Penulis: ustadz Muhammad Yassir, Lc
Pernah ada yang bertanya pada saya, “Rezeki
kan sudah ditentukan oleh Allah Ta’ala, bolehkah kita berdoa minta uang yang
banyak??”
Pernah juga seorang ustad menyempaikan ceramahnya secara live di
sebuah stasiun TV, beliau berkata, “Rezeki itu sudah ditentukan
jumlahnya oleh Allah, mau kerja keras atau tidak, rezeki yang telah ditentukan
itu pasti akan datang. Jadi tidak perlu menghabiskan waktu untuk mencari
rezeki. Yang belum pasti adalah kita masuk surga atau neraka, maka inilah yang
penting untuk diusahakan, agar kita bisa meraih sorga.” Kira-kira
seperti inilah pernyataan ustadz tersebut. Walaupun tidak sama persis dengan
redaksinya, tapi poin penting dari ucapan ustadz itu adalah:
Rezki sudah
ditentukan………………jadi……………tidak perlu terforsir usaha dan waktu untuk
mengejarnya
surga dan neraka belum
ditentukan…………..jadi………….kita harus bersungguh-sungguh mencari dan mendapatkan
surga Allah.
Sekilas, pertanyaan dan
pernyataaan di atas seakan ada benarnya.
Tapi, kalau kita koreksi
lebih dalam, maka ada kesalahan fatal dalam pernyataan tersebut.
Yaitu berhubungan dengan
Iman pada Taqdir.
Sebagian orang
menganggap, yang tidak bisa diutak-atik lagi atau diistilahkan dengan taqdir
hanyalah perkara: Rezeki, Jodoh dan Ajal.
Anggapan ini jelas sekali
salah. Taqdir Allah atas manusia dan segala makhluknya meliputi seluruh aspek
dengan sedetilnya. Bahkan seseorang menjadi orang bahagia atau sengsara sudah
ditentukan oleh Allah sebelum kita lahir; akan jadi penduduk surga atau penghuni
neraka sudah ditentukan oleh Allah sebelum kita lahir.
Jadi, pertanyaan di atas
pun saya jawab, “Bukankah ilmu juga sudah ditentukan oleh Allah? Bukankah kita
rajin atau malas juga sudah ditaqdirkan Allah? Apakah masih boleh kita meminta
ilmu yang banyak pada Allah? Apakah boleh kita memohon agar menjadi anak
rajin??”
Yang bertanya pun jadi
bingung. Karena ia akan berfikir, kalau rezeki dan ilmu sama-sama sudah
ditentukan oleh Allah, kenapa harus dibedakan dalam berdoa? Kenapa harus
mengkambinghitamkan rezeki dibandingkan taqdir Allah yang lain? Kenapa hanya
rezeki yang harus dipertanyakan boleh tidaknya berdoa meminta tambahan lebih
banyak??
Sebenarnya, antara iman
kepada Taqdir dan amal usaha tidak perlu dipertentangkan.
Iman adalah keyakinan
yang terpatri dalam hati bahwa segala yang sudah terjadi; yang sedang terjadi
dan yang akan terjadi sudah diketahui dan ditaqdirkan oleh Allah jauh kurun
sebelum diciptakan alam semesta ini, semua taqdir ini telah ditulis di lauhul
mahfuz.
Sedangkan dalam amalan,
kita dituntut oleh syariat beramal, baik untuk kebaikan dunia maupun akhirat.
Adapun hasil amalan kita, itu masih rahasia Allah, kita baru mengetahuinya
setelah kita mengalami kejadiannya. Jangan memutuskan keputusan terhadap
kejadian masa depan yang belum terjadi.
Maka, jangan ada tersirat
ucapan,
“Untuk apa saya bekerja,
toh saya ditaqdirkan miskin juga”.
“Untuk apa saya belajar,
kalau saya ditaqdirkan tidak lulus, kan percuma”
“Untuk apa saya berobat,
kalau tidak ditaqdirkan sembuh, kan mati juga”
“Untuk apa saya ibadah,
jangan-jangan saya termasuk penghuni neraka”
dan ucapan lain yang
senada dengan itu.
Ucapan di atas ini jelas
sangat salah, karena:
Pertama: karena ucapan itu mengandung rasa buruk sangka (su’uzzon)
pada Allah. Kepada yang dituduhkan bahwa taqdir dia buruk semua??
Mengapa tidak berbaik
sangka? Dengan optimistis bahwa usaha dan amalannya akan berhasil??
Kedua: Dalam ucapan itu, seakan mengaku dirinya tahu ghaib.
Karena ia sudah memutuskan taqdir masa depan yang hanya diketahui oleh Allah.
Dari mana ia tahu bahwa ia ditaqdirkan miskin? Ditaqdirkan gagal? Ditaqdirkan
masuk neraka?? semua dugaan itu hanyanya pengakuan tanpa bukti.
Jadi, bolehkah berdoa minta tambahan rezeki??
Pertanyaan ini yang perlu
kita jawab, karena pertanyaan ini yang banyak diperbincangkan. Sedangkan doa
minta jadi sholeh; minta khusyu’ ibadah; dan minta surga tidak perlu dijawab,
karena pasti tidak ada yang ragu akan kebolehannya.
Mari kita simak contoh
dari Rasulullah:
Rasulullah bersabda:
من
أطعمه الله طعاما فليقل : اللهم بارك لنا فيه ، وأطعمنا خيرا منه ، ومن سقاه الله
لبنا فليقل : اللهم بارك لنا فيه وزدنا منه
“Barang siapa mendapatkan rezeki berupa makanan hendaknya ia
berdoa: “Ya Allah berkahilah kami dalam makanan ini dan limpahkanlah pada kami
makanan yang lebih baik dari pada ini”
dan barang siapa yang mendapatkan rezeki berupa susu, maka
hendaknya ia berdoa: “Ya Allah, berkahilah kami dalam makanan ini, dan
tambahkan rezeki susu ini”(HR. Tirmizi)
Rasulullah mendoakan Anas
bin Malik dengan Ucapannya:
اللهم
أكثر ماله وولده وبارك له فيما أعطيته
“Ya Allah, banyakkan harta dan anaknya, dan berkahilah ia dalam
pemberianMu” (HR. Muslim)
Nah, silahkan anda
menilai sendiri. Dari doa Rasul di atas, ternyata tidak perlu dipertentangkan
antara taqdir rezeki dengan usaha mencari rezeki, dan di antaranya adalah doa
meminta tambahan/banyak rezeki.
Silahkan berusaha
semaksimal mungkin, untuk mengejar cita-cita dan harapan. Selama amal usaha itu
tidak berseberangan dengan syariat Islam. Adapun soal hasilnya, maka serahkan
pada Allah Ta’ala. Inilah hakikat orang Tawakkal yang sejati.
0 komentar:
Posting Komentar