Bagaimana hukum dana dari orang
kafir untuk pesantren-pesantren di Indonesia. Bahkan ada yayasannya. Semua
orang paham, ini dalam rangka kampanye simpatik…
Jawab:
Bismillah was shalatu was salamu
‘ala Rasulillah, wa ba’du,
Akan simak beberapa riwayat berikut
untuk menyimpulkan bagaimana hukum menerima hadiah dari orang kafir,
[1] Hadis dari Abdurrahman bin
Kaab bin Malik, beliau bercerita,
جَاءَ مُلاعِبُ الْأَسِنَّةِ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِهَدِيَّةٍ ، فَعَرَضَ عَلَيهِ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الإِسْلامَ ، فَأَبَى أَنْ يُسْلِمَ ، فَقَالَ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : فَإِنِّي لا أَقْبَلُ هَدِيَّةَ مُشْرِكٍ
“Ada seorang yang bergelar
‘pemain berbagai senjata’ (yaitu ‘Amir bin Malik bin Ja’far) menghadap
Rasulullah dengan membawa hadiah. Nabi lantas menawarkan Islam kepadanya. Orang
tersebut menolak untuk masuk Islam. Rasulullah lantas bersabda, “Sungguh aku
tidak menerima hadiah yang orang musyrik.” (HR. al-Baghawi, 3/151).
[2] Hadis dari Irak bin Malik, bahwa Hakim bin Hizam radhiyallahu ‘anhu menceritakan,
أَن مُحَمَّدٌ -صلى الله عليه وسلم- أَحَبَّ رَجُلٍ فِى النَّاسِ
إِلَىَّ فِى الْجَاهِلِيَّةِ فَلَمَّا تَنَبَّأَ وَخَرَجَ إِلَى الْمَدِينَةِ
شَهِدَ حَكِيمُ بْنُ حِزَامٍ الْمَوْسِمَ وَهُوَ كَافِرٌ فَوَجَدَ حُلَّةً لِذِى
يَزَنَ تُبَاعُ فَاشْتَرَاهَا بِخَمْسِينَ دِينَاراً لِيُهْدِيَهَا لِرَسُولِ
اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم-
“Sungguh Muhammad adalah manusia
yang paling aku cintai di masa jahiliyyah”. Setelah Muhammad mengaku sebagai
nabi yang pergi ke Madinah, Hakim bin Hizam berjumpa dengan musim haji dalam
kondisi masih kafir. Saat itu Hakim mendapatkan satu stel pakaian yang dijual.
Hakim lantas membelinya dengan harga 50 dinar untuk dihadiahkan kepada
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
فَقَدِمَ بِهَا عَلَيْهِ الْمَدِينَةَ فَأَرَادَهُ عَلَى قَبْضِهَا
هَدِيَّةً فَأَبَى. قَالَ عُبَيْدُ اللَّهِ حَسِبْتُ أَنَّهُ قَالَ « إِنَّا لاَ
نَقْبَلُ شَيْئاً مِنَ الْمُشْرِكِينَ وَلَكِنْ إِنْ شِئْتَ أَخَذْنَاهَا
بِالثَّمَنِ ». فَأَعْطَيْتُهُ حِينَ أَبِى عَلَىَّ الْهَدِيَّةَ.
Akhirnya Hakim tiba di Madinah
dengan membawa satu stel pakaian tersebut. Hakim menyerahkan kepada Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagai hadiah namun beliau menolaknya. Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan, “Sungguh kami tidak menerima sedikit
pun dari orang kafir. Akan tetapi jika engkau mau pakaian tersebut akan
kubeli”. Karena beliau menolak untuk menerimanya sebagai hadiah aku pun lantas
memberikannya sebagai objek jual beli. (HR Ahmad 15323 dan dishahihkan Syuaib
al-Arnauth).
[3] Hadis dari Iyadh bin Himar, dia menceritakan pengalaman
beliau sebelum masuk islam,
“Aku bermaksud memberi Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam seekor onta betina sebagai
hadiah. Lantas Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam bertanya,
” أَسْلَمْتَ؟”. فَقُلْتُ لاَ. فَقَالَ النَّبِىُّ -صلى الله عليه
وسلم- “إِنِّى نُهِيتُ عَنْ زَبْدِ الْمُشْرِكِينَ “
“Apakah kamu sudah masuk Islam?”.
“Belum”, jawabku.
Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda, “Sungguh aku dilarang menerima hadiah dari orang musyrik” (HR.
Abu Daud 3059, Tirmidzi 1672 dan dishahihkan al-Albani).
Ketiga hadis di atas secara tegas
menunjukkan bahwa Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam menolak
hadiah dari non muslim.
Kemudian, terdapat hadis lain
yang menunjukkan bahwa Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam menerima
hadiah dari orang kafir.
Hadis dari Abu Humaid as-Sa’idi radhiyallahu ‘anhu, beliau mengatakan,
غَزَوْنَا مَعَ النَّبِىِّ – صلى الله عليه وسلم – تَبُوكَ ،
وَأَهْدَى مَلِكُ أَيْلَةَ لِلنَّبِىِّ – صلى الله عليه وسلم – بَغْلَةً بَيْضَاءَ
، وَكَسَاهُ بُرْدًا ، وَكَتَبَ لَهُ بِبَحْرِهِمْ
“Kami mengikuti perang Tabuk
bersama Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Raja negeri Ailah memberi
hadiah kepada beliau berupa baghal berwarna putih dan kain. Sang raja juga
menulis surat untuk Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. (HR. Bukhari 1481).
Ada sejumlah pendapat dalam
memahami dua jenis hadis ini.
Ibnu Abdil Barr menjelaskan bahwa
maksud Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menerima hadiah dari non muslim
adalah dalam rangka mengambil simpati hatinya agar tidak lari dari Islam
(al-Munakhkhalah an-Nuniyyah, Murod Syukri, hlm. 202-203).
Dalam Fatawa Syabakah Islamiyah
ada pertanyaan mengenai hukum menerima hadiah hewan hidup dari orang non muslim
untuk disembelih saat idul adha. Jawaban fatwa menyatakan,
فلا مانع من قبول الهدية من الكفار بأنواعهم سواء كانت الهدية شاة
أضحية أو غيرها مما أباح الله الانتفاع به بشرط ألا يكون ذلك على حساب دين المسلم،
وقد كان النبي- صلى الله عليه وسلم- وصحابته الكرام يقبلون الهدية من الكفار وربما
أهدوا للكفار أيضا
“Tidak masalah menerima hadiah
dari orang kafir dalam bentuk apapun, baik berupa kambing qurban atau yang
lainnya, yang Allah bolehkan untuk dimanfaatkan. Dengan syarat, jangan sampai
ada latar belakang balas budi agama. Dulu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
dan para sahabat yang mulia, mereka menerima hadiah dari orang kafir, dan
terkadang mereka juga memberikan hadiah kepada orang kafir.” (Fatawa Syabakah
Islamiyah, no. 116210)
Karena itu, terlarang menerima
hadiah dari non muslim jika tujuannya,
[1] Sekedar menjalin keakraban
tanpa ada unsur dakwah.
[2] Ada latar belakang balas budi
terkait masalah agama. Ketika mereka memberikan hadiah kepada kaum muslimin
pada waktu hari raya islam, mereka berharap agar pada saat hari raya mereka,
kaum muslimin juga turut mendukung kegiatan keagamaan mereka. yang diistilahkan
fatwa Syabakah dengan Hisab ad-Din (balas budi agama).
[3] Untuk mempengaruhi muslim
agar meninggalkan sebagian aturan syariat dan mengikuti tradisi mereka.
Dana Peduli Pesantren
Gerakan yang dilakukan sebagian
orang kafir untuk mendanai pesantren, sangat sarat dengan kepentingan. Mereka
sedang mengemis simpati kaum muslimin agar mendapat dukungan. Agar muslilm
Indonesia bisa dengan mudah mereka kendalikan.
Donasi pesantren ini sangat mirip
dengan sogok. Ada pesan politik di balik itu.
Muslim harus menunjukkan jati
dirinya, wibawanya. Bukan menjadi penjilat orang kafir yang hendak sedang haus
kekuasaan. Jangan korbankan anak bangsa dikuasai orang kafir, karena ulah
pemimpinnya yang haus duit.
Inilah yang menjadi alasan
terbesar, mengapa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menolak hadiah dari
orang-orang musyrik itu…
Sogok Pemilu & Pesanan Politik
Mengenai hadiah karena latar
belakang mencari suara, Komite resmi untuk fatwa dan penelitian islam KSA
(Lajnah Daimah) telah menfatwakan haramnya menerima pemberian dan hadiah dari
calon yang akan ikut pemilihan legislatif karena latar belakang mencari suara.
Pertanyaan:
Apakah hukum Islam tentang
seorang calon anggota legislatif dalam pemilihan yang memberikan harta kepada
rakyat agar mereka memilihnya dalam pemilihan umum?
Jawaban Lajnah Daimah,
إعطاء الناخب مالا من المرشح من أجل أن يصوت باسمه نوع من الرشوة،
وهي محرمة. وأما النظر في العقوبة فمرجعه المحاكم الشرعية
Memberikan sejumlah uang kepada
calon pemilih dari kandidat peserta pemilu, agar mereka memilih dirinya,
termasuk bentuk risywah (suap) dan hukumnya haram. Adapun sanksi pidana, ini
kembali kepada keputusan pengadilan. (Fatawa Lajnah Daimah, 23/542).
Allahu a’lam.
Dijawab oleh Ustadz Ammi Nur
Baits (Dewan Pembina Konsultasisyariah.com)
0 komentar:
Posting Komentar