Di antara akibat maksiat adalah membuat Allah itu melupakan dan
meninggalkan hamba, lalu Allah akan membiarkannya menjadi ‘konconya’ (teman dekatnya) setan. Ini sungguh suatu
kesengsaraan dan bukan suatu keselamatan yang diharap.
Allah Ta’ala berfirman,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَلْتَنْظُرْ
نَفْسٌ مَا قَدَّمَتْ لِغَدٍ وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا
تَعْمَلُونَ (18) وَلَا تَكُونُوا كَالَّذِينَ نَسُوا اللَّهَ فَأَنْسَاهُمْ
أَنْفُسَهُمْ أُولَئِكَ هُمُ الْفَاسِقُونَ (19)
“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan
hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok
(akhirat); dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa
yang kamu kerjakan. Dan janganlah kamu seperti orang-orang yang lupa kepada
Allah, lalu Allah menjadikan mereka lupa kepada mereka sendiri. Mereka itulah
orang-orang yang fasik.” (QS. Al Hasyr: 18-19).
Dalam ayat di atas, Allah memerintahkan pada hamba-Nya yang
beriman untuk bertakwa dan melarang dari punya kemiripan dengan orang yang
melupakan Allah dengan meninggalkan sifat takwa. Akibatnya apa bagi orang yang enggan bertakwa? Yaitu Allah akan melupakannya. Allah akan melupakan
kemaslahatan dirinya. Juga Allah akan melupakan dirinya sehingga ia tidak
selamat dari siksa. Di samping itu pula, Allah tidak akan membuat ia selamat di
akhirat kelak yang merupakan kehidupan abadi seorang muslim. Ia pun tidak bisa
meraih kelezatan, kesenangan dan kenikmatan kehidupan negeri akhirat nanti.
Itulah akibat dari seseorang yang lupa akan keagungan Allah dan tidak punya
rasa takut pada Allah. Itu pun balasan dari enggan taat pada Sang Kholiq karena
hari-harinya diisi terus dengan perbuatan dosa.
Ini menunjukkan bahwa ahli maksiat akan sulit meraih kemaslahatan
untuk dirinya sendiri. Allah akan menutupi hatinya dari mengingat-Nya di mana
Allah yang memberikan keterangan jiwa. Ahli maksiat semacam ini hanya mengikuti
hawa nafsunya dan ia termasuk orang yang melampaui batas. Ia akan luput dari
maslahat dunia dan akhiratnya. Ia pun akan sulit meraih kebahagiaan di negeri
yang kita akan kekal abadi di dalamnya.
Hakekatnya hamba itu yang berbuat zholim, mencelakai dirinya
sendiri dengan maksiat yang ia perbuat. Perbuatan maksiatnya sama sekali tidak
mencelakakan Allah.
Demikian penjelasan dari Ibnul Qayyim dalam kitab beliau Ad Daa’ wad Dawaa’ yang penulis sarikan.
Moga Allah menjadikan hati kita selalu mengingat Allah dengan
ketaatan dan jangan sampai kita menjadi orang yang dilupakan oleh Allah. Karena jika Allah melupakan kita, siapa yang bisa beri pertolongan
dan kebahagiaan?
Hanya pada Allah kita memohon petunjuk dan keselamatan dari
perbuatan maskiat, lebih-lebih perbuatan syirik, kufur, dan dosa besar. Wallahu waliyyut taufiq.
Referensi:
Ad Daa’ wad Dawaa’, Al Imam Al ‘Allamah Ibnu Qoyyim Al Jauziyah,
terbitan Dar Ibnul Jauzi, cetakan kedua, 1430 H.
0 komentar:
Posting Komentar