Apakah
Ikhlas Berarti Tidak Boleh Mengharap Pahala dan Surga?
Segala puji bagi Allah, Rabb
pemberi segala nikmat dan yang berhak disembah. Shalawat dan salam kepada
penutup para Nabi, yaitu Nabi Muhammad, istri-istri beliau, keluarga, para
sahabat yang berjuang keras membela Islam dan setiap orang yang mengikuti
mereka dalam kebaikan hingga akhir zaman.
Sebagian ulama dan ahli ibadah
punya keyakinan bahwa jika seseorang beribadah dan mengharap-harap balasan
akhirat yang Allah janjikan maka ini akan mencacati keikhlasannya. Walaupun
mereka tidak menyatakan batalnya amalan karena maksud semacam ini, namun mereka
membenci jika seseorang punya maksud demikian.
Mereka pun mengatakan, “Jika aku beribadah pada Allah
karena mengharap surga-Nya dan karena takut akan siksa neraka-Nya, maka aku
adalah pekerja yang jelek. Tetapi aku hanya ingin beribadah karena cinta dan
rindu pada-Nya.”
Perkataan ini juga dikemukakan oleh Robi’ah Al ‘Adawiyah, Imam Al Ghozali dan
Syaikhul Islam Ismail Al Harowi.1 Di antara perkataan Robi’ah Al
Adawiyah dalam bait syairnya, “Aku
sama sekali tidak mengharap surga dan takut pada neraka (sebagai balasan
ibadah). Dan aku tidak mengharap rasa cintaku ini sebagai pengganti.”
Jadi intinya mereka bermaksud
mengatakan bahwa janganlah seseorang beramal karena ingin mengharap pahala,
mengharap balasan di sisi Allah, ingin mengharap surga atau takut pada siksa
neraka. Ini namanya tidak ikhlas.
Namun jika kita perhatikan
kembali pada Al Qur’an dan petunjuk Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, sungguh pendapat mereka-mereka
jauh dari kebenaran. Berikut beberapa buktinya. Semoga Allah memberikan
kepahaman.
Allah Memerintahkan untuk
Berlomba Meraih Kenikmatan di Surga
Setelah menyebutkan berbagai
kenikmatan di surga dalam surat Al Muthaffifin, Allah Ta’ala pun memerintah untuk
berlomba-lomba meraihnya,
وَفِي ذَلِكَ فَلْيَتَنَافَسِ الْمُتَنَافِسُونَ
“Dan untuk yang demikian itu
hendaknya orang berlomba-lomba.
” (QS. Al Muthaffifin: 26)
Dalam Al Qur’an pun Disebutkan
Balasan dari Suatu Amalan
Allah Ta’ala berfirman,
إِنَّ الَّذِينَ آَمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ كَانَتْ لَهُمْ جَنَّاتُ الْفِرْدَوْسِ نُزُلًا
(107) خَالِدِينَ فِيهَا لَا يَبْغُونَ عَنْهَا حِوَلًا
(108)
“Sesungguhnya orang-orang yang
beriman dan beramal saleh, bagi mereka adalah surga Firdaus menjadi tempat
tinggal, mereka kekal di dalamnya, mereka tidak ingin berpindah dari padanya.” (QS. Al Kahfi: 107-108)
Al Qur’an Memberi Kabar Gembira
dan Peringatan
Allah Ta’ala berfirman,
قَيِّمًا لِيُنْذِرَ بَأْسًا شَدِيدًا مِنْ لَدُنْهُ وَيُبَشِّرَ الْمُؤْمِنِينَ الَّذِينَ يَعْمَلُونَ الصَّالِحَاتِ أَنَّ لَهُمْ أَجْرًا حَسَنًا
“Al Qur’an sebagai bimbingan
yang lurus, untuk memperingatkan siksaan yang sangat pedih dari sisi Allah dan
memberi berita gembira kepada orang-orang yang beriman, yang mengerjakan amal
saleh, bahwa mereka akan mendapat pembalasan yang baik.” (QS. Al Kahfi: 2)
Sifat Orang Beriman, Beribadah
dengan Khouf (Takut) dan Roja’ (Harap)
Allah Ta’ala berfirman,
أُولَئِكَ الَّذِينَ يَدْعُونَ يَبْتَغُونَ إِلَى رَبِّهِمُ الْوَسِيلَةَ أَيُّهُمْ أَقْرَبُ وَيَرْجُونَ رَحْمَتَهُ وَيَخَافُونَ عَذَابَهُ إِنَّ عَذَابَ رَبِّكَ كَانَ مَحْذُورًا
“Orang-orang yang mereka seru
itu, mereka sendiri mencari jalan kepada Tuhan mereka siapa di antara mereka
yang lebih dekat (kepada Allah) dan mengharapkan rahmat-Nya dan takut akan
azab-Nya; sesungguhnya azab Tuhanmu adalah suatu yang (harus) ditakuti. ” (QS. Al Israa’: 57)
Sifat ‘Ibadurrahman Berlindung
dari Siksa Neraka
Allah Ta’ala berfirman,
وَالَّذِينَ يَقُولُونَ رَبَّنَا اصْرِفْ عَنَّا عَذَابَ جَهَنَّمَ إِنَّ عَذَابَهَا كَانَ غَرَامًا
“Dan orang-orang yang berkata:
“Ya Tuhan kami, jauhkan azab jahannam dari kami, sesungguhnya azabnya itu
adalah kebinasaan yang kekal”. ” (QS. Al Furqon: 65)
Sifat Ulil Albab juga
Berlindung dari Siksa Neraka
Allah Ta’ala berfirman,
الَّذِينَ يَذْكُرُونَ اللَّهَ قِيَامًا وَقُعُودًا وَعَلَى جُنُوبِهِمْ وَيَتَفَكَّرُونَ فِي خَلْقِ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ رَبَّنَا مَا خَلَقْتَ هَذَا بَاطِلًا سُبْحَانَكَ فَقِنَا عَذَابَ النَّارِ (191) رَبَّنَا إِنَّكَ مَنْ تُدْخِلِ النَّارَ فَقَدْ أَخْزَيْتَهُ وَمَا لِلظَّالِمِينَ مِنْ أَنْصَارٍ (192) رَبَّنَا إِنَّنَا سَمِعْنَا مُنَادِيًا يُنَادِي لِلْإِيمَانِ أَنْ آَمِنُوا بِرَبِّكُمْ فَآَمَنَّا رَبَّنَا فَاغْفِرْ لَنَا ذُنُوبَنَا وَكَفِّرْ عَنَّا سَيِّئَاتِنَا وَتَوَفَّنَا مَعَ الْأَبْرَارِ (193) رَبَّنَا وَآَتِنَا مَا وَعَدْتَنَا عَلَى رُسُلِكَ وَلَا تُخْزِنَا يَوْمَ الْقِيَامَةِ إِنَّكَ لَا تُخْلِفُ الْمِيعَادَ (194)
“(Yaitu) orang-orang yang
mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadan berbaring dan
mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): “Ya
Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari
siksa neraka.
Ya Tuhan kami, sesungguhnya barangsiapa yang Engkau masukkan ke dalam neraka,
maka sungguh telah Engkau hinakan ia, dan tidak ada bagi orang-orang yang zalim
seorang penolongpun. Ya Tuhan kami, sesungguhnya kami mendengar (seruan) yang
menyeru kepada iman, (yaitu): “Berimanlah kamu kepada Tuhanmu”, maka kamipun
beriman. Ya Tuhan kami, ampunilah bagi kami dosa-dosa kami dan hapuskanlah dari
kami kesalahan-kesalahan kami, dan wafatkanlah kami beserta orang-orang yang
banyak berbakti. Ya Tuhan kami, berilah kami apa yang telah Engkau janjikan
kepada kami dengan perantaraan rasul-rasul Engkau. Dan janganlah Engkau hinakan
kami di hari kiamat. Sesungguhnya Engkau tidak menyalahi janji.” ” (QS. Ali Imron: 191-194)
Malaikat pun Meminta pada Allah
Surga
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika menceritakan keadaan para
malaikat, beliau bersabda bahwa Allah Ta’ala berfirman,
فَمَا يَسْأَلُونِى قَالَ يَسْأَلُونَكَ الْجَنَّةَ
“Apa yang para malaikat mohon
pada-Ku?” “Mereka memohon pada-Mu surga,” sabda beliau.
Lihatlah malaikat pun meminta pada Allah surga, padahal mereka adalah seutama-utamanya wali Allah. Sifat-sifat para malaikat adalah,
Lihatlah malaikat pun meminta pada Allah surga, padahal mereka adalah seutama-utamanya wali Allah. Sifat-sifat para malaikat adalah,
لَا يَعْصُونَ اللَّهَ مَا أَمَرَهُمْ وَيَفْعَلُونَ مَا يُؤْمَرُونَ
“Malaikat-malaikat itu tidak
mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu
mengerjakan apa yang diperintahkan.”
(QS. At Tahrim: 6)
Asiyah, istri Fir’aun yang
Beriman Meminta Rumah di Surga
Allah Ta’ala berfirman,
وَضَرَبَ اللَّهُ مَثَلًا لِلَّذِينَ آَمَنُوا اِمْرَأَةَ فِرْعَوْنَ إِذْ قَالَتْ رَبِّ ابْنِ لِي عِنْدَكَ بَيْتًا فِي الْجَنَّةِ وَنَجِّنِي مِنْ فِرْعَوْنَ وَعَمَلِهِ وَنَجِّنِي مِنَ الْقَوْمِ الظَّالِمِينَ
“Dan Allah membuat isteri
Fir’aun perumpamaan bagi orang-orang yang beriman, ketika ia berkata: “Ya
Rabbku, bangunkanlah untukku sebuah rumah di sisi-Mu dalam firdaus, dan
selamatkanlah aku dari Fir’aun dan perbuatannya, dan selamatkanlah aku dari
kaum yang zhalim. ” (QS. At Tahrim: 11). Padahal
Asiyah lebih utama dari Robi’ah Al Adawiyah, namun ia pun masih meminta pada
Allah surga.
Para Nabi Beribadah dengan
Roghbah (Harap) dan Rohaba (Cemas/Takut)
Allah Ta’ala berfirman,
إِنَّهُمْ كَانُوا يُسَارِعُونَ فِي الْخَيْرَاتِ وَيَدْعُونَنَا رَغَبًا وَرَهَبًا وَكَانُوا لَنَا خَاشِعِينَ
“Sesungguhnya mereka adalah
orang-orang yang selalu bersegera dalam (mengerjakan) perbuatan-perbuatan yang
baik dan mereka berdoa kepada Kami dengan harap dan cemas. Dan mereka adalah
orang-orang yang khusyu’ kepada Kami. ” (QS. Al Anbiya’: 90)2
Nabi Ibrahim ‘alaihis salam pun Meminta Surga
Sebagaimana do’a Nabi Ibrahim
-kholilullah/ kekasih Allah-,
وَاجْعَلْنِي مِنْ وَرَثَةِ جَنَّةِ النَّعِيمِ (85) وَاغْفِرْ لِأَبِي إِنَّهُ كَانَ مِنَ الضَّالِّينَ (86) وَلَا تُخْزِنِي يَوْمَ يُبْعَثُونَ
“Dan jadikanlah aku termasuk
orang-orang yang mempusakai surga yang penuh kenikmatan, dan ampunilah bapakku,
karena sesungguhnya ia adalah termasuk golongan orang-orang yang sesat, dan
janganlah Engkau hinakan aku pada hari mereka dibangkitkan.” (QS. Asy Syu’ara: 85-87)
Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam pun Meminta Surga
Dari Abu Sholih, dari beberapa
sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bertanya kepada seseorang,
“Do’a apa yang engkau baca di dalam shalat?”
أَتَشَهَّدُ وَأَقُولُ اللَّهُمَّ إِنِّى أَسْأَلُكَ الْجَنَّةَ وَأَعُوذُ بِكَ مِنَ النَّارِ أَمَا إِنِّى لاَ أُحْسِنُ دَنْدَنَتَكَ وَلاَ دَنْدَنَةَ مُعَاذٍ
“Aku membaca tahiyyat, lalu aku
ucapkan ‘Allahumma inni as-alukal jannah
wa a’udzu bika minannar‘
(aku memohon pada-Mu surga dan aku berlindung dari siksa neraka). Aku sendiri
tidak mengetahui kalau engkau mendengungkannya begitu pula Mu’adz”, jawab orang
tersebut. Kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallambersabda, “Kami sendiri memohon
surga (atau berlindung dari neraka).”3
Nabi Menyuruh Meminta Tempat
yang Mulia untuknya di Surga
Dari Abdullah bin ‘Amr bin Al
‘Ash, beliau mendengar Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِذَا سَمِعْتُمُ الْمُؤَذِّنَ فَقُولُوا مِثْلَ مَا يَقُولُ ثُمَّ صَلُّوا عَلَىَّ فَإِنَّهُ مَنْ صَلَّى عَلَىَّ صَلاَةً صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ بِهَا عَشْرًا ثُمَّ سَلُوا اللَّهَ لِىَ الْوَسِيلَةَ فَإِنَّهَا مَنْزِلَةٌ فِى الْجَنَّةِ لاَ تَنْبَغِى إِلاَّ لِعَبْدٍ مِنْ عِبَادِ اللَّهِ وَأَرْجُو أَنْ أَكُونَ أَنَا هُوَ فَمَنْ سَأَلَ لِىَ الْوَسِيلَةَ حَلَّتْ لَهُ الشَّفَاعَةُ
“Apabila kalian mendengar
mu’adzin, maka ucapkanlah sebagaimana yang diucapkan oleh muadzin, lalu
bershalawatlah kepadaku, maka sungguh siapa saja yang bershalawat kepadaku
sekali, Allah akan bershalawat kepadanya sebanyak 10 kali. Kemudian mintalah
pada Allah wasilah bagiku karena wasilah adalah sebuah kedudukan di surga.
Tidaklah layak mendapatkan kedudukan tersebut kecuali untuk satu orang di antara
hamba Allah. Aku berharap aku adalah dia. Barangsiapa meminta wasilah untukku,
dia berhak mendapatkan syafa’atku.”4
Yang dimaksud dengan wasilah adalah kedudukan tinggi di surga. Sebagaimana terdapat dalam sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
Yang dimaksud dengan wasilah adalah kedudukan tinggi di surga. Sebagaimana terdapat dalam sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
إِنَّ الوَسِيْلَةَ دَرَجَةٌ عِنْدَ اللهِ لَيْسَ فَوْقَهَا دَرَجَةٌ فَسَلُّوْا اللهَ أَنْ يُؤْتِيَنِي الوَسِيْلَةَ عَلَى خَلْقِهِ
“Sesungguhnya wasilah adalah
kedudukan (derajat yang mulia) di sisi Allah. Tidak ada lagi kedudukan yang
mulia di atasnya. Maka mintalah pada Allah agar memberiku wasilah di antara
hamba-Nya yang lain.”5
Setelah Kita Menyaksikan
Setelah kita melihat sendiri dan
menyaksikan dengan seksama berbagai ayat al Qur’an dan riwayat hadits yang
telah kami kemukakan di atas, ini menunjukkan bahwa seluruh ajaran agama ini
mengajak setiap hamba untuk mencari surga dan berlindung dari neraka-Nya.
Dalil-dalil tersebut juga menunjukkan bahwa para rasul, para nabi, para shidiq,
para syuhada’, para malaikat dan para wali Allah yang mulai, mereka semua beramal
karena ingin meraih surga dan takut akan siksa neraka. Mereka adalah hamba
Allah terbaik, lantas pantaskah mereka disebut pekerja yang jelek?!
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah mengatakan,
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah mengatakan,
وَطَلَبُ الْجَنَّةِ وَالِاسْتِعَاذَةِ مِنْ النَّارِ طَرِيقُ أَنْبِيَاءِ اللَّهِ وَرُسُلِهِ وَجَمِيعِ أَوْلِيَائِهِ السَّابِقِينَ الْمُقَرَّبِينَ وَأَصْحَابِ الْيَمِينِ
“Meminta surga dan berlindung
dari siksa neraka adalah jalan hidup para Nabi Allah, utusan Allah, seluruh
wali Allah, ahli surga yang terdepan (as
sabiqun al muqorrobun)
dan ahli surga pertengahan (ash-habul
yamin).”6
Salah Paham dengan Kenikmatan
di Surga dan Siksa Neraka
Mengenai perkataan sebagian sufi,
لَمْ أَعْبُدْكَ شَوْقًا إلَى جَنَّتِكَ وَلَا خَوْفًا مِنْ نَارِكَ
“Aku tidaklah beribadah pada-Mu
karena menginginkan nikmat surga-Mu dan takut pada siksa neraka-Mu”, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah
telah memberikan jawaban,
“Perkataan ini muncul karena
sangkaannya bahwa surga sekedar nama tempat yang akan diperoleh berbagai macam
nikmat. Sedangkan neraka adalah nama tempat yang mana makhluk akan mendapat
siksa di dalamnya. Ini termasuk mendeskreditkan dan meremehkan yang dilakukan
oleh mereka-mereka karena salah paham dengan kenikmatan surga. Kenikmatan di
surga adalah segala sesuatu yang dijanjikan kepada wali-wali Allah dan juga
termasuk kenikmatan karena melihat Allah. Yang terakhir ini juga termasuk
kenikmatan di surga. Oleh karenanya, makhluk Allah yang paling mulia selalu
meminta surga pada Allah dan selalu berlindung dari siksa neraka.”7
Melihat wajah Allah di akhirat
kelak, itulah kenikmatan yang paling besar dan istimewa dari kenikmatan
lainnya. Dari Shuhaib, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
« إِذَا دَخَلَ أَهْلُ الْجَنَّةِ الْجَنَّةَ – قَالَ – يَقُولُ اللَّهُ تَبَارَكَ وَتَعَالَى تُرِيدُونَ شَيْئًا أَزِيدُكُمْ فَيَقُولُونَ أَلَمْ تُبَيِّضْ وُجُوهَنَا أَلَمْ تُدْخِلْنَا الْجَنَّةَ وَتُنَجِّنَا مِنَ النَّارِ – قَالَ –
فَيَكْشِفُ الْحِجَابَ فَمَا أُعْطُوا شَيْئًا أَحَبَّ إِلَيْهِمْ مِنَ النَّظَرِ إِلَى رَبِّهِمْ عَزَّ وَجَلَّ ».
“Jika penduduk surga memasuki
surga, Allah Ta’ala pun mengatakan pada mereka, “Apakah kalian ingin sesuatu
sebagai tambahan untuk kalian?” “Bukankah engkau telah membuat wajah kami
menjadi berseri, telah memasukkan kami ke dalam surga dan membebaskan kami dari
siksa neraka?”, tanya penduduk surga tadi. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Allah pun membuka hijab
(tirai). Maka mereka tidak pernah diberi nikmat yang begitu mereka suka
dibanding dengan nikmat melihat wajah Rabb mereka ‘azza wa jalla.”8
Siksaan di neraka yang paling
berat adalah karena tidak memperoleh nikmat yang besar ini yaitu melihat Allah Ta’ala.
Orang-orang kafir tidak merasakan melihat wajah Allah yang merupakan nikmat
terbesar yang diperoleh oleh penduduk surga. Inilah kerugian dan siksaan bagi
mereka. Allah Ta’ala berfirman,
كَلَّا إِنَّهُمْ عَنْ رَبِّهِمْ يَوْمَئِذٍ لَمَحْجُوبُونَ
“Sekali-kali tidak, sesungguhnya
mereka pada hari itu benar-benar tertutup dari melihat wajah Tuhan mereka. ” (QS. Al Muthaffifin: 15). Imam
Syafi’i berdalil dengan mafhum (makna tersirat) ayat ini,
هذه الآية دليل على أن المؤمنين يرونه عز وجل يومئذ
“Ayat ini adalah dalil bahwa
orang-0rang beriman akan melihat Allah ‘azza wa jalla pada hari itu (hari
kiamat).”9
Inilah pikiran picik yang
membatasi kenikmatan di surga hanya dengan merasakan berbagai nikmat, seperti
sungai, bidadari, buah-buahan, namun ada nikmat yang lebih daripada itu yaitu
nikmat melihat Allah Ta’ala.
Kesimpulan
Yang namanya ikhlas adalah
seseorang beramal dengan mengharap segala apa yang ada di sisi Allah, yaitu
mengharap surga dengan segala kenikmatannya (baik bidadari, berbagai buah,
sungai di surga, rumah di surga, dsb), termasuk pula dalam hal ini adalah ingin
melihat Allah di akhirat kelak. Begitu pula yang namanya ikhlas adalah
seseorang beribadah karena takut akan siksa neraka. Inilah yang namanya ikhlas.
Jika seseorang tidak memiliki harapan untuk meraih surga dan takut akan neraka, maka semangatnya dalam beramalnya pun jadi lemah. Namun jika seseorang dalam beramal selalu ingin mengharapkan surga dan takut akan siksa neraka, maka ia pun akan semakin semangat untuk beramal dan usahanya pun akan ia maksimalkan.
Jika seseorang tidak memiliki harapan untuk meraih surga dan takut akan neraka, maka semangatnya dalam beramalnya pun jadi lemah. Namun jika seseorang dalam beramal selalu ingin mengharapkan surga dan takut akan siksa neraka, maka ia pun akan semakin semangat untuk beramal dan usahanya pun akan ia maksimalkan.
Semoga Allah senantiasa
menganugerahkan kita keikhlasan dalam beramal, harapan yang kuat untuk meraih
surga-Nya dan rasa takut akan siksa neraka-Nya.
Segala puji bagi Allah yang dengan nikmat-Nya segala kebaikan menjadi sempurna.
Segala puji bagi Allah yang dengan nikmat-Nya segala kebaikan menjadi sempurna.
Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal
Artikel Rumaysho.com
Disempurnakan di Pangukan-Sleman, 26 Muharram 1431 H
Artikel Rumaysho.com
Disempurnakan di Pangukan-Sleman, 26 Muharram 1431 H
Footnote:
1 Ta’thirul Anfas min Haditsil
Ikhlas, Dr. Sayid bin Husain Al ‘Afani, hal. 365-366, Darul ‘Affani,
1421 H. [Pembahasan selanjutnya banyak kami ambil faedah dari kitab ini]
2 Ada dua tafsiran mengenai surat
Al Anbiya’ ayat 90. Ada yang mengatakan bahwa yang dimaksud adalah Zakariya dan
istrinya. Ada pula sebagian ulama yang mengatakan bahwa yang dimaksud adalah
semua nabi yang disebutkan dalam surat Al Anbiya’. Lihat penjelasan Ibnul Jauzi
dalam Zaadul Masiir ketika menjelaskan surat ini.
3 HR. Abu Daud no. 792, Ibnu
Majah no. 910, dan Ahmad (3/474). Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih. Lihat Shahih wa Dhoif Sunan Abu Daud no. 792.
4 HR. Muslim no. 875
5 HR. Thobroni dalam Mu’jam Al
Awsoth. Hadits ini dikatakan shohih oleh Syaikh Al Albani dalam Fadhlu Sholah
‘alan Nabi no. 49
6 Majmu’ Al Fatawa, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah,
10/701, Darul Wafa’,cetakan ketiga, 1426 H
7 Majmu’ Al Fatawa, 10/240-241.
8 HR. Muslim no. 181.
9 Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim,
Ibnu Katsir, 14/287, Muassasah Qurthubah
0 komentar:
Posting Komentar