Ustadz,
1.
Apa hukum nama kunyah itu?
2.
Apakah harus sudah mempunyai anak?
3.
Apa adab-adab dalam membuat nama kunyah?
Jawaban Ustadz:
Dari Anas bin Malik, “Rasulullah sering menemui kami. Aku
punya adik yang berkunyah Abu ‘Umair. Dia punya seekor burung yang sering
dipakai untuk bermain. Suatu hari Nabi datang setelah burung tersebut mati.
Beliau melihat Abu ‘Umair bermuram muka. Nabi lantas bertanya kepada kami ‘ada
apa dengannya?’, ‘burungnya mati,’ sahut kami. Nabi lalu bersabda ‘Hai Abu
‘Umair apa yang telah dilakukan oleh burungmu?'” (HR. Bukhori, Muslim,
Abu Dawud dan Tirmidzi, Shahih Al-Jami’ Ash-Shaghir no. 7830)
Kunyah adalah nama yang dimulai dengan ABU atau UMMU. Ada juga
ulama yang mengatakan termasuk juga nama yang diawali dengan saudara/paman…, kunyah
terkadang untuk memuji sebagaimana sahabat Nabi yang dulunya berkunyah Abu
Hakam, terkadang untuk mencela semacam Abu Jahal, terkadang disebabkan karena
membawa sesuatu semisal Abu Hurairah dan terkadang hanya sekedar nama semisal
Abu Bakar dan Abul Abbas Ibnu Taimiyyah, padahal Ibnu Taimiyyah tidak mempunyai
anak. (Lihat Al-Qoul Al-Mufid ‘Ala Kitab At-Tauhid 2/169,
Maktabah Al-’Ilmi). Dalam Syarah Muslim 14/129, Imam Nawawi
mengatakan, “Pelajaran yang bisa dipetik dari Hadits tersebut sangat banyak sekali.
Diantaranya menunjukkan bahwa kunyah untuk orang yang tidak punya anak itu
diperbolehkan, juga menunjukkan bolehnya kunyah untuk anak kecil dan hal
tersebut tidak termasuk kebohongan.” (Dari Ahkam Ath-Thifli hal.
165).
Dalam Tuhfatul Aba’ dinyatakan, “Hadits di atas
menunjukkan bahwa anak kecil boleh punya kunyah. Anak kecil yang suka bermain
dengan burung dalam Hadits di atas berkunyah Abu ‘Umair, bahkan Nabi pun
memanggilnya dengan kunyah tersebut. Ini termasuk adab arab yang bagus. Kunyah
untuk anak kecil itu berfungsi mengangkat dirinya, meningkatkan kecerdasannya
dan menyebabkan dia merasa dihargai.” (Tuhfatul Aba’ Bima Warada fi Tarbi
Yatul Aulad, Dar Al-Qasim hal. 33).
Jadi Hadits di atas menunjukkan bahwa anak kecil boleh diberi
kunyah. (Lihat juga Ahkam Ath-Thifli, Darul Hijrah hal. 164).
Nabi shollahu’alaihiwasallam bertanya kepada
seorang sahabat, beliau berkunyah Abul Hakam -padahal Al-Ahkam adalah nama
Allah-, ‘Apakah engkau mempunyai anak ?’, sahabat tersebut
menjawab, ‘Syuraih, Muslim, dan Abdullah’, ‘Siapa yang
paling tua diantara ketiganya? lanjut Nabi, ‘Syuraih’ kata
sahabat tersebut. Nabi bersabda, ‘Jika demikian maka engkau adalah Abu
Syuraih.’ (HR. Abu dawud dan Nasai, dishahihkan oleh Al-Albani
dalam Al-Irwa’ no. 2615).
Dalam Ahkam Ath-Thifli dinyatakan, “Hadits ini
menunjukkan bahwa berkunyah dengan nama Allah semisal Abul Ahkam dan Abul ‘Ala
adalah tidak dibolehkan.” (Ahkam Ath-Thifli karya Ahmad Al-Isawi
hal. 165).
Syaikh Utsaimin mengatakan, “Hadits di atas tidak menunjukkan bahwa
berkunyah itu dianjurkan karena Nabi ingin mengubah sahabat
tersebut dengan kunyah yang diperbolehkan dan Nabi tidak memerintahkan
berkunyah pada awal mulanya.” (Al-Qoul Al-Mufid 2/170).
Abdurrahman bin Muhammad bin Qosim mengatakan, “Dalam Hadits di
atas Nabi memberi kunyah dengan anak yang paling tua dan itulah yang
sesuai dengan sunnah sebagaimana terdapat dalam beberapa Hadits. Jika
tidak memiliki anak laki-laki maka dengan nama anak perempuan yang paling tua.
Ketentuan ini juga berlaku untuk kunyah seorang perempuan.” (Hasyiah Kitab
At-Tauhid hal. 318).
Jadi, diantara adab yang berkenaan dengan nama kunyah adalah:
1.
Tidak boleh berkunyah dengan nama Allah semisal Abul A’la
(Al-Maududi).
2.
Kunyah itu dengan nama anak laki-laki yang paling tua. Jika tidak
ada anak laki-laki maka dengan nama anak perempuan yang paling tua.
3.
Orang yang belum atau tidak punya anak boleh berkunyah. Oleh
karena itu anak kecil yang jelas belum menikah diperbolehkan untuk berkunyah.
4.
Tidak boleh berkunyah ‘Abul Qosim’ berdasarkan
Hadits Rasulullah shollahu’alaihiwasallam, “Hendaklah
kalian bernama dengan nama-namaku tetapi jangan berkunyah dengan kunyahku (Abul
Qosim).” (HR. Bukhori no. 3537 dll). Ibnul Qoyyim mengatakan,
“Pendapat yang benar bernama dengan nama Nabi itu diperbolehkan. Sedangkan
berkunyah dengan kunyah Nabi itu terlarang. Berkunyah dengan kunyah Nabi saat
beliau masih hidup itu terlarang lagi. Terkumpulnya nama dan kunyah Nabi pada
diri seseorang juga terlarang.” (Zaadul Ma’ad, 2/317, Muassasah
Ar-Risalah). Beliau juga mengatakan, “Kunyah adalah salah satu bentuk
penghormatan terhadap orang yang diberi kunyah… diantara petunjuk Nabi adalah
memberi kepada orang yang sudah punya ataupun yang tidak punya anak. Tidak
terdapat Hadits yang melarang berkunyah dengan nama tertentu, kecuali berkunyah
dengan nama Abul Qasim.” (Zaadul Maad, 2/314). Imam Ibnu Muflih berkata,
“Diperbolehkan berkunyah meskipun belum memiliki anak.” (Al-Adab
Asy-Syar’iyyah karya Ibnu Muflih 3/152, Muassasah Ar-Risalah).
***
Penanya: Ikhwan
Dijawab Oleh: Ust. Abu Ukkasyah Aris Munandar
Dijawab Oleh: Ust. Abu Ukkasyah Aris Munandar
Sumber: muslim.or.id
0 komentar:
Posting Komentar