Bolehkah niatan qurban
untuk mayit? Artikel ini menyatakan bolehnya. Namun ada ulama yang menyatakan
mesti ada wasiat baru dibolehkan.
Pendapat
yang Membolehkan
Komisi Fatwa Kerajaan Saudi
Arabia, Al-Lajnah Ad-Daimah li Al-Buhuts Al-‘Ilmiyyah wa Al-Ifta’ penah
diajukan pertanyaan, “Bolehkah niatan qurban untuk mayit?”
Jawaban para ulama
Al-Lajnah, “Para ulama sepakat, hal itu masih disyari’atkan karena sisi asalnya
termasuk sedekah jariyah. Sehingga boleh berniat qurban untuk mayit. Dalil yang
melatarbelakangi hal ini adalah hadits umum,
إِذَا مَاتَ اِبْنُ آدَمَ اِنْقَطَعَ عَمَلُهُ إِلاَّ مِنْ ثَلاَثٍ:
صَدَقَةٌ جَارِيَةٌ، أَوْ عِلْمٌ يُنْتَفَعُ بِهِ، أَوْ وَلَدٌ صَالِحٌ يَدْعُو
لَهُ
“Jika manusia meninggal dunia, maka amalannya terputus kecuali tiga
perkara: sedekah jariyah, ilmu yang diambil manfaatnya, atau anak shalih yang
selalu mendoakan orang tuanya.” (HR. Muslim, Abu Daud,
Tirmidzi, An-Nasa’i, Al-Bukhari dalam Adab Al-Mufrad, dari Abu Hurairah).
Berqurban atas nama mayit
termasuk bagian dari sedekah jariyah. Di dalamnya terdapat manfaat untuk orang
yang berqurban, untuk mayit dan yang lainnya.
Hanya Allah yang memberi
taufik dan hidayah. Shalawat dan salam kepada Nabi kita Muhammad, keluarga dan
sahabatnya.
[Pertanyaan nomor dua, dari
fatwa nomor 1474, ditandatangani oleh ketua Al-Lajnah saat itu: Syaikh ‘Abdul
‘Aziz bin ‘Abdullah bin Baz]
Pendapat
yang Membolehkan Hanya Jika Ada Wasiat
Dalam madzhab Syafi’i
sendiri ada beda pendapat.
Imam Nawawi rahimahullah membolehkan qurban atas
nama orang yang telah meninggal dunia hanya jiak ada wasiat. Jika tidak ada
wasiat, berarti tidak dibolehkan.
Imam Nawawi rahimahullah berkata,
وَلَا تَضْحِيَةَ عَنْ الْغَيْرِ بِغَيْرِ إذْنِهِ، وَلَا عَنْ
الْمَيِّتِ إذَا لَمْ يُوصِ بِهَا
“Tidak sah qurban untuk
orang lain selain dengan izinnya. Tidak sah pula qurban untuk mayit jika ia
tidak memberi wasiat untuk qurban tersebut.” (Minhaj Ath-Thalibin, 3: 333)
Dasar dari Imam Nawawi
adalah ayat,
وَأَنْ لَيْسَ لِلْإِنْسَانِ إِلَّا مَا سَعَى
“Dan bahwasanya seorang manusia tiada memperoleh selain apa yang
telah diusahakannya.” (QS. An-Najm: 39). Jika diwasiatkan untuk qurban berarti
boleh karena wasiat itu diusahakan oleh mayit.
Pendapat yang sama
dinyatakan pula oleh penulis Kifayah Al-Akhyar, Muhammad bin ‘Abdul Mu’min Al-Hishni, di mana ia berkata,
وَلاَ يَجُوْزُ عَنِ الميِّتِ عَلَى الأَصَحِّ إِلاَّ أَنْ يُوْصَى
بِهَا
“Tidak boleh qurban itu
diniatkan atas nama mayit menurut pendapat yang paling kuat dari pendapat ulama
Syafi’iyah. Dibolehkan hanya ketika ada wasiat.” (Kifayah Al-Akhyar, hlm. 579).
Kalau dinyatakan “‘alal ashah”, berarti ada perselisihan kuat di dalam madzhab Syafi’i. Namun
yang dikuatkan adalah pendapat yang disebutkan di atas. Pendapat lain
diisyaratkan oleh Muhammad bin Al-Khatib Asy-Syarbini ketika menjelaskan
pendapat Imam Nawawi di atas dinyatakan bahwa masih sah qurban atas nama mayit
walau tidak ada wasiat. Karena seperti itu termasuk sedekah. Lihat Mughni Al-Muhtaj, 4: 390.
Apa yang disebutkan oleh
Asy-Syarbini sejalan dengan fatwa Al-Lajnah yang disebutkan di awal. Wallahu a’lam.
Referensi:
Fatawa Al-Lajnah Ad-Daimah li
Al-Buhuts Al-‘Ilmiyyah wa Al-Ifta’, Penerbit Muassasah
Al-Amirah Al-‘Anud.
Kifayah Al-Akhyar fi Halli
Ghayah Al-Ikhtishar. Cetakan pertama, tahun 1428 H. Muhammad bin ‘Abdul Mu’min
Al-Hishniy Al-Husaini Ad-Dimasyqi Asy-Syafi’i. Penerbit Dar Al-Minhaj.
Minhaj Ath-Thalibin. Cetakan kedua, tahun 1426 H. Yahya bin Syarf An-Nawawi. Tahqiq
dan Ta’liq: Dr. Ahmad bin ‘Abdul ‘Aziz Al-Haddad. Penerbit Dar Al-Basyair
Al-Islamiyyah.
Mughni Al-Muhtaj ila Ma’rifah
Ma’ani Alfazh Al-Minhaj. Cetakan keempat, tahun 1431 H. Muhammad bin Al-Khatib
Asy-Syarbini. Penerbit Dar Al-Ma’rifah.
—
0 komentar:
Posting Komentar