JAUHI
DOSA-DOSA BESAR
Oleh
Ustadz Abu Isma’il Muslim al-Atsari
Ustadz Abu Isma’il Muslim al-Atsari
Allâh
Azza wa Jalla memberitakan bahwa menjauhi dosa-dosa besar akan menyebabkan
ampunan Allâh dan masuk surga-Nya. Allâh Azza wa Jalla berfirman :
إِنْ تَجْتَنِبُوا كَبَائِرَ مَا تُنْهَوْنَ عَنْهُ نُكَفِّرْ عَنْكُمْ سَيِّئَاتِكُمْ وَنُدْخِلْكُمْ مُدْخَلًا كَرِيمًا
Jika
kamu menjauhi dosa-dosa besar di antara dosa-dosa yang kamu dilarang
mengerjakannya, niscaya Kami hapus kesalahan-kesalahanmu (dosa-dosamu yang
kecil) dan Kami akan masukkan kamu ke tempat yang mulia (surga).
[an-Nisâ`/4:31].
Syaikh
Abdurrahmân bin Nashir as-Sa’di rahimahullah berkata: Ini di antara karunia
Allâh Azza wa Jalla dan kebaikan-Nya kepada hamba-hamba-Nya, orang-orang yang
beriman. Allâh Azza wa Jalla menjanjikan kepada mereka, jika mereka menjauhi
dosa-dosa besar yang dilarang, Dia akan menghapus seluruh dosa-dosa dan
kesalahan-kesalahan, dan Dia Subhanahu wa Ta’ala akan memasukkan mereka ke
tempat yang mulia, yang banyak kebaikannya, yaitu surga yang meliputi perkara-perkara
yang tidak pernah dilihat oleh mata, tidak pernah didengar oleh telinga, dan
tidak pernah terlintas dalam hati manusia. Termasuk menjauhi dosa-dosa besar
adalah melakukan kewajiban yang meninggalkannya merupakan dosa besar. Seperti
shalat lima kali (sehari semalam), shalat Jum’at, dan puasa Ramadhan.
Sebagaimana Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
الصَّلَوَاتُ الْخَمْسُ وَالْجُمْعَةُ إِلَى الْجُمْعَةِ وَرَمَضَانُ إِلَى رَمَضَانَ مُكَفِّرَاتٌ مَا بَيْنَهُنَّ إِذَا اجْتَنَبَ الْكَبَائِرَ
Dari
Abu Hurairah Radhiyallahu anhu, dari Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam,
beliau bersabda: “Shalat (wajib) yang lima, (shalat) Jum’at satu sampai
(shalat) Jum’at lainnya, puasa Ramadhan satu sampai puasa Ramadhan lainnya,
menghapus (dosa-dosa) yang ada di antara semuanya, jika pelakunya menjauhi
dosa-dosa besar”. [HR Muslim, no. 233, dan lain-lain][1].
Syaikh
Ibnu ‘Asyûr at-Tunisi rahimahullah berkata: Penggabungan kabâ-ir (dosa-dosa
besar) dengan apa yang kamu dilarang darinya, menunjukkan bahwa perkara-perkara
yang dilarang ada dua bagian, (yaitu): kabâ-ir (dosa-dosa besar) dan yang di
bawahnya, yang disebut shaghâ-ir (dosa-dosa kecil); keduanya disebut dengan
jalan berhadapan. Di sini disebut dengan sayyi-ât (dosa-dosa kecil). Dan Allâh
menjanjikan akan menghapus dosa-dosa kecil bagi orang-orang yang menjauhi
dosa-dosa besar. Allâh Azza wa Jalla juga berfirman dalam surat an-Najm ayat
ke-32:
الَّذِينَ يَجْتَنِبُونَ كَبَائِرَ الْإِثْمِ وَالْفَوَاحِشَ إِلَّا اللَّمَمَ
(Yaitu)
orang-orang yang menjauhi dosa-dosa besar dan perbuatan keji yang selain dari
lamam (kesalahan-kesalahan kecil).
Allâh
Azza wa Jalla menamakan dosa-dosa besar dengan fawâhisy (dosa-dosa yang keji)
dan menamakan lawannya dengan lamam (kesalahan-kesalahan kecil). Dengan ini
menjadi pasti bahwa kemaksiatan-kemaksiatan itu di sisi Allâh Azza wa Jalla ada
dua bagian: kemaksiatan-kemaksiatan yang besar lagi keji, dan
kemaksiatan-kemaksiatan yang di bawahnya, orang mukmin sering melakukannya.[2]
PENGERTIAN
DOSA BESAR
Ayat di atas memberitakan kabar gembira bagi orang mukmin yang menjauhi dosa-dosa besar, maka dosa-dosa kecilnya akan diampuni oleh Allâh Azza wa Jalla . Demikian juga hadits di atas mensyaratkan terhapusnya dosa-dosa dengan berbagai amalan shalih adalah dengan menjauhi dosa-dosa besar. Dari sini maka sangat penting bagi kita mengetahui pengertian dosa besar untuk dijauhi.
Ayat di atas memberitakan kabar gembira bagi orang mukmin yang menjauhi dosa-dosa besar, maka dosa-dosa kecilnya akan diampuni oleh Allâh Azza wa Jalla . Demikian juga hadits di atas mensyaratkan terhapusnya dosa-dosa dengan berbagai amalan shalih adalah dengan menjauhi dosa-dosa besar. Dari sini maka sangat penting bagi kita mengetahui pengertian dosa besar untuk dijauhi.
Dosa
besar bahasa Arabnya adalah kabîrah, dan jama’nya kabâ-ir. Ulama berbeda
pendapat tentang dosa-dosa besar ini. Ada yang mengatakan jumlahnya tujuh, sebagian
mengatakan jumlahnya tujuh puluh, yang lain mengatakan semua maksiat merupakan
dosa besar.
Semua
pendapat di atas tidak benar. Dosa besar tidak diketahui dengan batasan jumlah
karena tidak ada nash padanya. Dan tidaklah semua maksiat itu dosa besar, karena
Allâh Subhanahu wa Ta’ala dan Rasul-Nya membedakan maksiat, ada yang merupakan
dosa besar dan ada yang bukan.
Ada
dua definisi terbaik yang disebutkan ulama tentang dosa besar.
Pertama.
Dosa besar adalah dosa yang padanya terdapat had (hukuman syari’at) di dunia,
atau ancaman neraka atau kemurkaan Allâh Subhanahu wa Ta’ala . Ini pendapat
yang terkenal dari Imam Ahmad rahimahullah dan Ulama lainnya. Syaikhul- Islam
rahimahullah menambahkan bahwa termasuk dosa besar adalah dosa yang keimanan
ditiadakan darinya, atau terdapat perkataan “bukan dari kami”.
Kedua.
Dosa besar adalah kemaksiatan yang merusak (melanggar) salah satu dari lima
tujuan syari’at yang agung. Ini adalah pendapat al-‘Izz bin Abdis-Salam
rahimahulla dan Ulama lainnya. Lima tujuan syari’at yang agung yaitu: menjaga
agama Islam, menjaga nyawa, menjaga akal, menjaga nasab, dan menjaga harta.
Kedua
pendapat ini berdekatan maknanya. Karena dosa yang merusak salah satu dari lima
tujuan syari’at, maka ada had (hukuman syara’) padanya.[3]
Syaikh
Abdurrahmân bin Nashir as-Sa’di rahimahullah berkata, “Definisi dosa besar yang
terbaik adalah: dosa yang ada had (hukuman tertentu dari agama) di dunia, atau
ancaman di akhirat, atau peniadaan iman, atau mendapatkan laknat atau kemurkaan
(Allâh) padanya”.[4]
Dosa
yang ada had (hukuman syari’at) di dunia adalah seperti syirik, sihir, mencuri,
zina, minum khamr, dan lainnya. Adapun dosa yang ada ancaman neraka adalah
seperti membunuh, berkhianat, memakan harta manusia dengan batil, dan memakan
harta anak yatim dengan batil.
Allâh
Azza wa Jalla berfirman :
إِنَّ الَّذِينَ يَأْكُلُونَ أَمْوَالَ الْيَتَامَىٰ ظُلْمًا إِنَّمَا يَأْكُلُونَ فِي بُطُونِهِمْ نَارًا ۖ وَسَيَصْلَوْنَ سَعِيرًا
Sesungguhnya
orang-orang yang memakan harta anak yatim secara zhalim, sebenarnya mereka itu
menelan api sepenuh perutnya dan mereka akan masuk ke dalam api yang
menyala-nyala (neraka). [an-Nisâ`/4:10].
Dosa
yang keimanan ditiadakan darinya adalah seperti sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi
wa sallam :
وَاللَّهِ لَا يُؤْمِنُ وَاللَّهِ لَا يُؤْمِنُ وَاللَّهِ لَا يُؤْمِنُ قِيلَ وَمَنْ يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ الَّذِي لَا يَأْمَنُ جَارُهُ بَوَايِقَهُ
“Demi
Allâh, dia tidak beriman; demi Allâh, dia tidak beriman; demi Allâh, dia tidak
beriman!” Beliau ditanya, “Siapa dia, wahai Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa
sallam ?” Beliau menjawab, “Orang yang tetangganya tidak merasa aman terhadap
keburukan-keburukannya”. [HR Bukhari, no. 6016].
Sedangkan
dosa yang ada perkataan “bukan dari kami” adalah seperti sabda Nabi Shallallahu
‘alaihi wa sallam :
مَنْ حَمَلَ عَلَيْنَا السِّلاَحَ فَلَيْسَ مِنَّا وَمَنْ غَشَّنَا فَلَيْسَ مِنَّا
Barangsiapa
mengangkat senjata terhadap kami, maka dia bukan dari kami; dan barangsiapa
berbuat curang terhadap kami, maka dia bukan dari kami. [HR Muslim, no. 101].
Juga
sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam :
لَيْسَ مِنَّا مَنْ لَطَمَ الْخُدُودَ وَشَقَّ الْجُيُوبَ وَدَعَا بِدَعْوَى الْجَاهِلِيَّةِ
Bukan
dari kami orang yang menampar pipi, merobek belahan/kantong (baju), dan
berteriak dengan teriakan jahiliyah. [HR Bukhari, no. 1294].
Dengan
sedikit penjelasan ini, kita mengetahui pentingnya memahami jenis-jenis dosa
besar agar kita bisa menjahuinya. Berapa banyak orang terjerumus di dalam dosa
besar karena ketidaktahuannya, atau karena mengikuti hawa nafsu yang mencelakannya.
Hanya
Allâh Tempat memohon pertolongan.
[Disalin
dari majalah As-Sunnah Edisi 01/Tahun XVII/1434H/2013. Diterbitkan Yayasan
Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo – Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo
Solo 57183 Telp. 0271-858197 Fax 0271-858196]
_______
Footnote
[1]. Taisîr Karîmir-Rahmân, surat an-Nisâ`/4 ayat ke-31.
[2]. At-Tahrîr wat-Tanwîr, 3/472.
[3]. Lihat Syarh al-‘Aqîdah ath-Thahâwiyyah, karya Syaikh Shalih Alu Syaikh, 1/437.
[4]. Taisîr Karîmir-Rahmân, surat an-Nisâ`/4 ayat ke-31.
_______
Footnote
[1]. Taisîr Karîmir-Rahmân, surat an-Nisâ`/4 ayat ke-31.
[2]. At-Tahrîr wat-Tanwîr, 3/472.
[3]. Lihat Syarh al-‘Aqîdah ath-Thahâwiyyah, karya Syaikh Shalih Alu Syaikh, 1/437.
[4]. Taisîr Karîmir-Rahmân, surat an-Nisâ`/4 ayat ke-31.
0 komentar:
Posting Komentar