Ada seseorang yang dulunya islam.
Kmd dia pindah agama krn mengikuti suaminya. Bagaimana hukumnya?
Jawab:
Bismillah was shalatu was salamu
‘ala rasulillah, amma ba’du,
Dari Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu
‘anhu, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لاَ يَحِلُّ دَمُ امْرِئٍ مُسْلِمٍ، يَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلَّا
اللَّهُ وَأَنِّي رَسُولُ اللَّهِ، إِلَّا بِإِحْدَى ثَلاَثٍ: النَّفْسُ
بِالنَّفْسِ، وَالثَّيِّبُ الزَّانِي، وَالمَارِقُ مِنَ الدِّينِ التَّارِكُ
لِلْجَمَاعَةِ
”Tidak halal darah seorang muslim
yang bersaksi laa ilaaha illallah dan bahwa aku utusan Allah, kecuali karena
tiga hal: nyawa dibalas nyawa, orang yang berzina setelah menikah, dan orang
yang meninggalkan agamanya, memisahkan diri dari jamaah kaum muslimin.” (HR. Bukhari 6878, Muslim 1676,
Nasai 4016, dan yang lainnya).
Dalam hadis lain, dari Ibnu Abbas
radhiyallahu ‘anhuma, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ بَدَّلَ دِينَهُ فَاقْتُلُوهُ
”Siapa yang mengganti agamanya,
bunuhlah dia.” (HR. Bukhari 3017, Nasai 4059,
dan yang lainnya)
Makna: ’Mengganti agama’: murtad,
keluar dari islam. Karena hadis ini dimasukkan para ulama hadis dalam
pembahasan hukuman orang yang murtad.
Mengapa Dihukum Mati?
Satu hal yang perlu kita beri
garis tebal, hukuman bunuh untuk orang yang murtad, 100% berdasarkan keputusan
dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dan keputusan beliau, jelas merupakan
wahyu Allah. Karena itu, hukuman ini bukan hasil pemikiran atau ijtihad
manusia, apalagi dikaitkan dengan latar belakang politik kaum muslimin.
Mengapa dihukum bunuh?
Masyarakat islam ibarat sebuah
tubuh. Seorang muslim dalam tatanan masyarakat islam ibarat satu sel dalam
tubuh. Ketika muslim ini keluar dari islam, dia menjadi sel mati, yang jika
dibiarkan akan menjadi tumor. Berbahaya bagi sel yang lain. Karena itu, sel
semacam ini harus dikarantina dan jika tidak bisa disembuhkan, dia dibuang.
Dalam Fatawa Syabakah Islamiyah
dinyatakan,
فمن ثبتت ردته عن الإسلام وتمت إدانته بإعلانه بالردة, فقد أصبح
عضواً فاسداً يجب بتره من جسم المجتمع حتى لا يسري مرضه في الجسم عموماً، ولأن
الردة اعتداء على أولى الكليات أو الضروريات الخمس التي تواترت الأديان السماوية
بالحفاظ عليها وهي: الدين، والنفس، والنسل، والعقل، والمال
Orang yang telah menegaskan
dirinya keluar dari islam, dan dia telah mengumumkan dirinya murtad maka dia
menjadi anggota tubuh yang rusak, yang harus disingkirkan dari tubuh masyarakat
muslim. Sehingga sakitnya tidak menyebar ke seluruh tubuh. Disamping itu, orang
yang murtad, berarti telah melakukan pelanggaran terhadap dharuriyat khams (5
prinsip yang dijaga dalam islam) yang paling penting (yaitu agama), dimana
semua agama samawi sepakat untuk menjaga dan melindunginya, prinsip itu adalah
agama, jiwa, keturunan, akal, dan harta.
(Fatawa Syabakah Islamiyah, no. 73924)
Kemudian ditegaskan dalam Fatawa
Syabakah, bahwa masalahnya bukan semata kebebasan berkeyakinan, namun ini
menyangkut loyalitas dan keberpihakan kepada agama,
والردة ليست مجرد موقف عقلي، بل هي تغيير للولاء وتبديل للهوية
وتحويل للانتماء، فالمرتد ينقل ولاءه وانتماءه إلى أمة أخرى، وإلى وطن آخر
”Murtad bukan semata masalah
pemikiran, namun ini masalah mengganti loyalitas, mengubah kecenderungan, dan
berpindah keberpihakan. Orang yang murtad telah mengubah loyalitasnya dan
keberpihakannya kepada umat yang lain, dan bahkan ke negeri yang lain.” (Fatawa
Syabakah Islamiyah, no. 73924)
Karena itu, tidak jauh jika
tindakan murtad termasuk pengkhianatan kepada agama. Sehingga hukuman mati,
bukan termasuk kedzaliman baginya.
Ketentuan Hukuman Murtad
Ada beberapa ketentuan yang berlaku
dalam menerapkan hukuman untuk orang murtad,
Pertama, karena hukuman ini masuk
dalam hukum islam maka penetapan hukum bunuh untuk orang murtad, hanya bisa
dilakukan dan diputuskan oleh pengadilan syariat yang resmi ditunjuk oleh
pemerintah (jika negara kita menerapkan hukum islam).
Dalam Fatawa Syabakah Islamiyah
ditegaskan,
ولكن الحكم على المرتد لا يكون إلا من قبل القضاء الشرعي، والتنفيذ
لا يكون إلا من قبل ولي أمر المسلمين
Hukuman untuk orang yang murtad
tidak boleh diputuskan kecuali oleh mahkamah syariah, dan pelaksanaannya tidak
bisa dilakukan kecuali oleh pemerintah kaum muslimin. (Fatawa Syabakah
Islamiyah, no. 73924)
Kedua, dianjurkan untuk menunda
hukuman, jika ada harapan kembali ke islam
Syaikhul Islam dalam kitabnya
as-Sharim al-Maslul mengutip keterangan ulama tabi’in,
وقال الثوري: يؤجل ما رجيت توبته، وكذلك معنى قول النخعي
“Sufyan At-Tsauri mengatakan,
‘Ditunda hukumanya, jika diharapkan dia mau bertaubat.’ Demikian pula makna
dari keterangan Ibrahim an-Nakhai.” (as-Sharim al-Maslul, hlm. 328).
Ketiga, Selama penundaan hukuman,
dia didakwahi dan ditawari untuk bertaubat. Bisa bentuknya diajak berdebat,
dialog, atau diberi harta, untuk menghilangkan segala sebab yang membuat dia
bertaubat.
Syaikhul Islam menyebutkan
keterangan at-Thahawi,
وذكر الطحاوي عنهم: لا يقتل المرتد حتى يستتاب
At-Thahawi menyebutkan dari para
ulama hanafi: “Orang yang murtad tidak boleh dibunuh, hingga dia diminta
bertaubat.” (as-Sharim al-Maslul, hlm. 328).
Dalam Mukhtashar Kholil – ulama
Malikiyah – dinyatakan,
واستتيب ثلاثة أيام بلا جوع وعطش ومعاقبة فإن تاب وإلا قتل
Orang yang murtad diminta
bertaubat selama 3 hari, tanpa dikondisikan lapar, haus, dan tanpa hukuman..
jika dia mau bertaubat (kembali masuk islam), dia dilepaskan, jika tidak maka
dibunuh. (Mukhtashar Kholil, hlm. 251).
Allahu a’lam.
0 komentar:
Posting Komentar