Poligami,
Bisakah Adil?
Poligami, bisakah adil?
Berpoligami butuh keadilan.
Berlaku adil inilah yang berat. Karena di antara wasiat Allah yang Dia
sampaikan kepada kita di dalam kitab-Nya yang mulia adalah sikap adil terhadap
para istri.
Allah Ta’ala berfirman,
وَلَنْ تَسْتَطِيعُوا أَنْ تَعْدِلُوا بَيْنَ النِّسَاءِ
وَلَوْ حَرَصْتُمْ فَلَا تَمِيلُوا كُلَّ الْمَيْلِ فَتَذَرُوهَا كَالْمُعَلَّقَةِ
وَإِنْ تُصْلِحُوا وَتَتَّقُوا فَإِنَّ اللَّهَ كَانَ غَفُورًا رَحِيمًا
“Dan kamu sekali-kali tidak akan
dapat berlaku adil di antara isteri-isteri(mu), walaupun kamu sangat ingin
berbuat demikian, karena itu janganlah kamu terlalu cenderung (kepada yang kamu
cintai), sehingga kamu biarkan yang lain terkatung-katung. Dan jika kamu
mengadakan perbaikan dan memelihara diri (dari kecurangan), maka sesungguhnya
Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. An Nisa’: 129).
Sikap adil yang dituntut dari
seorang suami adalah adil dalam jatah bermalam, adil dalam memberi nafkah dan
pakaian. Di sini yang dituntut bukanlah adil dalam kecenderungan hati, sebab
manusia tidak mampu menyamakan kecenderungan hatinya.
Sebagian orang bila memiliki
lebih dari satu istri hanya memperdulikan salah satu istri dan mengabaikan yang
lain. Ia bermalam lebih lama di rumah istri tersebut. Ia berikan nafkah hanya
kepadanya dan menelantarkan istri-istri yang lain. Tindakan seperti ini haram
dilakukan, dan pelakunya akan datang pada hari kiamat dalam keadaan seperti
dijelaskan dalam hadits berikut. Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu,
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ كَانَتْ لَهُ امْرَأَتَانِ فَمَالَ إِلَى
إِحْدَاهُمَا جَاءَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَشِقُّهُ مَائِلٌ
“Siapa yang memiliki dua orang
istri lalu ia cenderung kepada salah seorang di antara keduanya, maka ia datang
pada hari kiamat dalam keadaan badannya miring.” (HR. Abu Daud no. 2133, Ibnu
Majah no. 1969, An Nasai no. 3394. Syaikh Al Albani menyatakan hadits tersebut
shahih sebagaimana dalam Shahih At Targhib wa At Tarhib no. 1949)
Al ‘Azhim Abadi berkata, “Siapa
yang memiliki dua isteri –misalnya- lantas ia tidak berbuat adil terhadap
keduanya. Ia lebih cenderung pada salah satunya, tidak pada yang lainnya, maka
salah satu sisi badannya akan mengalami kelumpuhan.”
Beliau mengatakan pula, “Hadits
di atas menunjukkan bahwa wajib bagi suami untuk menyamakan dan tak boleh
condong pada salah satunya, yaitu dalam hal pembagian malam dan nafkah. Ini
bukan berarti mesti sama dalam hal kecintaan. Kecintaan tersebut tak bisa
seseorang membuatnya sama.” (‘Aunul Ma’bud, 6: 124).
Yang dimaksud ayat yang kami
sebutkan di atas telah diterangkan oleh Syaikh As Sa’di dalam kitab tafsirnya
(hal. 206), maksudnya adalah, “Suami tidak mampu berbuat adil secara sempurna
kepada para istrinya. Karena adil melazimkan keadilan dalam hal cinta, condong
pada salah satunya, kemudian amalan sebagai konsekuensinya. Berbuat adil secara
sempurna untuk itu semua, amatlah sulit. Oleh karenanya Allah memaafkannya.
Sedangkan hal yang mampu suami berbuat adil, dilarang untuk tidak adil.”
Kemudian Syaikh As Sa’di
melanjutkan, “Untuk masalah nafkah, pakaian, pembagian malam dan semacamnya,
hendaklah suami berbuat adil. Hal ini berbeda dengan kecintaan dan kenikmatan
hubungan intim.”
Kalau memang ingin berpoligami,
berlaku adillah. Jangan sekedar memperturut nafsu sehingga cenderung untuk
tidak adil dan condong pada salah satu istri atau bahkan sampai melalaikan
nafkah atau bahkan sebenarnya tidak mampu, namun memaksa untuk berpoligami.
Jadi
timbang-timbanglah sebelum melangkah. Benarkah itu kebutuhan ataukah sekedar
keinginan?
Hanya Allah yang memberi
taufik.
Referensi:
‘Aunul Ma’bud Syarh Sunan Abi
Daud, Abu ‘Abdirrahman
Syaraf Al Haqq Muhammad Asyraf Ash Shidiqiy Al ‘Azhim Abadi, terbitan Darul
Wafa’, cetakan pertama, tahun 1430 H.’
Tafsir As Sa’di (Taisir Al
Karimir Rahman),
Syaikh ‘Abdurrahman bin Nashir As Sa’di, terbitan Muassasah Ar Risalah, cetakan
kedua, tahun 1433 H.
—
0 komentar:
Posting Komentar