Beberapa saat yang lalu
kami telah mengupas tafsir surat Al Furqon di ayat-ayat terakhir. Sekarang kita lanjutkan dengan bahasan tafsir surat tersebut di
ayat 72 yang membahas tentang sifat hamba Allah yang beriman lainnya yaitu
enggan menghadiri acara maksiat.
Allah Ta’ala berfirman,
ÙˆَالَّØ°ِينَ Ù„َا ÙŠَØ´ْÙ‡َدُونَ الزُّورَ ÙˆَØ¥ِØ°َا Ù…َرُّوا بِاللَّغْÙˆِ
Ù…َرُّوا Ùƒِرَامًا
“Dan orang-orang yang tidak memberikan persaksian palsu, dan
apabila mereka bertemu dengan (orang-orang) yang mengerjakan
perbuatan-perbuatan yang tidak berfaedah, mereka lalui (saja) dengan menjaga
kehormatan dirinya.” (QS. Al Furqon: 72)
Tidak Menghadiri Acara Maksiat
Mengenai maksud ayat,
ÙˆَالَّØ°ِينَ Ù„َا ÙŠَØ´ْÙ‡َدُونَ الزُّورَ
ada 8 pendapat ulama yang
disebutkan oleh Ibnul Jauzi mengenai tafsiran ayat tersebut.
1. Yang dimaksud dengan
az zuur adalah shonam (berhala) milik orang musyrik. Demikian pendapat Adh Dhohahk
dari Ibnu ‘Abbas.
2. Yang dimaksud dengan az
zuur adalah ghina’ (nyanyian). Yang menafsirkan seperti ini adalah Muhammad bin
Al Hanafiyah, dan Makhul. Diriwayatkan dari Laits dari Mujahid, ia berkata
bahwa yang dimaksud adalah mereka tidak mendengarkan nyanyian.
3. Yang dimaksud az zuur
adalah syirik. Demikian dikatakan oleh Adh Dhohak dan Abu Malik. Artinya di
sini mereka tidak menghadiri perbuatan kesyirikan.
4. ‘Ikrimah berkata bahwa
yang dimaksud az zuur adalah permainan di masa jahiliyah.
5. Qotadah dan Ibnu Juraij
berkata bahwa yang dimaksud az zuur adalah kedustaan.
6. ‘Ali bin Abi Tholhah
berkata bahwa yang dimaksud az zuur adalah persaksian palsu. Hal ini
sebagaimana penafsiran yang kami bawakan di awal tulisan.
7. Yang dimaksud az zuur
adalah perayaan orang musyrik. Demikian pendapat Ar Robi’ bin Anas.
8. Yang dimaksud az zuur
adalah majelis khianat. Demikian kata ‘Amr bin Qois. (Zaadul Masiir, 6/109)
Pendapat-pendapat di atas menyebutkan macam-macam perbuatan zur dan tidak saling bertentangan. Sehingga tafsiran-tafsiran tersebut bisa memaknakan ayat di atas. Intinya, hamba beriman tidaklah mengahadiri acara maksiat. Maka kita dapat maknakan ayat tersebut:
Pendapat-pendapat di atas menyebutkan macam-macam perbuatan zur dan tidak saling bertentangan. Sehingga tafsiran-tafsiran tersebut bisa memaknakan ayat di atas. Intinya, hamba beriman tidaklah mengahadiri acara maksiat. Maka kita dapat maknakan ayat tersebut:
– sifat hamba beriman tidak
menghadiri perbuatan syirik dan berhala orang musyrik.
– sifat hamba beriman tidak
menghadiri perayaan non muslim, yaitu tidak menghadiri acara natal, tahun baru,
valentine, dan imlek. Jika tidak menghadiri acara-acara tersebut, maka berarti
tidak merayakannya.
– sifat hamba beriman juga
tidak menghadiri perbuatan maksiat seperti majelis berisi dusta, pengkhianatan
dan persaksian palsu.
– sifat hamba beriman juga
tidak menghadiri acara musik atau konser musik, terserah acara tersebut berisi
nyanyian atau lagu rock, dangdut, pop dan termasuk pula yang berbau religi yang
diiringi alat musik (biasa disebut nasyid).
Syaikh ‘Abdurrahman bin Nashir
As Sa’di rahimahullah berkata, “Hamba Allah yang beriman tidaklah menghadiri az
zuur, yang dimaksud adalah perkataan dan perbuatan yang haram. Mereka
benar-benar menjauhi majelis yang terdapat perkataan dan perbuatan yang haram,
seperti melecehkan ayat Allah, debat kusir, berdebat yang batil, ghibah
(menggunjing orang), namimah (mengadu domba), mencela, menuduh dusta,
mempermainkan ayat Allah, mendengarkan nyanyian haram, meminum khomr,
bertelekan di permadani sutra, di tempat yang terdapat gambar makhluk bernyawa
dan selainnya. Jika mereka tidak menghadiri perbuatan-perbuatan haram tadi,
tentu saja mereka tidak mengatakan atau melakukannya.” (Taisir Al Karimir
Rahman, 587)
Bertemu dengan yang Berbuat
Laghwu
Ayat selanjutnya
menyebutkan,
ÙˆَØ¥ِØ°َا Ù…َرُّوا بِاللَّغْÙˆِ Ù…َرُّوا Ùƒِرَامًا
yang dimaksud dengan laghwu
ada lima pendapat:
1. Perbuatan maksiat,
demikian kata Al Hasan.
2. Perbuatan menyakiti
orang musyrik, demikian kata Mujahid.
3. Perbuatan batil (tidak
ada faedah), demikian kata Qotadah.
4. Syirik, demikian
kata Adh Dhohak.
5. Jika mengingat nikah dan
perbuatan menggembirakan, demikian kata Mujahid dan Muhammad bin ‘Ali.
Ketika mereka melewati
orang yang berbuat maksiat, berbuat syirik atau yang perbuatan yang tidak
berfaedah, maka balasan mereka,
Ù…َرُّوا Ùƒِرَاماً
yang dimaksud dengan ayat
ini ada 3 pendapat:
1. Berjalan dengan penuh
lemah lembut, demikian kata Ibnu As Saib.
2. Mereka berpaling,
demikian kata Maqotil.
3. Jika mereka orang yang
melakukan hal yang tidak berfaedah, mereka melampauinya. Demikian kata Al
Faro’.
Ringkasnya, maksud ayat di atas bahwasanya hamba beriman tidaklah bermaksud
menghadiri dan tidak pula mendengar perbuatan yang haram. Namun jika mereka
tidak sengaja menemukan hal-hal maksiat tersebut, mereka memuliakan diri mereka
dengan menjauh darinya. Demikian keterangan Syaikh As Sa’di (Taisir Al Karimir
Rahman, 587). Dari keterangan beliau ini, hamba beriman bukanlah orang yang
berniatan menghadiri perbuatan maksiat, termasuk perayaan non muslim atau
majelis sia-sia yang terdapat nyanyian. Namun jika mereka tidak sengaja
menghadirinya, mereka benar-benar menjauhinya. Semoga Allah memudahkan kita
menjadi hamba yang benar-benar memiliki sifat demikian.
Walhamdulillah. Wallahu
waliyyut taufiq.
Referensi:
Zaadul Masiir, Ibnul Jauzi, terbitan Al Maktab AIslami, cetakan ketiga,
1404 H.
Taisir Al Karimir Rahman, Syaikh ‘Abdurrahman bin Nashir As Sa’di, terbitan Muassasah Ar
Risalah , cetakan pertama, tahun 1423 H.
Dirampungkan -berkat nikmat
kemudahan dari Allah- di Ummul Hamam, Riyadh KSA
18 Syawal 1432 H
(16/09/2011)
www.rumaysho.com
0 komentar:
Posting Komentar