Alangkah banyak sekarang ini orang-orang yang lancang, tanpa
rasa takut mereka berkata atas nama Allah ‘azza wa jalla atau
atas nama agama, tanpa ilmu. Padahal Ibnul Qayyim rahimahullahmenyatakan bahwa berkata atas nama
Allah ‘azza wa jalla tanpa ilmu adalah perkara yang
lebih besar dari kesyirikan. Berikut ini kami bawakan nukilan penjelasan Ibnul
Qayyim rahimahullahterkait hal di atas.
Allah ‘azza wa jalla telah
mengharamkan berkata atas nama Allah ‘azza wa jalla tanpa
ilmu dalam fatwa dan memutuskan hukum, serta menjadikannya sebagai perkara
haram yang paling besar, bahkan pada tingkatan tertinggi. Allah ‘azza wa jalla berfirman,
قُلۡ إِنَّمَا حَرَّمَ رَبِّيَ ٱلۡفَوَٰحِشَ مَا ظَهَرَ مِنۡهَا وَمَا بَطَنَ وَٱلۡإِثۡمَ وَٱلۡبَغۡيَ بِغَيۡرِ ٱلۡحَقِّ وَأَن تُشۡرِكُواْ بِٱللَّهِ مَا لَمۡ يُنَزِّلۡ بِهِۦ سُلۡطَٰنٗا وَأَن تَقُولُواْ عَلَى ٱللَّهِ مَا لَا تَعۡلَمُونَ ٣٣
“Katakanlah (wahai Muhamad), sesungguhnya Rabbku telah
mengharamkan perbuatan keji yang yang tampak ataupun tidak, (juga mengharamkan)
dosa, berbuat zalim tanpa sebab yang haq, mensekutukan Allah dengan sesuatu
yang tidak pernah ada dalil dari Allah dan kalian berkata atas nama Allah
sesuatu yang tidak kalian tahu ilmunya.” (al-A’raf: 33)
Allah ‘azza wa jalla menyebutkan
urutan perkara yang diharamkannya menjadi empat tingkatan. Allah ‘azza wa jalla memulai dengan yang paling ringan,
yaitu fawahisy (perbuatan keji). Urutan kedua ialah yang
lebih keras keharamannya, yaitu dosa dan perbuatan zalim. Urutan ketiga, yang
lebih besar keharamannya dari dua hal sebelumnya, yaitu perbuatan syirik.
Allah ‘azza wa jalla menyebutkan pada urutan keempat,
sesuatu yang lebih besar keharamannya dari semua hal di atas, yaitu berkata
atas nama Allah ‘azza wa jalla tanpa ilmu. Hal
ini mencakup berkata atas nama Allah ‘azza wa jalla tanpa
ilmu dalam hal nama-nama-Nya, sifat-sifat-Nya, perbuatan-perbuatan-Nya, dan
dalam agama serta syariat-Nya. (I’lamul Muwaqqi’in)
Setan Memerintah Manusia Berkata Atas Nama Allah Tanpa Ilmu
Perlu diingat, setan terus berupaya menyesatkan bani Adam. Di
antara langkah mereka menyesatkan bani Adam adalah membisikkan dan
memerintahkan seseorang untuk berkata atas nama Allah ‘azza wa jalla tanpa ilmu. Allah ‘azza wa jalla berfirman,
يَٰٓأَيُّهَا ٱلنَّاسُ كُلُواْ مِمَّا فِي ٱلۡأَرۡضِ حَلَٰلٗا طَيِّبٗا وَلَا تَتَّبِعُواْ خُطُوَٰتِ ٱلشَّيۡطَٰنِۚ إِنَّهُۥ لَكُمۡ عَدُوّٞ مُّبِينٌ ١٦٨
إِنَّمَا يَأۡمُرُكُم بِٱلسُّوٓءِ وَٱلۡفَحۡشَآءِ وَأَن تَقُولُواْ عَلَى ٱللَّهِ مَا لَا تَعۡلَمُونَ ١٦٩
“Wahai manusia, makanlah oleh kalian apa yang di bumi yang halal
dan baik, janganlah kalian mengikuti langkah-langkah setan, karena dia adalah
musuh yang nyata bagi kalian.
Dia hanyalah memerintahkan kalian untuk berbuat jelek dan kekejian
dan agar kalian berkata atas nama Allah sesuatu yang tidak kalian tahu
ilmunya.” (al-Baqarah: 169)
Asy-Syaikh Abdurahman as-Sa’di rahimahullah berkata,
“Berkata atas nama Allah ‘azza wa jalla tanpa
ilmu termasuk perkara haram yang paling besar. Ini merupakan jalan setan yang
dia serukan. Ini adalah jalan setan dan bala tentaranya yang mereka serukan.
Mereka mengerahkan makar dan tipu muslihat mereka. Hal tersebut (mereka
lakukan) untuk menyesatkan makhluk dengan cara apa pun yang mereka bisa.” (Tafsir as-Sa’di)
Barang siapa berfatwa tanpa ilmu, berarti telah berdusta atas
nama Allah ‘azza wa jalla tanpa ilmu dan terjatuh ke dalam hal yang Allah ‘azza
wa jalla haramkan.
Bentuk Nyata Berkata Atas Nama Allah Tanpa Ilmu
Banyak bentuk amaliah yang menunjukkan seorang terjatuh dalam
perbuatan berkata atas nama Allah ‘azza wa jalla tanpa
ilmu. Di antaranya:
1. Seseorang berkata bahwa ini halal dan itu haram, tanpa didasari
ilmu.
Allah ‘azza wa jalla berfirman,
وَلَا تَقُولُواْ لِمَا تَصِفُ أَلۡسِنَتُكُمُ ٱلۡكَذِبَ هَٰذَا حَلَٰلٞ وَهَٰذَا حَرَامٞ لِّتَفۡتَرُواْ عَلَى ٱللَّهِ ٱلۡكَذِبَۚ إِنَّ ٱلَّذِينَ يَفۡتَرُونَ عَلَى ٱللَّهِ ٱلۡكَذِبَ لَا يُفۡلِحُونَ ١١٦
“Jangan katakan atas sesuatu yang disipati oleh lisan kalian yang
dusta; ini halal dan ini haram, untuk mengadakan kedustaan atas nama Allah. Sesungguhnya
orang yang berdusta atas nama Allah tidak akan mendapatkan kemenangan.” (an-Nahl: 116)
2. Berbagai bentuk kebid’ahan
Ibnu Katsir rahimahullah berkata,
“Masuk dalam bab ini ialah semua yang melakukan kebid’ahan yang tidak ada
sandaran syar’i padanya, atau menghalalkan sesuatu yang Allah ‘azza wa jalla haramkan, atau mengharamkan apa
yang Allah ‘azza wa jalla bolehkan,
dengan berlandaskan ra’yu (akal
pikiran) dan keinginannya semata.” (Tafsir Ibnu Katsir)
3. Menafikan apa yang Allah ‘azza wa jalla tetapkan, melakukan tahrif dan takwil batil terhadap ayat-ayat tentang nama dan sifat Allah ‘azza wa jalla
Asy-Syaikh Khalil Harras rahimahullah berkata,
“Berkata atas nama Allah ‘azza wa jalla tanpa
ilmu adalah bab yang luas. Masuk padanya semua pemberitaan (mengatasnamakan)
tentang Allah ‘azza wa jalla dalam keadaan
tanpa dalil dan hujah. Misalnya, menafikan apa yang Allah ‘azza wa jalla tetapkan dan menetapkan apa yang
Allah ‘azza wa jalla nafikan, atau berbuat ilhad terhadap ayat-ayat Allah ‘azza wa jalla dengan men-tahrif dan menakwilnya.” (Syarah al-‘Aqidah al-Wasithiyah hlm.
146)
Asy-Syaikh as-Sa’di rahimahullah berkata,
“Masuk ke dalam bab ini ialah berkata atas nama Allah ‘azza wa jalla tentang syariat dan takdir-Nya.
Barang siapa menyifati Allah ‘azza wa jalla dengan
sesuatu yang tidak disifati oleh Allah ‘azza wa jalla dan
Rasul-Nya untuk Diri-Nya, atau menafikan sifat yang ditetapkan oleh Allah ‘azza wa jalla dan Rasul-Nya, berarti dia telah
berkata atas nama Allah ‘azza wa jalla tanpa
ilmu.
Barang siapa menyangka bahwa Allah ‘azza wa jalla memiliki tandingan berupa berhala,
yang mampu mendekatkan orang yang beribadah kepada Allah ‘azza wa jalla, berarti dia telah berkata atas nama
Allah ‘azza wa jalla tanpa ilmu. Barang siapa berkata
bahwa Allah ‘azza wa jalla menghalalkan
itu, mengharamkan ini, memerintahkan itu, dan melarang ini tanpa bashirah,
berarti telah berkata atas nama Allah ‘azza wa jalla tanpa
ilmu….” (Tafsir as-Sa’di surat al-Baqarah: 169)
4. Berkata atas nama Allah ‘azza wa jalla terkait Dzat, nama, sifat, dan perbuatan
Allah ‘azza wa jalla, serta hukum-hukum-Nya
Asy-Syaikh Ibnu Utsaimin rahimahullah berkata,
“Berkata atas nama Allah ‘azza wa jalla tanpa
ilmu terkait Dzat-Nya, namanama-Nya, sifat-sifat-Nya, perbuatan-perbuatan, dan
hukum-hukum-Nya adalah termasuk perintah-perintah setan.” (Tafsir surat
al-Baqarah: 169, 2/240)
5. Berfatwa tanpa ilmu
Al-Imam asy-Sya’bi rahimahullah berkata,
“Sungguh, ada di antara kalian yang berfatwa tentang sebuah masalah, yang
apabila masalah itu ditanyakan kepada Umar bin al-Khaththab radhiallahu ‘anhu niscaya beliau akan
bermusyawarah dengan para sahabat yang ikut Perang Badr.”
Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih al-‘Utsaimin berkata, “Saya ingin
memberikan peringatan kepada seluruh saudaraku kaum muslimin agar tidak
berfatwa tanpa ilmu. Sebab, berfatwa tanpa ilmu adalah pelanggaran besar yang
telah Allah ‘azza wa jalla gandengkan
dengan kesyirikan dalam firman-Nya,
قُلۡ إِنَّمَا حَرَّمَ رَبِّيَ ٱلۡفَوَٰحِشَ مَا ظَهَرَ مِنۡهَا وَمَا بَطَنَ وَٱلۡإِثۡمَ وَٱلۡبَغۡيَ بِغَيۡرِ ٱلۡحَقِّ وَأَن تُشۡرِكُواْ بِٱللَّهِ مَا لَمۡ يُنَزِّلۡ بِهِۦ سُلۡطَٰنٗا وَأَن تَقُولُواْ عَلَى ٱللَّهِ مَا لَا تَعۡلَمُونَ ٣٣
“Katakanlah (wahai Muhamad), sesungguhnya Rabbku telah
mengharamkan perbuatan keji yang yang tampak ataupun tidak, (juga mengharamkan)
dosa, berbuat zalim tanpa sebab yang haq, menyekutukan Allah dengan sesuatu
yang tidak pernah ada dalil dari Allah dan kalian berkata atas nama Allah sesuatu
yang tidak kalian tahu ilmunya.” (al-A’raf: 33)
Sebab, firman Allah ‘azza wa jalla,
وَأَن تَقُولُواْ عَلَى ٱللَّهِ مَا لَا تَعۡلَمُونَ
itu mencakup berkata tentang nama-nama Allah ‘azza wa jalla, sifat-sifat-Nya,
perbuatan-perbuatan-Nya, dan hukumhukum-Nya, tanpa ilmu.”
Barang siapa berfatwa tanpa ilmu, berarti telah berdusta atas
nama Allah ‘azza wa jalla tanpa ilmu dan
terjatuh ke dalam hal yang Allah ‘azza wa jalla haramkan.
Maka dari itu, dia harus bertobat kepada Allah ‘azza wa jalla dan menahan diri. Hendaknya dia
berhenti dari perbuatan menghalangi manusia dari jalan Allah ‘azza wa jalla.
Upaya Agar Terhindar dari Berkata Atas Nama Allah Tanpa Ilmu
Banyak upaya yang bisa kita lakukan agar terhindar dari
perbuatan di atas. Di antara sebab yang terpenting adalah:
1. Terus memperdalam ilmu agama
Asy-Syaikh Abdul Aziz bin Baz berkata, “Berkata atas nama
Allah ‘azza wa jalla tanpa ilmu sangatlah besar bahaya
dan kerusakannya. Sebab, seorang yang berkata atas nama Allah ‘azza wa jalla tanpa ilmu akan menghalalkan yang
haram dan mengharamkan yang halal, akan melarang yang haq dan memerintahkan
yang batil, karena kebodohannya.
Maka dari itu, para ulama dan penuntut ilmu wajib menjauhkan
diri dari berkata atas nama Allah ‘azza wa jalla tanpa
ilmu. Hendaknya mereka memiliki perhatian penuh pada dalil-dalil syar’i. Dengan
demikian, mereka berlandaskan ilmu ketika menyeru dan melarang sesuatu, serta
tidak terjatuh dalam perbuatan berkata atas nama Allah ‘azza wa jalla tanpa ilmu.” (Fatawa Ibn Baz, 4/82)
2. Menjauhkan diri dari rasa cinta ketenaran, senang ditokohkan, dan
senang kedudukan
Di antara usaha yang bisa kita lakukan adalah menghiasi diri
dengan akhlak terpuji, seperti tawadhu, disertai dengan menjauhkan diri dari
akhlak-akhlak yang jelek. Sebab, ada beberapa akhlak yang jelek menyeret pada
perbuatan yang haram ini.
Asy-Syaikh Ibnu Utsaimin rahimahullah berkata,
“Mayoritas sebab yang membawa seorang berbuat demikian (berkata atas nama
Allah ‘azza wa jalla tanpa ilmu) adalah senang
kemuliaan, ditokohkan, dan ingin kedudukan.” (Tafsir surat al-Baqarah: 169)
3. Berani menyatakan “Wallahu a’lam (Allah lebih tahu), saya tidak
tahu”
Di antara upaya untuk menghindarkan diri dari berkata atas nama
Allah ‘azza wa jalla tanpa ilmu ialah menghiasi diri dengan
ucapan, “Allahu a’lam, saya tidak tahu.”
Itulah yang diajarkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, para sahabat beliau, dan
para ulama kita.
Ketika malaikat Jibril bertanya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Kapankah hari kiamat?”
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab,
“Orang yang ditanya tidak lebih tahu dari yang bertanya.” (HR. Muslim)
Demikian juga ketika Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam berkata kepada Umar bin al-Khaththab radhiallahu ‘anhu, “Tahukah engkau, siapa yang bertanya
tadi?” Umar bin al-Khaththab menjawab, “Allah dan Rasul-Nya yang lebih tahu.” (HR. Muslim)
Ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bertanya
kepada Mu’adz bin Jabal radhiallahu ‘anhu,
“Tahukah engkau, apa hak Allah ‘azza wa jalla atas
hamba-Nya dan apa hak hamba atas Allah ‘azza wa jalla?”
Muadz bin Jabal radhiallahu ‘anhu menjawab,
“Allah ‘azza wa jalla dan Rasul-Nya yang lebih tahu.”
Dengan membiasakan diri berterus terang menyatakan tidak tahu
dalam masalah yang memang dirinya tidak mengetahui ilmunya, seseorang akan
terjaga dari berkata atas nama Allah ‘azza wa jallatanpa
ilmu.
Mudah-mudahan Allah ‘azza wa jalla memberikan
kepada kita taufik untuk mengamalkan ilmu yang telah kita ketahui serta
menjadikannya bermanfaat di dunia dan akhirat.
Wallahu a’lam.
Ditulis oleh Al-Ustadz Abdur Rahman Mubarak
Asysyariah.com
0 komentar:
Posting Komentar