Tanggal 12 rabi’ul awal telah menjadi salah satu hari istimewa
bagi sebagian kaum muslimin. Hari ini dianggap sebagai hari kelahiran Nabi
akhir zaman, sang pembawa risalah penyempurna, Nabi agung Muhammad shallallahu alaihi wa ‘alaa alihi wa sahbihi wa sallam. Perayaan dengan berbagai acara dari mulai pengajian dan dzikir
jama’ah sampai permainan dan perlombaan digelar untuk memeriahkan peringatan
hari yang dianggap istimewa ini. Bahkan ada di antara kelompok thariqot yang
memperingati maulid dengan dzikir dan syair-syair yang isinya pujian-pujian
berlebihan kepada Nabi shallallahu ‘alahi wa sallam. Mereka
meyakini bahwa ruh Nabi shallallahu ‘alahi wa
sallam yang mulia akan datang di puncak acara maulid. Oleh karena
itu, pada saat puncak acara pemimpin thariqot tersebut memberikan komando
kepada peserta dzikir untuk berdiri dalam rangka menyambut kedatangan ruh Nabi
shallallahu ‘alahi wa sallam yang hanya diketahui oleh pemimpin thariqot.
Sungguh aqidah semacam ini sama persis dengan aqidah orang-orang hindu yang meyakini bangkitnya roh leluhur. Namun sayangnya sebagian kaum muslimin menganggap hal ini sebagai bentuk ibadah. Inna lillaahi wa innaa ilaihi raaji’un, kesesatan mana lagi yang lebih parah dari kesesatan ini…
Sungguh aqidah semacam ini sama persis dengan aqidah orang-orang hindu yang meyakini bangkitnya roh leluhur. Namun sayangnya sebagian kaum muslimin menganggap hal ini sebagai bentuk ibadah. Inna lillaahi wa innaa ilaihi raaji’un, kesesatan mana lagi yang lebih parah dari kesesatan ini…
Kapankah Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam dilahirkan?
Pada hakekatnya para ahli sejarah berselisih pendapat dalam
menentukan sejarah kelahiran Nabi shallallahu ‘alahi wa
sallam, terutama yang terkait dengan bulan, tanggal, hari, dan tempat di
mana Nabi shallallahu ‘alahi wa sallam dilahirkan.
Pertama: Bulan kelahiran
Pendapat yang paling masyhur, beliau dilahirkan di bulan Rabi’ul
Awal. Dan ini adalah pendapat mayoritas ulama. Bahkan dikatakan oleh Ibnul
Jauzi sebagai kesepakatan ulama.
Namun di sana ada sebagian yang berpendapat bahwa beliau
dilahirkan di bulan safar, Rabi’ul Akhir, dan bahkan ada yang berpendapat
beliau dilahirkan di bulan Muharram tanggal 10 (hari Asyura). Kemudian sebagian
yang lain berpendapat bahwa beliau lahir di bulan Ramadlan. Karena bulan
Ramadlan adalah bulan di mana beliau mendapatkan wahyu pertama kali dan
diangkat sebagai nabi. Pendapat ini bertujuan untuk menggenapkan hitungan 40
tahun usia beliau shallallahu ‘alahi wa sallam ketika
beliau diangkat sebagai nabi.
Kedua: Tanggal kelahiran
Disebutkan dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Mulim bahwa
Nabi shallallahu ‘alahi wa sallam pernah
ditanya tentang puasa hari senin. Kemudian beliau menjawab: “Hari senin adalah hari dimana aku dilahirkan dan peryama kali
aku mendapat wahyu.” Akan tetapi para ahli sejarah berbeda pendapat tentang
tanggal berapa Nabi shallallahu ‘alahi wa sallam dilahirkan.
Di antara pendapat yang disampaikan adalah: Hari senin Rabi’ul Awal (tanpa
ditentukan tanggalnya), tanggal 2 Rabi’ul Awal, tanggal 8, 10, 12, 17 Rabiul
Awal, dan 8 hari sebelum habisnya bulan Rabi’ul Awal.
Pendapat yang lebih kuat
Berdasarkan penelitian ulama ahli sejarah Muhammad Sulaiman Al
Mansurfury dan ahli astronomi Mahmud Basya disimpulkan bahwa hari senin pagi
yang bertepatan dengan permulaan tahun dari peristiwa penyerangan pasukan gajah
dan 40 tahun setelah kekuasaan Kisra Anusyirwan atau bertepatan dengan 20 atau
22 april tahun 571, hari senin tersebut bertepatan dengan tanggal 9 Rabi’ul
Awal. (Ar Rahiqum Makhtum).
Tanggal wafatnya Beliau
Para ulama ahli sejarah menyatakan bahwa beliau meninggal pada
hari senin tanggal 12 Rabi’ul Awal tahun 11 H dalam usia 63 tahun lebih empat
hari.
Satu catatan penting yang perlu kita perhatikan dari dua kenyataan
sejarah di atas. Antara penentuan tanggal kelahiran Nabi shallallahu ‘alahi wa sallam dan
tanggal wafatnya beliau shallallahu ‘alahi wa
sallam. Kenyataan ini menunjukkan bahwa para ulama tidak banyak
memberikan perhatian terhadap tanggal kelahiran Nabi shallallahu ‘alahi wa sallam. Karena
penentuan kapan beliau dilahirkan sama sekali tidak terkait dengan hukum
syari’at. Beliau dilahirkan tidak langsung menjadi nabi, dan belum ada wahyu
yang turun di saat beliau dilahirkan. Beliau baru diutus sebagai seorang nabi
di usia 40 tahun lebih 6 bulan. Hal ini berbeda dengan hari wafatnya Nabi shallallahu ‘alahi wa sallam, seolah para
ulama sepakat bahwa hari wafatnya beliau adalah tanggal 12 Rabiul Awal tahun 11
H. Hal ini karena wafatnya beliau berhubungan dengan hukum syari’at. Wafatnya
beliau merupakan batas berakhirnya wahyu Allah yang turun. Sehingga tidak ada
lagi hukum baru yang muncul setelah wafatnya beliau shallallahu ‘alahi wa sallam.
Maka jika ada pertanyaan, tanggal 12 Rabi’ul Awal itu lebih dekat
sebagai tanggal kelahiran Nabi shallallahu ‘alahi wa
sallam ataukah tanggal wafatnya Beliau shallallahu ‘alahi wa sallam?? Orang yang
bisa memahami sejarah akan mengatakan bahwa tanggal 12 Rabi’ul Awal itu lebih
dekat pada hari wafatnya Nabi shallallahu ‘alahi wa
sallam. Karena dalam masalah tanggal kelahiran para ulama ahli sejarah
berselisih sementara dalam masalah wafatnya tidak ditemukan adanya
perselisihan.
Setelah kita memahami hal ini, bisa kita tarik kesimpulan bahwa
tanggal 12 Rabi’ul Awal yang diperingati sebagai hari kelahiran Nabi shallallahu ‘alahi wa sallam pada hakekatnya
lebih dekat pada peringatan hari wafatnya Nabi yang mulia Muhammad shallallahu ‘alahi wa sallam. Oleh karena
itu, sikap sebagian besar kaum muslimin yang selama ini memperingati hari
maulid Nabi shallallahu ‘alahi wa sallam sebenarnya
mirip dengan tindakan kaum nasrani dalam memperingati tanggal 25 Desember.
Mereka beranggapan bahwa itu adalah tanggal kelahiran Yesus padahal sejarah
membuktikan bahwa Yesus tidak mungkin dilahirkan di bulan Desember. Dengan
alasan apa lagi kita hendak merayakan 12 Rabi’ul Awal sebagai peringatan
maulid??
Sejarah munculnya peringatan maulid
Disebutkan para ahli sejarah bahwa kelompok yang pertama kali
mengadakan maulid adalah kelompok Bathiniyah, yang mereka menamakan dirinya
sebagai bani Fatimiyah dan mengaku sebagai keturunan Ahli Bait (keturunan
Nabi shallallahu ‘alahi wa sallam). Disebutkan
bahwa kelompok batiniyah memiliki 6 peringatan maulid, yaitu maulid Nabi shallallahu ‘alahi wa sallam, maulid Ali
bin Abi Thalib radhiallahu ‘anhu, maulid Fatimah, maulid
Hasan, maulid Husain dan maulid penguasa mereka. Daulah Bathiniyah ini baru
berkuasa pada awal abad ke-4 H. Oleh karena itu, para ulama sepakat bahwa
maulid Nabi shallallahu ‘alahi wa sallam baru
muncul di zaman belakangan, setelah berakhirnya massa tiga abad yang paling
utama dalam umat ini (al quruun al mufadholah). Artinya peringatan
maulid ini belum pernah ada di zaman Nabi shallallahu ‘alahi wa sallam dan para
sahabat, tabi’in dan para Tabi’ tabi’in. Al Hafid As Sakhawi mengatakan: “Peringatan maulid Nabi shallallahu ‘alahi wa sallam belum
pernah dinukil dari seorangpun ulama generasi terdahulu yang termasuk dalam
tiga generasi utama dalam islam. Namun peringatan ini terjadi setelah masa
itu.”
Pada hakekatnya, tujuan utama daulah ini mengadakan peringatan
maulid Nabi shallallahu ‘alahi wa sallam adalah
dalam rangka menyebarkan aqidah dan kesesatan mereka. Mereka mengambil simpati
kaum muslimin dengan kedok cinta ahli bait Nabi shallallahu ‘alahi wa sallam. (Dhahiratul Ihtifal bil Maulid An Nabawi karya Abdul Karim Al Hamdan)
Siapakah Bani Fatimiyah
Bani Fatimiyah adalah sekelompok orang Syi’ah pengikut Ubaid bin
Maimun Al Qoddah. Mereka menyebut dirinya sebagai bani Fatimiyah karena
menganggap bahwa pemimpin mereka adalah keturunan Fatimah putri Nabi shallallahu ‘alahi wa sallam. Meskipun
aslinya ini adalah pengakuan dusta. Oleh karena itu nama yang lebih layak untuk
mereka adalah Bani Ubaidiyah bukan Bani Fatimiyah. Kelompok ini memiliki
paham syi’ah rafidhah yang menentang ahlu sunnah, dari sejak
didirikan sampai masa keruntuhannya. Berkuasa di benua Afrika bagian utara
selama kurang lebih dua abad. Dimulai sejak keberhasilan mereka dalam
meruntuhkan daulah Bani Rustum tahun 297 H dan diakhiri dengan keruntuhan
mereka di tangan daulah Salahudin Al Ayyubi pada tahun 564 H. (Ad Daulah Al Fathimiyah karya Ali Muhammad As
Shalabi).
Daulah Fatimiyah ini memiliki hubungan erat dengan kelompok syi’ah
Al Qaramithah Bathiniyah. Perlu diketahui bahwa Kelompok Al Qaramithah
Bathiniyah ini memiliki keyakinan yang sangat menyimpang dari ajaran islam.
Diantaranya mereka hendak menghilangkan syariat haji dalam agama islam. Oleh
karena itu, pada musim haji tahun 317 H kelompok ini melakukan kekacauan di
tanah haram dengan membantai para jama’ah haji, merobek-robek kain penutup
pintu ka’bah, dan merampas hajar aswad serta menyimpannya di daerahnya selama
22 tahun. (Al Bidayah wan Nihayah karya Ibn Katsir).
Siapakah Abu Ubaid Al Qoddah
Nama aslinya Ubaidillah bin Maimun, kunyahnya Abu Muhammad.
Digelari dengan Al Qoddah yang artinya mencolok, karena orang ini suka memakai
celak sehingga matanya kelihatan mencolok. Pada asalnya dia adalah orang yahudi
yang membenci islam dan hendak menghancurkan kaum muslimin dari dalam. Dia
menanamkan aqidah batiniyah. Dimana setiap ayat Al Qur’an itu memiliki makna
batin yang hanya diketahui oleh orang-orang khusus diantara kelompok mereka.
Maka dia merusak ajaran islam dengan alasan adanya wahyu batin yang dia terima
dan tidak diketahui oleh orang lain. (Al Ghazwul Fikr & Ad Daulah Al Fathimiyah karya Ali Muhammad As Shalabi).
Dia adalah pendiri dan sekaligus orang yang pertama kali memimpin
bani Fatimiyah. Pengikutnya menggelarinya dengan Al Mahdi Al Muntadhor (Al Mahdi yang
dinantikan kedatangannya). Berasal dari Iraq dan dilahirkan di daerah Kufah
pada tahun 206 H. Dirinya mengaku sebagai keturunan salah satu ahli bait Ismail
bin Ja’far As Shadiq melalui pernikahan rohani (nikah non fisik). Namun kaum
muslimin di daerah Maghrib mengingkari pengakuan nasabnya. Yang benar dia adalah
keturunan Said bin Ahmad Al Qoddah. Dan terkadang orang ini mengaku sebagai
pelayan Muhammad bin Ja’far As Shodiq. Semua ini dia lakukan dalam rangka
menarik perhatian manusia dan mencari simpati umat. Oleh karena itu, tidak
heran jika banyak diantara orang-orang bodoh daerah afrika yang membenarkan
dirinya dan menjadikannya sebagai pemimpin. (Al Bidayah
wan Nihayah karya Ibn Katsir & Ad Daulah Al Fathimiyah karya Ali Muhammad As
Shalabi).
Sikap para ulama terhadap Bani Ubaidiyah (Fatimiyah)
Para ulama ahlus sunnah telah menegaskan status kafirnya bani ini.
Karena aqidah mereka yang menyimpang. Para ulama menegaskan tidak boleh
bermakmum di belakang mereka, tidak boleh menshalati jenazah mereka, tidak
boleh adanya hubungan saling mewarisi di antara mereka, tidak boleh menikah
dengan mereka, dan sikap-sikap lainnya sebagaimana yang selayaknya diberikan
kepada orang kafir. Diantara ulama Ahlus Sunnah yang sezaman dengan mereka dan
secara tegas menyatakan kekafiran mereka adalah As Syaikh Abu Ishaq As Siba’i.
Bahkan beliau mengajak untuk memerangi mereka. Syaikh Al Faqih Abu Bakr bin
Abdur Rahman Al Khoulani menceritakan:
“Syaikh Abu Ishaq bersama para ulama lainnya pernah ikut memerangi
bani Aduwillah (Bani Ubaidiyah) bersama bersama Abu Yazid. Beliau memberikan
ceramah di hadapan tentara Abu Yazid: ‘Mereka mengaku ahli kiblat padahal bukan
ahli kiblat, maka kita wajib bersama pasukan ini yang merupakan ahli kiblat
untuk memerangi orang yang bukan ahli kiblat (yaitu Bani Ubaidiyah)…'”
Diantara ulama yang ikut berperang melawan Bani Ubaidiyah adalah
Abul Arab bin Tamim, Abu Abdil Malik Marwan bin Nashruwan, Abu Ishaq As Siba’i,
Abul Fadl, dan Abu Sulaiman Rabi’ Al Qotthan. (Ad Daulah Al Fathimiyah karya Ali Muhammad As
Shalabi).
Setelah kita memahami hakekat peringatan maulid yang sejatinya
digunakan sebagai sarana untuk menyebarkan aqidah kekafiran bani
Ubaidiyah…akankah kita selaku kaum muslimin yang membenci mereka melestarikan
syi’ar orang-orang yang memusuhi ajaran Nabi shallallahu ‘alahi wa sallam?? Perlu kita
ketahui bahwa merayakan maulid bukanlah wujud cinta kita kepada Nabi shallallahu ‘alahi wa sallam. Bukankah para
sahabat, ulama-ulama Tabi’in, dan Tabi’ Tabi’in adalah orang-orang yang paling
mencintai Nabi shallallahu ‘alahi wa sallam. Namun tidak
tercatat dalam sejarah bahwa mereka merayakan peringatan maulid. Akankah kita
katakan mereka tidak mencintai Nabi shallallahu ‘alahi wa
sallam.
Seorang penyair mengatakan:
Jika cintamu jujur tentu engkau akan mentaatinya…
karena orang yang mencintai akan taat kepada orang yang dia cintai…
karena orang yang mencintai akan taat kepada orang yang dia cintai…
Cinta yang sejati bukanlah dengan merayakan hari kelahiran
seseorang… namun cinta yang sejati adalah dibuktikan dengan ketaatan kepada
orang yang dicintai. Dan bagian dari ketaatan kepada Nabi shallallahu ‘alahi wa sallam adalah
dengan tidak melakukan perbuatan yang tidak beliau ajarkan.
Wallahu Waliyyut Taufiq
Penyusun: Ust. Ammi Nur Ba’its
Artikel KisahMuslim.com
Artikel KisahMuslim.com
0 komentar:
Posting Komentar