Cara Menghapus Dosa
Berikut
salah satu kisah mengenai luas pengampunan AllahTa’ala atas dosa hamba-hambanya
jika hambanya bertobat dan memperbaiki diri dengan beramal soleh, dari nukilan
kisah imam besar ahlus sunnah dari kalangan Atbaa’ut taabi’iin bernama Fudhail
bin ‘Iyaadh bin Mas’uud At Tamimi.
Oleh:
Ustad Abdullah bin Taslim Al-Buthoni, M.A.
Kadang seorang hamba
yang ingin memperbaiki diri dengan bertobat kepada Allah Ta’ala. Tapi ketika
dia melihat dan mengingat banyaknya dosa yang dilakukan di masa lalu, dia
berputus asa dan memandang dirinya sangat kotor, sehingga tidak mungkin dirinya
akan diterima oleh Allah. Ini tipu daya setan untuk memalingkan manusia dari
jalan Allah Ta’ala. Yakni dengan menjadikan manusia
berputus asa dari rahmat-Nya. Padahal rahmat dan kasih sayang-Nya kepada
hamba-hamba-Nya sangat luas dan agung.
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menggambarkan hal ini dalam sabdanya, “Sungguh, Allah lebih penyayang
terhadap hamba-hamba-Nya daripada seorang ibu terhadap anak bayinya.”
(HR. Bukhari No. 5653 dan Muslim No. 2754 dari ‘Umar bin al-Khattab Radhiyallahu ‘anhu).
Dalam hadis sahih lainnya, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Ketika
Allah menciptakan makhluk, Dia menuliskan di sisinya di atas arsy-Nya:
sesungguhnya kasih sayang-Ku mendahului/mengalahkan kemurkaan-Ku.”
(HR. Bukhari No. 7015 dan Muslim No. 2751 dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu)
Khusus tentang
pengampunan dosa-dosa dari-Nya bagi hamba-hamba-Nya, Allah Ta’ala berfirman,
“Katakanlah: ‘Hai hamba-hamba-Ku yang melampaui
batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kamu terputus asa dari rahmat
Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya Dia-lah
Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS Az-Zumar: 53). Ayat yang mulia ini
disebut oleh sebagian ulama ahli tafsir sebagai ayat Al-Quran yang paling
memberikan pengharapan kepada orang-orang yang beriman (Lihat Tafsir Al-Qurthubi 15/234 dan Fathul Qadiir”
4/667).
Imam Ibnu Rajab al-Hambali
menukil dari kitab Jaami’ul ‘uluumi wal hikam (hal. 464) dan Latha-iful ma’aarif (hal. 108) sebuah kisah menarik untuk
kita renungkan. Yakni mengenai imam besar ahlus sunnah dari kalangan Atbaa’ut taabi’iin bernama Fudhail bin ‘Iyaadh bin Mas’uud At Tamimi.
Beliau wafat pada 187 H. Dia imam besar dari kalangan atba’ut tabi’in yang sangat terpercaya dalam
meriwayatkan hadis Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan seorang ahli ibadah (lihat kitab Taqriibut tahdziib”
hal. 403). Berikut ini salah satu kisahnya ketika beliau menasehati seseorang
lelaki – kami sajikan dalam bentuk tanya-jawab.
“Berapa tahun usiamu
(sekarang)?”tanya Fudhail.
“Enam puluh tahun,”
jawab lelaki itu.
“Berarti) sejak 60
tahun (yang lalu) kamu menempuh perjalanan menuju Allah dan (mungkin saja) kamu
hampir sampai,” kata Fudhail.
“Sesungguhnya kita
ini milik Allah dan akan kembali kepada-Nya,” jawab lelaki itu.
“Apakah kamu paham
arti ucapanmu? Kamu berkata, ‘Aku (hamba) milik Allah dan akan kembali
kepada-Nya, barangsiapa yang menyadari bahwa dia adalah hamba milik Allah dan
akan kembali kepada-Nya, maka hendaknya dia mengetahui bahwa dia akan berdiri
(di hadapan-Nya pada hari kiamat nanti), dan barangsiapa yang mengetahui bahwa
dia akan berdiri (di hadapan-Nya), maka hendaknya dia mengetahui bahwa dia akan
dimintai pertanggungjawaban (atas perbuatannya selama di dunia), dan
barangsiapa yang mengetahui bahwa dia akan dimintai pertanggungjawaban (atas
perbuatannya), maka hendaknya dia mempersiapkan jawabannya,” kata Fudhail.
“(Kalau demikian),
bagaimana caranya (untuk menyelamatkan diri ketika itu)?” tanya lelaki itu.
“(Caranya) mudah,”
jawab Fudhail.
“Apa itu?” lelaki itu
bertanya lagi.
“Engkau berbuat
kebaikan (amal soleh) pada sisa umurmu (yang masih ada), maka Allah akan mengampuni
(dosa-dosamu) di masa lalu, karena jika kamu (tetap) berbuat buruk pada sisa
umurmu (yang masih ada), kamu akan disiksa (pada hari kiamat) karena
(dosa-dosamu) di masa lalu dan (dosa-dosamu) pada sisa umurmu,” kata Fudhail.
Subhanallah! Alangkah agung dan sempurna kasih
sayang Allah Ta’ala terhadap hamba-hamba-Nya. Alangkah
luas pengampunan-Nya atas dosa-dosa mereka, sehingga dengan bertobat dan
memperbaiki diri dengan beramal soleh, dosa-dosa yang diperbuat seorang hamba
di masa lalu akan diampuni dan dimaafkan-Nya, sebanyak apa pun dosa itu. Maka,
Maha Suci dan Maha Benar Allah Ta’ala yang menyifati diri-Nya dengan
firman-Nya, yang artinya, “Sesungguhnya Rabb-mu maha luas pengampunan-Nya.” (QS
An-Najm: 33)
Beberapa pelajaran
berharga pada kisah tersebut.
·
Luasnya rahmat dan pengampunan Allah Ta’ala atas hamba-hamba-Nya. Padahal kalau
sekiranya Allah Ta’ala mengazab
mereka karena dosa-dosa mereka, Dia Maha Mampu dan Maha Kuasa melakukannya.
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sungguh
seandainya Allah menyiksa semua makhluk yang ada di langit dan bumi, maka Dia
(Maha Kuasa untuk) menyiksa mereka dan dia tidak berbuat zalim/aniaya (dengan
menyiksa mereka, karena mereka semua adalah milik-Nya), dan seandainya Dia
merahmati mereka semua, maka sungguh rahmat-Nya lebih baik bagi mereka daripada
amal perbuatan mereka.” (HR Abu Dawud No. 4699, Ibnu Majah No. 77
dan Ahmad 5/182, dinyatakan sahih oleh Syaikh Al-Albani dalam Silsilatul ahaadiitsish
shahiihah No. 2439)
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Taubat
(yang benar) akan menghapuskan (semua dosa yang dilakukan) di masa lalu.” Dalam
hadis lain yang semakna, beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Orang yang telah bertaubat dari
dosa-dosanya (dengan sungguh-sungguh) adalah seperti orang yang tidak punya
dosa.”
·
Semakin bertambah usia kita berarti akhir dari masa
hidup kita di dunia semakin dekat dan waktu perjumpaan dengan Allah semakin
singkat.
Sahabat yang mulia,
Ali bin Abi Thalib Radhiyallahu ‘anhu berkata, “Sesungguhnya dunia telah pergi
meninggalkan (kita), sedangkan akhirat telah datang di hadapan (kita), dan
masing-masing dari keduanya (dunia dan akhirat) memiliki pengagum, maka jadilah
kamu orang yang mengagumi/mencintai akhirat dan janganlah kamu menjadi orang
yang mengagumi dunia, karena sesungguhnya saat ini (waktunya) beramal dan tidak
ada perhitungan, adapun besok (di akhirat) adalah (saat) perhitungan dan tidak
ada (waktu lagi untuk) beramal.” (Diriwayatkan oleh Imam Ahmad
dalam Az-Zuhd hal. 130 dan dinukil oleh Imam Ibnu
Rajab Al Hambali dalam kitab beliau, Jaami’ul ‘uluumi wal hikam hal. 461).
·
Nasihat yang disampaikan dengan hati yang ikhlas akan
memberikan pengaruh yang besar dan mudah diterima dalam hati.
Seorang penceramah
mengadu kepada Imam Muhammad bin Waasi’ tentang sedikitnya pengaruh ceramah
yang disampaikannya untuk merubah akhlak orang-orang yang diceramahinya.
Muhammad bin Waasi’ bin Jabir bin Al Akhnas Al Azdi Al Bashri (wafat 123 H)
adalah seorang Imam dari kalangan tabi’in “junior” yang taat beribadah dan
terpercaya dalam meriwayatkan hadis. Imam Muslim mengeluarkan hadis beliau
dalam kitab Shahih Muslim, biografi beliau dalam kitab Tahdziibul kamaal (26/576) dan Siyaru a’laamin nubala’ (6/119). Muhammad bin Waasi’ berkata,
“Wahai Fulan, menurut pandanganku, mereka ditimpa keadaan demikian (tidak
terpengaruh dengan ceramah yang kamu sampaikan) tidak lain sebabnya adalah
dirimu sendiri. Sesungguhnya peringatan (nasihat) itu jika keluarnya (ikhlas)
dari dalam hati, maka (akan mudah) masuk ke dalam hati (orang yang
mendengarnya).”(Kitab Siyaru a’laamin nubala’6/122)
Demikianlah, semoga
dapat memotivasi untuk selalu bertobat dan mengisi sisa usia dengan kebaikan
dan amal soleh. (PM)
Pull-Quote:
·
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam: “Sungguh, Allah
lebih penyayang terhadap hamba-hamba-Nya daripada seorang ibu terhadap anak
bayinya.” ( Bukhari No. 5653 dan Muslim No. 2754 dari ‘Umar bin
al-Khattab Radhiyallahu ‘anhu)
·
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam: “Ketika Allah menciptakan makhluk, Dia
menuliskan di sisinya di atas arsy-Nya: sesungguhnya kasih sayang-Ku
mendahului/mengalahkan kemurkaan-Ku.” (HR. Bukhari No. 7015 dan
Muslim No. 2751 dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu)
·
“Katakanlah: ‘Hai hamba-hamba-Ku
yang melampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kamu terputus asa
dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya.
Sesungguhnya Dia-lah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS Az-Zumar: 53)
·
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam: “Sungguh seandainya Allah menyiksa semua
makhluk yang ada di langit dan bumi, maka Dia (Maha Kuasa untuk) menyiksa
mereka dan dia tidak berbuat zalim/aniaya (dengan menyiksa mereka, karena
mereka semua adalah milik-Nya), dan seandainya Dia merahmati mereka semua, maka
sungguh rahmat-Nya lebih baik bagi mereka daripada amal perbuatan mereka.”
(HR Abu Dawud No. 4699, Ibnu Majah No. 77 dan Ahmad 5/182)
·
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam: “Taubat (yang
benar) akan menghapuskan (semua dosa yang dilakukan) di masa lalu.” Dalam hadis
lain yang semakna, beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Orang yang telah bertaubat dari
dosa-dosanya (dengan sungguh-sungguh) adalah seperti orang yang tidak punya
dosa.”
·
Ali bin Abi Thalib Radhiyallahu ‘anhu: “Sesungguhnya dunia telah
pergi meninggalkan (kita), sedangkan akhirat telah datang di hadapan (kita),
dan masing-masing dari keduanya (dunia dan akhirat) memiliki pengagum, maka
jadilah kamu orang yang mengagumi/mencintai akhirat dan janganlah kamu menjadi
orang yang mengagumi dunia, karena sesungguhnya saat ini (waktunya) beramal dan
tidak ada perhitungan, adapun besok (di akhirat) adalah (saat) perhitungan dan
tidak ada (waktu lagi untuk) beramal.” (Diriwayatkan oleh Imam
Ahmad dalam Az-Zuhd 130 dan dinukil oleh Imam Ibnu Rajab
Al Hambali dalam kitab beliau, Jaami’ul ‘uluumi wal hikam hal. 461)
0 komentar:
Posting Komentar