Seputar Hukum Islam ” Bacaan
– Bacaan Tasyahud ”
Al-Ustadz Abu Ishaq Muslim
al-Atsari
Dahulu sebelum diajari
tasyahud, dalam shalat para sahabat mengucapkan,
السَّلاَمُ عَلَى اللهِ، السَّلاَمُ عَلىَ جِبْرِيْلَ
وَمِيْكَائِيْلَ، السَّلاَمُ عَلَى فُلاَنٍ وَفُلاَنٍ
“Keselamatan atas Allah.
Keselamatan atas Jibril dan Mikail. Keselamatan atas Fulan dan Fulan (yang
mereka maksudkan adalah para malaikat).”
Suatu hari Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam menghadap mereka seraya berkata,
لاَ تَقُوْلُوا: السَّلاَمُ عَلَى اللهِ، فَإِنَّ
اللهَ هُوَ السَّلاَمُ
Janganlah kalian mengatakan,
“Keselamatan atas Allah; karena Allah adalah as-Salam.”
Lalu beliau Shallallahu ‘alaihi wasallam mengajari mereka bacaan tasyahud. (HR.
al-Bukhari no. 831 dan Muslim no. 895)
Membaca Tasyahud Disunnahkan
dengan Sirr
Abdullah ibnu Mas ’udz
mengatakan, “Merupakan sunnah Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam, tasyahud dibaca secara sirr.” (HR. Abu
Dawud no. 986, at-Tirmidzi no. 291, dinyatakan sahih dalam Shahih Abi Dawud dan Shahih at-Tirmidzi)
Al-Imam Tirmidzi rahimahumallah berkata, “Inilah yang diamalkan oleh
para ulama.” (Sunan at-Tirmidzi, 1/179)
An-Nawawi rahimahumallah berkata,
“Ulama sepakat disirrkannya bacaan tasyahud dan
dibenci membacanya dengan jahr. Mereka berdalil dengan hadits Ibnu Mas’ud.” (al-Majmu’, 3/444)
Bacaan Tasyahud
Bacaan tasyahud yang diajarkan
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bermacam-macam sehingga memberikan
kelapangan kepada umat beliau untuk memilih di antara bacaanbacaan tersebut.
1. Tasyahud Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu Ini adalah bacaan tasyahud yang
paling sahih di antara bacaan-bacaan yang ada menurut para ulama.
Ibnu Mas’ud Shallallahu ‘alaihi wasallam berkata, “Rasulullah n mengajariku
tasyahud, dalam keadaan telapak tanganku berada di antara dua telapak tangan
beliau, sebagaimana beliau mengajariku surat al-Qur’an” (HR. al-Bukhari no.
6265 dan Muslim no. 899).
Adapun bacaannya adalah sebagai
berikut,
التَّحِيَّاتُ وَالصَّلَوَاتُ وَالطَّيِّبَاتُ،
السَّلاَمُ عَلَيْكَ أَيُّهَا النَّبِيُّ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ،
السَّلاَمُ عَلَيْنَا وَعَلَى عِبَادِ اللهِ الصَّالِحِيْنَ. أَشْهَدُ أَنْ لاَ
إِلهَ إِلاَّ اللهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ
“Semua salam/keselamatan milik
Allah, demikian pula shalawat (doa-doa pengagungan kepada Allah Subhanahu wata’ala) dan ucapan-ucapan
yang baik (yang pantas disanjungkan kepada Allah Subhanahu wata’ala). Salam
kesejahteraan atasmu wahai Nabi, rahmat Allah Subhanahu wata’ala dan keberkahan-Nya. Salam
kesejahteraan atas kami dan atas hambahamba Allah yang saleh1. Aku bersaksi
bahwasanya tidak ada sesembahan yang berhak disembah selain Allah. Dan aku
bersaksi bahwasanya Muhammad adalah hamba dan rasul-Nya.” (HR. al-Bukhari no. 831 dan Muslim no. 895)
Sebagian sahabat Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam meriwayatkan dengan,
السَّلاَمُ عَلَي النَّبِيّ
menggantikan,
السَّلاَمُ عَلَيْكَ أَيُّهَا النَّبِيُّ
Di antara yang meriwayatkan
demikian adalah Abdullah ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhudalam Shahih al-Bukhari (no. 6265) dan selainnya,
dengan jalur selain jalur riwayat di atas. Beliau berkata, “Kami mengatakan
saat Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam masih hidup,
السَّلاَمُ عَلَيْكَ
“Keselamatan atasmu….”
Tatkala Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam telah wafat, kami mengatakan,
السَّلاَمُ عَلَي النَّبِيّ
“Keselamatan atas Nabi….”
Al-Hafizh Ibnu Hajar berkata,
“Menurut tambahan riwayat ini, zahirnya para sahabat mengucapkan,
اَلسَّلاَمُ عَلَيْكَ أَيُّهَا النَّبِيُّ
dengan huruf kaf yang menunjukkan kata ganti
orang kedua (yang diajak bicara) ketika Nabi n masih hidup. Tatkala Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam sudah meninggal, mereka menyebutkan
dengan lafadz ghaib (kata
ganti orang ketiga yang tidak hadir). Mereka mengatakan,
السَّلاَمُ عَلَي النَّبِيُّ
(lihat Fathul Bari, 11/48) Al-Imam al-Albani t mengatakan,
“Dalam hal ini masalahnya lapang. Sebab, lafadz mana pun yang diucapkan oleh
seorang yang shalat, asalkan itu tsabit/ pasti dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam,
dia telah menepati sunnah.” (al-Ashl,
3/891)
Pendapat Ibnu Utsaimin dalam Masalah
Ini
Kata Fadhilatusy Syaikh Ibnu
Utsaimin rahimahumallah, “Menurut saya, ini adalah ijtihad Ibnu
Mas’ud radhiyallahu
‘anhu. Akan tetapi, ijtihad ini tidak benar dari tiga sisi:
1. Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam mengajari Ibnu
Mas’ud radhiyallahu ‘anhu hadits
ini dan tidak mengaitkannya dengan menyatakan, “Selama aku masih
hidup (ucapkan begini…).” Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam justru memerintahkan Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu untuk
mengajari manusia lafadz seperti ini.
2. Orang yang mengucapkan salam
kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam di dalam shalat tidaklah sama dengan
orang yang mengucapkan salam dalam keadaan berhadapan/ bertemu, yang saling
bertemu ini tidak terjadi lagi setelah wafat beliau (karena itu lafadznya perlu
diganti).
Akan tetapi, orang yang
mengucapkan salam kepada beliau di dalam shalat hanyalah sebagai bentuk doa,
bukan salam karena mengajak bicara.
3. Amirul Mukminin Umar ibnul
Khaththab radhiyallahu ‘anhu mengajari tasyahud kepada manusia
dalam posisi beliau sebagai khalifah di atas mimbar Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam dengan lafadz,
السَّلاَمُ عَلَيْكَ أَيُّهَا النَّبِيُّ
Hal ini disaksikan oleh para
sahabat dan dalam keadaan Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallamtelah
wafat. Namun, tidak ada seorang pun yang mengingkari lafadz yang diajarkan oleh
Umar radhiyallahu ‘anhu.
Di samping itu, tidak diragukan bahwa Umar radhiyallahu ‘anhulebih
berilmu dan lebih faqih daripada Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu, sampai-sampai Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
إِنْ يَكُنْ فِيْكُمْ مُحَدَّثُوْنَ فَعُمَرُ
“Jika di antara kalian ada
muhaddatsun2, dia adalah Umar.” (Fathu Dzil Jalali wal Ikram bi
Syarh Bulughil Maram, 3/394)
Dalam fatwa al-Lajnah ad-Daimah dinyatakan, “Yang benar,
seorang yang shalat mengucapkan dalam tasyahudnya,
السَّلاَمُ عَلَيْكَ أَيُّهَا النَّبِيُّ وَرَحْمَةُ
اللهِ وَبَرَكَاتُهُ
Sebab, inilah yang tsabit dalam hadits-hadits. Adapun
riwayat dari Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu dalam masalah tasyahud, jika memang
haditsnya sahih, hal itu merupakan ijthad dari pelakunya yang tidak bisa
dipertentangkan dengan hadits-hadits yang tsabit. Seandainya hukumnya berbeda antara semasa hidup
Rasulullah dan sepeninggal beliau, niscaya beliau akan menerangkannya kepada
mereka.” (Fatawa al-Lajnah ad-Daimah, 7/10—11)
Hukum Tambahan Lafadz “Wa
Maghfiratuh”
Rabi’ bin Haitsam pernah datang
kepada Alqamah, meminta pendapat Alqamah untuk menambah setelah ‘warahmatullahi’ dengan
lafadz ‘wa maghfiratuh’. Alqamah
berkata, “Kita hanyalah mencukupkan dengan apa yang telah diajarkan kepada kita
(dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam).” (Mushannaf Abdirrazzaq
ash-Shan’ani, no. 3062)
2. Tasyahud Ibnu Abbas radhiyallahu
‘anhu
Menurut al-Imam asy-Syafi’i rahimahumallah,
tasyahud ini paling beliau senangi karena paling sempurna. Meski demikian,
beliau,tidak mempermasalahkan orang lain yang mengamalkan tasyahud selain ini
selama haditsnya sahih. (al-Umm, Bab “at-Tasyahud wash
Shalah ‘alan Nabi”)
Adapun bacaannya,
التَّحِيَّاتُ الْمُبَارَكَاتُ الصَّلَوَاتُ
الطَّيِّبَاتُ ،ِلهلِ السَّلاَمُ عَلَيْكَ أَيُّهَا النَّبِيُّ وَرَحْمَةُ اللهِ
وَبَرَكَاتُهُ السَّلاَمُ عَلَيْنَا وَعَلَى عِبَادِ اللهِ الصَّالِحِيْنَ
أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلهَ إِلاَّ اللهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ
وَرَسُوْلُهُ
“Semua salam/keselamatan,
keberkahan-keberkahan, demikian pula shalawat (doa-doa pengagungan kepada Allah Subhanahu wata’ala) dan ucapan-ucapan
yang baik (yang pantas disanjungkan kepada Allah l) adalah milik Allah. Salam kesejahteraan
atasmu wahai Nabi, rahmat Allah dan keberkahan-Nya. Salam kesejahteraan atas
kami dan atas hambahamba Allah yang saleh. Aku bersaksi bahwasanya tidak ada
sesembahan yang berhak disembah kecuali Allah. Dan aku bersaksi bahwasanya
Muhammad adalah hamba dan rasul-Nya.” (HR.
Muslim no. 900)
3. Tasyahud Abu Musa al-Asy’ari radhiyallahu ‘anhu
Lafadznya,
التَّحِيَّاتُ الطَّيِّبَاتُ الصَّلَوَاتُ ،ِلهلِ
السَّلاَمُ عَلَيْكَ أَيُّهَا النَّبِيُّ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ،
السَّلاَمُ عَلَيْنَا وَعَلَى عِبَادِ اللهِ الصَّالِحِيْنَ. أَشْهَدُ أَنْ لاَ
إِلهَ إِلاَّ الله وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ
“Semua salam/keselamatan
ucapan-ucapan yang baik (yang pantas disanjungkan kepada AllahSubhanahu
wata’ala), demikian pula shalawat (doa-doa pengagungan kepada Allah Subhanahu wata’ala) adalah milik
Allah. Salam kesejahteraan atasmu wahai Nabi, rahmat Allah dan keberkahan-Nya.
Salam kesejahteraan atas kami dan atas hambahamba Allah yang saleh. Aku
bersaksi bahwasanya tidak ada sesembahan yang berhak disembah kecuali Allah.
Dan aku bersaksi bahwasanya Muhammad adalah hamba dan rasul-Nya.” (HR. Muslim no. 902)
4. Tasyahud Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhu
Lafadznya,
التَّحِيَّاتُ الصَّلَوَاتُ الطَّيِّبَاتُ، السَّلاَمُ
عَلَيْكَ أَيُّهَا النَّبِيُّ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ، السَّلاَمُ
عَلَيْنَا وَعَلَى عِبَادِ اللهِ الصَّالِحِيْنَ. أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلهَ إِلاَّ
اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ
وَرَسُوْلُهُ
“Semua salam/keselamatan milik
Allah, demikian pula shalawat (doadoa= pengagungan kepada Allah Subhanahu wata’ala) dan ucapan-ucapan
yang baik (yang pantas disanjungkan kepada Allah Subhanahu wata’ala). Salam
kesejahteraan atasmu wahai Nabi, rahmat Allah dan keberkahan-Nya. Salam
kesejahteraan atas kami dan atas hambahamba Allah yang saleh. Aku bersaksi
bahwasanya tidak ada sesembahan yang berhak disembah kecuali Allah saja tidak
ada sekutu bagi-Nya. Dan aku bersaksi bahwasanya Muhammad adalah hamba dan
rasul-Nya.” (HR. Abu Daud no. 971,
dinyatakan sahih dalam Shahih Abi Daud)
5. Tasyahud Umar ibnul Khaththab radhiyallahu ‘anhu
Umar mengajarkannya kepada
manusia dalam keadaan beliau berada di atas mimbar. Lafadznya,
التَّحِيَّاتُ ،ِلهلِ الزَّاكِيَاتُ ،ِلهلِ
الطَّيِّبَاتُ، الصَّلَوَاتُ لهلِ السَّلاَمُ عَلَيْكَ أَيُّهَا النَّبِيُّ
وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ ، السَّلاَمُ عَلَيْنَا وَعَلَى عِبَادِ اللهِ
الصَّالِحِيْنَ. أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلهَ إِلاَّ الله وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا
عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ
“Semua salam/keselamatan milik
Allah, amal-amal saleh yang menumbuhkan pahala untuk pelakunya di akhirat
adalah untuk Allah, demikian pula ucapan-ucapan yang baik (yang pantas
disanjungkan kepada Allah Subhanahu
wata’ala) dan shalawat (doa-doa pengagungan kepada Allah Subhanahu wata’ala) adalah milik
Allah. Salam kesejahteraan atasmu wahai Nabi, rahmat Allah dan keberkahan-Nya. Salam
kesejahteraan atas kami dan atas hambahamba Allah yang saleh. Aku bersaksi
bahwasanya tidak ada sesembahan yang berhak disembah kecuali Allah. Dan aku
bersaksi bahwasanya Muhammad adalah hamba dan rasul-Nya.” (HR. Malik dalam al-Muwaththa’, no. 207)
Walaupun riwayat ini mauquf sampai Umar, namun hukumnya marfu’ sebagaimana kata Ibnu Abdil
Barr rahimahumallah,
“Dimaklumi, dalam urusan seperti ini tidaklah mungkin (seorang sahabat)
mengatakan dengan ra’yu/akal-akalan/ pendapat pribadi.” (al-Istidzkar, 4/274)
6. Tasyahud Aisyah radhiyallahu
‘anhu
Lafadznya,
التَّحِيَّاتُ، الطَّيِّبَاتُ، الصَّلَوَاتُ،
الزَّكِيَاتُ ،ِلهلِ أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ
لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ. السَّلاَمُ عَلَيْكَ أَيُّهَا
النَّبِيُّ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ، السَّلاَمُ عَلَيْنَا وَعَلَى عِبَادِ
اللهِ الصَّالِحِيْنَ. السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ
“Semua salam/keselamatan,
ucapan-ucapan yang baik (yang pantas disanjungkan kepada AllahSubhanahu
wata’ala), shalawat(doa-doa pengagungan kepada Allah Subhanahu wata’ala), demikian pula
amal-amal saleh yang menumbuhkan pahala untuk pelakunya di akhirat adalah untuk
Allah. Aku bersaksi bahwasanya tidak ada sesembahan yang berhak disembah
kecuali Allah saja tidak ada sekutu bagi-Nya. Dan aku bersaksi bahwasanya
Muhammad adalah hamba dan rasul-Nya. Salam kesejahteraan atasmu wahai Nabi,
rahmat Allah dan keberkahan-Nya. Salam kesejahteraan atas kami dan atas
hamba-hamba Allah yang saleh. Salam kesejahteraan atas kalian.” (HR. Malik no. 209)
Bacaan Tasyahud Manakah yang
Paling Utama?
Yang mana saja dari bacaan di
atas diamalkan oleh orang yang shalat, semuanya sahih dan mencukupinya. Kata
an-Nawawi rahimahumallah, “Ulama sepakat bolehnya membaca semua
tasyahud yang ada, namun mereka berselisih tentang mana yang paling utama
dibaca. Mazhab asy-Syafi’i rahimahumallah dan sebagian pengikut al-Imam
Malik rahimahumallahberpandangan tasyahud Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhu lebih
utama karena ada tambahan lafadz al-mubarakat di
dalamnya dan sesuai dengan firman Allah Subhanahu wata’ala,
تَحِيَّةً مِّنْ عِندِ اللَّهِ مُبَارَكَةً طَيِّبَةً
“Tahiyyat dari sisi Allah yang
mubarakah thayyibah.” (an-Nur: 61)
Selain itu, Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhu menegaskan tasyahud yang
diperolehnya dengan pernyataan, “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam mengajari kami tasyahud sebagaimana
beliau mengajari kami surat dari al- Qur’an.” Abu Hanifah dan Ahmadrahimahumallah serta
jumhur fuqaha dan ahlul hadits berpendapat, tasyahud Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu lebih
utama karena haditsnya paling sahih menurut ahli hadits, walaupun seluruh
bacaan tasyahud di atas haditsnya yang sahih.
Al-Imam Malik rahimahumallah berkata,
“Tasyahud Umar ibnul Khaththab radhiyallahu ‘anhu
yang mauquf3 lebih utama
karena Umar mengajarkamnya kepada manusia dalam keadaan beliau di atas mimbar
dan tidak ada seorang pun (yang hadir) menentangnya (menyalahkan bacaannya).
Ini menunjukkan keutamaan bacaan tersebut.” (al-Minhaj, 4/336)
Kata al-Imam at-Tirmidzi rahimahumallah,
hadits Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhudiriwayatkan
lebih dari satu jalur dan merupakan hadits yang paling sahih dari Nabi n dalam
masalah tasyahud. Inilah yang diamalkan oleh mayoritas ahli ilmu dari kalangan
sahabat Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam dan kalangan tabi’in setelah mereka.
Ini adalah pendapat Sufyan ats-Tsauri, Ibnul Mubarak, Ahmad, dan Ishaq. (Sunan at-Tirmidzi, 1/177—178)
Kata al-Bazzar rahimahumallah,
sebagaimana dinukil oleh al-Hafizh Ibnu Hajar al-Asqalani rahimahumallah dalam Fathul Bari (2/408), “Aku tidak
mengetahui dalam hal tasyahud ada hadits yang lebih kokoh, lebih sahih
sanadnya, dan lebih masyhur para rawinya daripada hadits ini.”
Memulai Tasyahud dengan Zikir
Selain Tahiyat
Abul Aliyah berkata, “Ibnu
Abbas mendengar seseorang ketika duduk dalam shalat berkata, ‘Alhamdulillah’, sebelum membaca tasyahud. Ibnu Abbas
menghardiknya seraya mengatakan, ‘Mulailah dengan tasyahud ’.” (Diriwayatkan
oleh Abdurrazzaq no. 3058)
Dalam riwayat al-Baihaqi
(2/143) disebutkan, Ibnu Abbas mendengar ada seseorang berkata dalam
tasyahhudnya, ‘Bismillah, at-tahiyyatu lillah’,
maka Ibnu Abbas menghardiknya. Ada riwayat dari Ibnu Abbas juga, dia mendengar
seseorang ketika duduk dalam shalat berkata, ‘Alhamdulillah’,
sebelum membaca tasyahud. Ibnu Abbas lalu menghardiknya dan berkata,
“Mulailah dengan tasyahud.”
Al-Imam Ibnul Mundzir rahimahumallah mengatakan tentang
mengawali bacaan tasyahud dengan zikir yang lain, “Tidak ada satu pun berita
yang sahih dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam yang menyebutkan adanya bacaan
tasmiyah (mengucapkan bismillah) sebelum bertasyahud. Aku tidak mengetahui
penyebutan yang demikian selain hadits Aiman, dari Abu az-Zubair, dari Jabir.
Namun, dikatakan bahwa Aiman keliru dalam masalah ini dan tidak ada yang
meyepakatinya. Jadi, dia tidak kokoh dari sisi penukilan. Semua ulama yang kami
jumpai memandang bahwa (bacaan tasyahud) dimulai dengan tasyahud (tanpa ucapan
lain sebelumnya) berdasar kabar yang tsabit dari
Rasulullah n. Dalam hadits Abu Musa ada dalil yang menunjukkan benarnya ucapan
ini. Aku pun telah menyebutkannya dalam kitab ini. Ini adalah pendapat ulama
penduduk Madinah, ulama penduduk Kufah, dan asy-Syafi’i serta pengikutnya.
Seandainya seseorang ingin bertasyahud dengan menyebut nama Allah Subhanahu wata’ala sebelumnya,
tidak ada dosa baginya.” (al-Ausath min as-Sunan wa
al-Ijma’ wa al-Ikhtilaf, 2/382—383)
Asysyariah.com
0 komentar:
Posting Komentar