Bolehkah menjual tanah wakaf yang tidak memungkinkan dibangun
masjid apalagi pesantren? Mohon solusinya?
Jawab:
Bismillah was shalatu was salamu ‘ala Rasulillah, wa ba’du,
Wakaf secara bahasa artinya menahan [الحبس]. Sementara secara istilah, wakaf didefinisikan dengan,
حبس الاصل وتسبيل الثمرة. أي حبس المال وصرف منافعه في سبيل الله
Upaya mempertahankan fisik harta dan menjadikan hasilnya fi
sabilillah.
Artinya, menjaga keutuhan harta yang diwakafkan dan mengambil
manfaatnya untuk di jalan Allah. (Fiqhus Sunah, Sayid Sabiq, 3/515)
Pada prinsipnya, wakaf tidak boleh dijual. Ada banyak hadis yang
menjelaskan hal ini. diantaranya,
Pertama, hadis dari Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma,
beliau menceritakan,
Bahwa Umar bin Khatab memiliki sebidang tanah di Khoibar.
Beliaupun menawarkan tanah ini kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam,
أَصَبْتُ أَرْضًا لَمْ أُصِبْ مَالاً قَطُّ أَنْفَسَ مِنْهُ ،
فَكَيْفَ تَأْمُرُنِى بِهِ
“Saya mendapat sebidang tanah, dimana tidak ada harta yang lebih
berharga bagiku dari pada tanah itu. Apa yang anda sarankan untukku terhadap
tanah itu?”
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memberi saran,
إِنْ شِئْتَ حَبَّسْتَ أَصْلَهَا ، وَتَصَدَّقْتَ بِهَا
“Jika mau, kamu bisa mempertahankan tanahnya dan kamu bersedekah dengan hasilnya.”
Ibnu Umar mengatakan,
فَتَصَدَّقَ عُمَرُ أَنَّهُ لاَ يُبَاعُ أَصْلُهَا وَلاَ يُوهَبُ
وَلاَ يُورَثُ ، فِى الْفُقَرَاءِ وَالْقُرْبَى وَالرِّقَابِ وَفِى سَبِيلِ
اللَّهِ وَالضَّيْفِ وَابْنِ السَّبِيلِ ، وَلاَ جُنَاحَ عَلَى مَنْ وَلِيَهَا
أَنْ يَأْكُلَ مِنْهَا بِالْمَعْرُوفِ ، أَوْ يُطْعِمَ صَدِيقًا غَيْرَ
مُتَمَوِّلٍ فِيهِ
Kemudian Umar mensedekahkannya kepada fakir miskin, kerabat,
budak, fi sabilillah, tamu, dan Ibnu Sabil, dengan ketentuan, tanah itu tidak
boleh dijual, atau dihibahkan, atau diwariskan. Dan dibolehkan bagi pengurusnya
untuk makan hasilnya sewajarnya, atau diberikan kepada temannya, serta tidak
boleh dikomersialkan. (HR. Bukhari 2772).
Dalam riwayat lain, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memberi
saran kepada Umar untuk wakaf. Beliau mengatakan,
تَصَدَّقْ بِأَصْلِهِ ، لاَ يُبَاعُ وَلاَ يُوهَبُ وَلاَ يُورَثُ ،
وَلَكِنْ يُنْفَقُ ثَمَرُهُ
Sedekahkan tanah itu, namun tidak boleh dijual, dihibahkan,
diwariskan. Akan tetapi dimanfaatkan hasilnya. (HR. Bukhari 2764)
Dan tidak dijumpai adanya perbedaan ulama bahwa barang wakaf tidak
boleh dijual. Selain riwayat dari Abu Hanifah, meskipun tidak disetujui
murid-muridnya selain Zufar bin Hudzail. At-Thahawi menceritakan bahwa Abu
Yusuf – murid Abu Hanifah – membolehkan menjual wakaf. Kemudian beliau mendengar
hadis Umar di atas. Lalu beliau menyatakan,
هذا لا يسع أحدا خلافه ولو بلغ أبا حنيفة لقال به فرجع عن بيع الوقف
حتى صار كأنه لا خلاف فيه بين أحد
“Tidak boleh ada seorangpun yang tidak mengikuti hadis ini. Andai
Abu Hanifah mendengar hadis ini, niscaya beliau akan berpendapat sesuai hadis
ini, sehingga menarik kembali pendapat bolehnya menjual wakaf. Jadilah seolah
tidak ada perbedaan antar siapapun.” (Fathul Bari, 5/403)
Bagaimana jika barang itu tidak memungkinkan lagi untuk
dimanfaatkan?
Bagian inilah yang menjadi perhatian besar ulama dalam masalah
wakaf. Ketika harta wakaf, tidak mungkin lagi dimanfaatkan atau terlalu sulit
untuk memanfaatkannya, apakah boleh diuangkan kemudian dialihkan untuk
mendukung objek wakaf yang lain?
Misalnya ada wakaf tanah sempit di sebuah pelosok desa, yang
sangat sulit untuk diambil manfaatnya. Untuk bisa diambil manfaatnya, terlalu
besar biaya perawatannya, untuk dijadikan masjid atau pesantren, tidak
memungkinkan karena terlalu sempit. Untuk dibuat mushola kecil, bisa sia-sia,
karena masjid di dekatnya yang lebih besar ternyata juga sepi.
Ada penjelasan yang cukup rinci, disebutkan Syaikhul Islam dalam
Majmu’ Fatawa, terdapat beberapa keadaan objek wakaf yang tidak bisa
dimanfaatkan,
[1] Objek wakaf yang sama sekali tidak bisa diselamatkan.
Seperti wakaf binatang lalu binatang itu mati.
[2] Objek wakaf sudah rusak namun masih tersisa beberapa bagian
yang memungkinkan untuk diuangkan. Seperti pohon yang tidak berbuah, atau
masjid yang bangunannya sudah roboh. Benda semacam ini dijual untuk dibelikan
objek yang semisal.
[3] Barang yang terancam rusak dan jika tidak dijual akan
hilang nilainya. Barang semacam ini boleh dijual untuk dimanfaatkan hasilnya.
Misal, tikar masjid yang tidak dipakai, dan mulai rusak. Jika dibiarkan saja
akan semakin rusak dan tidak ada nilai manfaat dan nilai jual-nya.
[4] Objek wakaf tidak berfungsi di masjid A, namun bisa berfungsi
di masjid B. Maka objek wakaf ini dipindah agar bisa dimanfaatkan.
[5] Jika masjidnya tidak cukup menampung jamaahnya, atau tidak
layak untuk dimanfaatkan, maka boleh dijual dan hasilya digunakan untuk
membangun masjid yang lain.
(Majmu’ Fatawa, 31/226)
Karena tujuan besar dari wakaf adalah tasbil al-Manfaah,
bagaimana menggunakan manfaat benda untuk di jalan Allah.
Allahu a’lam.
Dijawab oleh Ustadz Ammi Nur Baits (Dewan
Pembina Konsultasisyariah.com)
0 komentar:
Posting Komentar