Allahumma yassir wa a’in
Dalam salah satu rubrik di www.konsultasisyariah.com, ada satu pertanyaan yang
menarik. Meskipun ketertarikan itu sifatnya relatif, setidaknya, kita bisa
menjadikannya sebagai bahan kajian untuk catatan akhir pekan. Barangkali, Anda
juga pernah mengalami permasalahan yang sama.
Teks pertanyaanya, “Assalamu’alaikum Ustadz. Saya
mau bertanya,,,kalau mau tanya ketika ada pengajian, saya malu ustadz, makanya
saya tanya di forum-forum dunia maya. Pertanyaan : Kenapa do’a saya tidak
langsung dikabulkan oleh Allah, sementara saya juga sudah semaksimal mungkin
bertakwa kepada-Nya? Do’a saya yaitu minta agar mendapatkan harta kekayaan
melimpah.”
Saya yakin, setiap orang menginginkan kehidupan bahagia. Hanya
saja, standardnya berbeda-beda. Namun, umumnya, kekayaan biasanya menjadi
standard baku utama. Karena itu, banyak orang yang mencantumkannya dalam doa
mereka.
Ada beberapa hal yang bisa kita jadikan catatan penting terkait
kasus yang disampaikan penanya.
Pertama, banyak orang yang mempertanyakan, “Bukankah Allah telah berjanji
bahwa Dia akan mengabulkan setiap doa yang dipanjatkan hamba-Nya? Mengapa masih
banyak orang yang berdoa kepada-Nya, dan tak kunjung dikabulkan?”
Pertanyaan di atas merupakan bukti keimanan kita kepada firman
Allah,
أُجِيبُ دَعْوَةَ الدَّاعِ إِذَا دَعَانِ
“Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa, ketika dia berdoa
kepada-Ku ….” (Q.S. Al-Baqarah:186)
Atau firman-Nya,
وَقَالَ رَبُّكُمُ ادْعُونِي أَسْتَجِبْ لَكُمْ إِنَّ الَّذِينَ يَسْتَكْبِرُونَ عَنْ عِبَادَتِي سَيَدْخُلُونَ جَهَنَّمَ دَاخِرِينَ
“Rabb kalian (Allah) berfirman, ‘Mintalah kepada-Ku, niscaya aku memberi ijabah kepada kalian. Sesungguhnya, orang-orang yang bersikap sombong dalam beribadah (maksudnya: tidak mau berdoa) kepadaku, mereka akan masuk neraka Jahanam dalam keadaan hina.'” (Q.S. Ghafir:60)
“Rabb kalian (Allah) berfirman, ‘Mintalah kepada-Ku, niscaya aku memberi ijabah kepada kalian. Sesungguhnya, orang-orang yang bersikap sombong dalam beribadah (maksudnya: tidak mau berdoa) kepadaku, mereka akan masuk neraka Jahanam dalam keadaan hina.'” (Q.S. Ghafir:60)
Satu prinsip penting yang harus kita pegang, bahwa semua firman
Allah adalah benar, janji Allah benar, dan Dia tidak akan menyelisihi
janji-Nya. Kita harus yakini ini, apa pun keadaannya. Selanjutnya, terkait
janji Allah pada ayat di atas dan realita yang kita saksikan dalam kehidupan
sehari-hari, para ulama telah memberikan jawaban:
Pada ayat di atas, Allah berjanji kepada orang yang berdoa dengan
ijabah atau istijabah, bukan dengan i’tha. Perlu dibedakan antara istijabah (استجابة) atau ijabah (إجابة) dengan i’tha (إعطاء). Padanan kata “ijabah” atau “istijabah” yang lebih tepat dalam bahasa kita bukan ‘memberi’ atau ‘mewujudkan sesuai dengan sesuatu yang diinginkan’, namun lebih umum dari itu. Kata “merespon” merupakan padanan
yang lebih tepat untuk menerjemahkan dua kata tersebut. Yang kita pahami dari
kata “merespon”, tidak selalu dalam bentuk memberikan seseuatu yang diinginkan.
Sebatas memberikan perhatian yang baik, sudah bisa dinamakan “merespon”.
Terkait makna di atas, terkadang, Allah telah memberikan ijabah untuk doa kita, namun kita tahu bentuknya karena “respon baik” terhadap doa bentuknya bermacam-macam. Sebagaimana yang disebutkan dalam hadis, dari Abu Said radhiallahu ‘anhu Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
ما من مسلم يدعو الله بدعوة ليس فيها مأثم و لا قطيعة رحم إلا أعطاه إحدى ثلاث : إما أن يستجيب له دعوته أو يصرف عنه من السوء مثلها أو يدخر له من الأجر مثلها“Tidaklah seorang muslim yang berdoa, dan doanya tidak berisi perbuatan dosa atau memutus silaturahim, kecuali Allah akan memberikan salah satu di antara tiga balasan: (1) Allah kabulkan doanya, (2) Allah hindarkan dirinya dari musibah yang senilai dengan isi doanya, dan (3) Allah simpan dalam bentuk pahala untuknya di akhirat.” (H.R. Ahmad, Turmudzi, dan Hakim; dinilai sahih oleh Musthafa Al-Adawi)
Sebagian ulama mengatakan bahwa yang dimaksud “doa” di atas adalah ‘ibadah’. Allah berjanji untuk mengabulkan ibadah hamba-Nya dengan memberikan pahala dari setiap ibadah yang diterima.
Sesungguhnya, janji yang Allah berikan adalah janji bersyarat. Artinya, hanya doa-doa yang memenuhi syarat yang akan dikabulkan oleh Allah. Selain itu, bisa jadi, Allah tidak mengabulkannya.
Terkait makna di atas, terkadang, Allah telah memberikan ijabah untuk doa kita, namun kita tahu bentuknya karena “respon baik” terhadap doa bentuknya bermacam-macam. Sebagaimana yang disebutkan dalam hadis, dari Abu Said radhiallahu ‘anhu Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
ما من مسلم يدعو الله بدعوة ليس فيها مأثم و لا قطيعة رحم إلا أعطاه إحدى ثلاث : إما أن يستجيب له دعوته أو يصرف عنه من السوء مثلها أو يدخر له من الأجر مثلها“Tidaklah seorang muslim yang berdoa, dan doanya tidak berisi perbuatan dosa atau memutus silaturahim, kecuali Allah akan memberikan salah satu di antara tiga balasan: (1) Allah kabulkan doanya, (2) Allah hindarkan dirinya dari musibah yang senilai dengan isi doanya, dan (3) Allah simpan dalam bentuk pahala untuknya di akhirat.” (H.R. Ahmad, Turmudzi, dan Hakim; dinilai sahih oleh Musthafa Al-Adawi)
Sebagian ulama mengatakan bahwa yang dimaksud “doa” di atas adalah ‘ibadah’. Allah berjanji untuk mengabulkan ibadah hamba-Nya dengan memberikan pahala dari setiap ibadah yang diterima.
Sesungguhnya, janji yang Allah berikan adalah janji bersyarat. Artinya, hanya doa-doa yang memenuhi syarat yang akan dikabulkan oleh Allah. Selain itu, bisa jadi, Allah tidak mengabulkannya.
Kedua, umumnya orang berkeyakinan bahwa sesuatu yang dia minta
adalah hal terbaik untuknya.
Padahal, belum tentu hal itu baik untuknya, dalam pengetahuan
Allah ta’ala. Karena itulah, terkadang, Allah menahan doa kita, karena hal itu
lebih baik bagi kita, daripada Allah memberikan sesuatu yang kita inginkan.
Allah berfirman,
وَعَسَى أَنْ تَكْرَهُوا شَيْئًا وَهُوَ خَيْرٌ لَكُمْ وَعَسَى أَنْ تُحِبُّوا شَيْئًا وَهُوَ شَرٌّ لَكُمْ وَاللَّهُ يَعْلَمُ وَأَنْتُمْ لَا تَعْلَمُونَ
“Bisa jadi, kalian membenci sesuatu, padahal itu baik bagi kalian.
Terkadang pula, kalian mencintai sesuatu, padahal itu buruk bagi kalian. Allah
mengetahui dan kalian tidak mengetahui.” (Q.S. Al-Baqarah:216)
Bagian ini penting untuk dipahami, agar kita tidak berburuk sangka
kepada Allah, ketika merasa doa kita tidak kunjung dikabulkan. Kita harus
selalu yakin bahwa Allah lebih tahu hal terbaik untuk kita karena Dialah yang
menciptakan manusia dan Dia adalah Dzat yang Mahasempurna ilmu-Nya. Sebagaimana
layaknya produsen sebuah produk, umumnya, dia lebih tahu bentuk perlakuan
terbaik untuk produknya dibandingkan pengguna.
Percayalah, Allah Mahasayang dengan hamba-Nya. Hanya saja, tidak
semua bentuk kasih sayang Allah bisa kita ketahui. Tidak semua kasih
sayang-Nya, Dia wujudkan dalam bentuk rezeki. Tidak pula dalam bentuk doa yang
dikabulkan. Bersabarlah … barangkali, belum saatnya kesempatan itu Anda
dapatkan.
Ketiga, jangan putus asa dalam berdoa.
Umumnya, manusia tidak sabar dengan keinginannya. Semua berharap,
sebisa mungkin, keinginannya bisa terwujud secara instan. Atau minimal, tidak
menunggu waktu yang lama. Prinsip semacam ini memberikan dampak buruk ketika
kita berdoa kemudian tidak kunjung dikabulkan. Biasanya, muncul rasa bosan dan
putus asa. Padahal, perlu Anda tahu, putus asa merupakan salah satu sebab doa
Anda tidak dikabulkan. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
يُسْتَجَابُ لأَحَدِكُمْ مَا لَمْ يَعْجَلْ يَقُولُ دَعَوْتُ فَلَمْ يُسْتَجَبْ لِى
“Doa kalian akan dikabulkan selama tidak tergesa-gesa. Dia
mengatakan, ‘Saya telah lama berdoa, tetapi tidak kunjung dikabulkan.’” (H.R.
Bukhari dan Muslim)
Dalam riwayat Muslim, beliau bersabda,
لا يَزَالُ يُسْتَجابُ لِلْعَبْدِ مَا لَمْ يَدْعُ بإثم أو قَطِيعَةِ رَحِمٍ ما لم يستعجلْ ، قيل : يا رَسول الله ، ما الاستعجال ؟ قال : يقول : قد دعوتُ ، وقد دَعَوتُ فلم أرَ يستجيب لي ، فَيَسْتَحْسِرُ عند ذلك ، ويَدَعُ الدعاءَ
“Tidak hentinya doa seorang hamba akan dikabulkan, selama bukan
doa yang mengandung maksiat atau memutus silaturahim, dan doa yang tidak
tergesa-gesa.” Para sahabat bertanya, ‘Wahai Rasulullah, apa yang dimaksung
tergesa-gesa dalam berdoa?’ Beliau menjawab, ‘Orang itu mengatakan, ‘Saya telah
berdoa …, saya telah berdoa…, namun saya merasa belum pernah dikabulkan.’
Kemudian, dia putus asa dan meninggalkan doanya.” (H.R. Muslim)
Keempat, jangan terlalu berharap untuk mendapatkan dunia dengan
ibadah yang kita lakukan.
Meskipun kita yakin bahwa di antara balasan yang Allah berikan
bagi orang yang beribadah terkadang diwujudkan di dunia. Akan tetapi, jangan
jadikan ini sebagai tujuan utama Anda untuk melakukan ketaatan. Jika tidak,
Anda bisa tertuduh sebagai orang yang tendensius dalam beribadah. Allah
berfirman,
وَمِنَ النَّاسِ مَنْ يَعْبُدُ اللَّهَ عَلَى حَرْفٍ فَإِنْ أَصَابَهُ خَيْرٌ اطْمَأَنَّ بِهِ وَإِنْ أَصَابَتْهُ فِتْنَةٌ انْقَلَبَ عَلَى وَجْهِهِ خَسِرَ الدُّنْيَا وَالْآخِرَةَ ذَلِكَ هُوَ الْخُسْرَانُ الْمُبِينُ
“Dan di antara manusia ada orang yang menyembah Allah di
pinggiran. Ketika ia memperoleh kebaikan (harta), dia semakin yakin dengan
ibadahnya, dan jika ia ditimpa bencana, berbaliklah ia ke belakang (murtad).
Rugilah ia di dunia dan di akhirat. Yang demikian itu adalah kerugian yang
jelas. ” (Q.S. Al-Hajj:11)
Tentunya, kita tidak ingin termasuk orang yang Allah sindir dalam
ayat di atas. Orang yang malakukan ketaatan karena tendensi dunia dan dunia.
Sungguh, sangat disayangkan, ketika ibadah yang kita lakukan hanya dibayar
dengan balasan sekilas di dunia. Karena itu, ingatlah balasan yang lebih
berharga di akhirat.
Semoga Allah memberikan keadaan terbaik bagi kehidupan kita. Amin.
0 komentar:
Posting Komentar