqhiyah, 22/17)
Allahu a’lam.
Dijawab oleh Ustadz Ammi Nur Baits (Dewan
Pembina Konsultasisyariah.com)
0 komentar:
Posting Komentar