Semua tentu takut menghadapi kematian. Apalagi kita yakin bekal
kita masih kurang untuk menghadapinya. Namun ada rasa takut akan kematian yang
tercela dan ada pula yang tidak tercela. Yang tercela bila rasa takut tersebut
didasari akan cinta yang berlebihan pada dunia sehingga melupakan akhirat.
Hadits “Suka Berjumpa dengan Allah”
Dalam hadits dari ‘Aisyah disebutkan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
« مَنْ أَحَبَّ لِقَاءَ اللَّهِ أَحَبَّ
اللَّهُ لِقَاءَهُ وَمَنْ كَرِهَ لِقَاءَ اللَّهِ كَرِهَ اللَّهُ لِقَاءَهُ ».
فَقُلْتُ يَا نَبِىَّ اللَّهِ أَكَرَاهِيَةُ الْمَوْتِ فَكُلُّنَا نَكْرَهُ
الْمَوْتَ فَقَالَ « لَيْسَ كَذَلِكِ وَلَكِنَّ الْمُؤْمِنَ إِذَا بُشِّرَ
بِرَحْمَةِ اللَّهِ وَرِضْوَانِهِ وَجَنَّتِهِ أَحَبَّ لِقَاءَ اللَّهِ فَأَحَبَّ
اللَّهُ لِقَاءَهُ وَإِنَّ الْكَافِرَ إِذَا بُشِّرَ بِعَذَابِ اللَّهِ وَسَخَطِهِ
كَرِهَ لِقَاءَ اللَّهِ وَكَرِهَ اللَّهُ لِقَاءَهُ »
“Barangsiapa suka berjumpa dengan Allah, Allah juga mencintai
perjumpaan dengannya. Sebaliknya barangsiapa membenci perjumpaan dengan Allah,
Allah juga membenci perjumpaan dengannya.” Kontan ‘Aisyah berkata, “Apakah yang dimaksud benci akan kematian, wahai Nabi Allah? Tentu
kami semua takut akan kematian.” Nabi –shallallahu ‘alaihi wa sallam–
lantas bersabda, “Bukan begitu maksudnya. Namun maksud yang
benar, seorang mukmin jika diberi kabar gembira dengan rahmat, keridhoan serta
surga-Nya, ia suka bertemu Allah, maka Allah pun suka berjumpa dengan-Nya.
Sedangkan orang kafir, jika diberi kabar dengan siksa dan murka Allah, ia pun
khawatir berjumpa dengan Allah, lantas Allah pun tidak suka berjumpa dengan-Nya.”
(HR. Muslim no. 2685).
Para ulama menggolongkan takut akan kematian menjadi dua macam:
1- Takut yang tidak tercela, yaitu takut mati yang sifatnya
tabi’at yang setiap orang memilikinya.
2- Takut yang tercela, yaitu takut mati yang menunjukkan tanda
lemahnya iman. Takut seperti ini muncul karena terlalu cinta pada dunia dan tertipu dengan gemerlapnya dunia sehingga
banyak memuaskan diri dengan kelezatan dan kesenangan tersebut. Inilah yang
disebutkan dalam hadits dengan penyakit wahn, yaitu
cinta dunia dan takut mati.
Hadits tentang penyakit wahn,
عَنْ ثَوْبَانَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- «
يُوشِكُ الأُمَمُ أَنْ تَدَاعَى عَلَيْكُمْ كَمَا تَدَاعَى الأَكَلَةُ إِلَى
قَصْعَتِهَا ». فَقَالَ قَائِلٌ وَمِنْ قِلَّةٍ نَحْنُ يَوْمَئِذٍ قَالَ « بَلْ
أَنْتُمْ يَوْمَئِذٍ كَثِيرٌ وَلَكِنَّكُمْ غُثَاءٌ كَغُثَاءِ السَّيْلِ
وَلَيَنْزِعَنَّ اللَّهُ مِنْ صُدُورِ عَدُوِّكُمُ الْمَهَابَةَ مِنْكُمْ
وَلَيَقْذِفَنَّ اللَّهُ فِى قُلُوبِكُمُ الْوَهَنَ ». فَقَالَ قَائِلٌ يَا
رَسُولَ اللَّهِ وَمَا الْوَهَنُ قَالَ « حُبُّ الدُّنْيَا وَكَرَاهِيَةُ
الْمَوْتِ ».
Dari Tsauban, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Hampir saja para umat (yang kafir dan sesat, pen) mengerumuni
kalian dari berbagai penjuru, sebagaimana mereka berkumpul menghadapi makanan
dalam piring”. Kemudian seseorang bertanya,”Katakanlah wahai Rasulullah, apakah
kami pada saat itu sedikit?” Rasulullah berkata,”Bahkan kalian pada saat itu
banyak. Akan tetapi kalian bagai sampah yang dibawa oleh air hujan. Allah akan
menghilangkan rasa takut pada hati musuh kalian dan akan menimpakan dalam hati
kalian ’Wahn’. Kemudian seseorang bertanya,”Apa itu ’wahn’?” Rasulullah
berkata,”Cinta dunia dan takut mati.” (HR. Abu Daud no. 4297
dan Ahmad 5: 278, shahih kata Syaikh Al Albani.
Lihat penjelasan hadits ini dalam ‘Aunul Ma’bud).
Cinta dunia dan takut mati di sini adalah dua hal yang saling
melazimkan. Itu berarti jika seseorang tertipu dan terlalu cinta pada dunia,
maka ia pun begitu khawatir pada kematian. Lihat pembahasan dalam ‘Aunul Ma’bud. Inilah yang membuat rasa takut terhadap
kematian itu tercela.
Mengingat Mati
Namun mengingat mati sebenarnya suatu yang dituntut pada setiap
orang. Dari Abu Hurairah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
أَكْثِرُوا ذِكْرَ هَاذِمِ اللَّذَّاتِ
“Perbanyaklah mengingat pemutus kelezatan” (HR. An Nasai
no. 1824, Tirmidzi no. 2307 dan Ibnu Majah no. 4258 dan Ahmad 2: 292. Hadits
ini hasan shahih menurut Syaikh Al Albani). Yang dimaksud adalah kematian.
Kematian disebut haadzim (pemutus) karena ia
menjadi pemutus kelezatan dunia.
عَنِ ابْنِ عُمَرَ أَنَّهُ قَالَ : كُنْتُ مَعَ رَسُولِ اللَّهِ -صلى
الله عليه وسلم- فَجَاءَهُ رَجُلٌ مِنَ الأَنْصَارِ فَسَلَّمَ عَلَى النَّبِىِّ
-صلى الله عليه وسلم- ثُمَّ قَالَ : يَا رَسُولَ اللَّهِ أَىُّ الْمُؤْمِنِينَ
أَفْضَلُ قَالَ : « أَحْسَنُهُمْ خُلُقًا ». قَالَ فَأَىُّ الْمُؤْمِنِينَ
أَكْيَسُ قَالَ : « أَكْثَرُهُمْ لِلْمَوْتِ ذِكْرًا وَأَحْسَنُهُمْ لِمَا
بَعْدَهُ اسْتِعْدَادًا أُولَئِكَ الأَكْيَاسُ ».
Dari Ibnu ‘Umar, ia berkata, “Aku pernah bersama Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam, lalu seorang Anshor mendatangi beliau, ia
memberi salam dan bertanya, “Wahai Rasulullah, mukmin manakah yang paling
baik?” Beliau bersabda, “Yang paling baik akhlaknya.” “Lalu mukmin manakah yang
paling cerdas?”, ia kembali bertanya. Beliau bersabda, “Yang paling banyak
mengingat kematian dan yang paling baik dalam mempersiapkan diri untuk alam
berikutnya, itulah mereka yang paling cerdas.” (HR. Ibnu Majah no.
4259. Hasan kata Syaikh Al Albani).
Kita juga dapat mengambil pelajaran dari ayat,
الَّذِي خَلَقَ الْمَوْتَ وَالْحَيَاةَ لِيَبْلُوَكُمْ أَيُّكُمْ
أَحْسَنُ عَمَلًا وَهُوَ الْعَزِيزُ الْغَفُورُ
“Yang menjadikan mati dan hidup, supaya Dia menguji kamu, siapa di
antara kamu yang lebih baik amalnya. Dan Dia Maha Perkasa lagi Maha Pengampun.”
(QS. Al Mulk: 2). Dalam Tafsir Al Qurthubi disebutkan
bahwa As Sudi berkata mengenai ayat ini, yang dimaksud orang yang paling baik amalnya adalah yang paling
banyak mengingat kematian dan yang yang paling baik persiapannya menjelang
kematian. Ia pun amat khawatir menghadapinya.
Faedah Mengingat Mati
1- Mengingat kematian adalah termasuk ibadah tersendiri, dengan
mengingatnya saja seseorang telah mendapatkan ganjaran karena inilah yang
diperintahkan oleh suri tauladan kita, Muhammad shallallahu
‘alaihi wa sallam.
2- Mengingat kematian membantu kita dalam khusyu’ dalam shalat.
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
اذكرِ الموتَ فى صلاتِك فإنَّ الرجلَ إذا ذكر الموتَ فى صلاتِهِ
فَحَرِىٌّ أن يحسنَ صلاتَه وصلِّ صلاةَ رجلٍ لا يظن أنه يصلى صلاةً غيرَها وإياك
وكلَّ أمرٍ يعتذرُ منه
“Ingatlah kematian dalam shalatmu karena jika seseorang mengingat
mati dalam shalatnya, maka ia akan memperbagus shalatnya. Shalatlah seperti
shalat orang yang tidak menyangka bahwa ia masih punya kesempatan melakukan
shalat yang lainnya. Hati-hatilah dengan perkara yang kelak malah engkau
meminta udzur (meralatnya) (karena tidak bisa memenuhinya).” (HR. Ad
Dailami dalam musnad Al Firdaus. Hadits ini hasan sebagaimana kata Syaikh Al
Albani)
3- Mengingat kematian menjadikan seseorang
semakin mempersiapkan diri untuk berjumpa dengan Allah. Karena barangsiapa
mengetahui bahwa ia akan menjadi mayit kelak, ia pasti akan berjumpa dengan
Allah. Jika tahu bahwa ia akan berjumpa Allah kelak padahal ia akan ditanya
tentang amalnya didunia, maka ia pasti akan mempersiapkan jawaban.
4- Mengingat kematian akan membuat seseorang memperbaiki hidupnya.
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
أكثروا ذكر هَاذِمِ اللَّذَّاتِ فإنه ما ذكره أحد فى ضيق من العيش
إلا وسعه عليه ولا فى سعة إلا ضيقه عليه
“Perbanyaklah banyak mengingat pemutus kelezatan (yaitu kematian)
karena jika seseorang mengingatnya saat kehidupannya sempit, maka ia akan
merasa lapang dan jika seseorang mengingatnya saat kehiupannya lapang, maka ia
tidak akan tertipu dengan dunia (sehingga lalai akan akhirat).” (HR.
Ibnu Hibban dan Al Baihaqi, dinyatakan hasan oleh Syaikh Al Albani).
5- Mengingat kematian membuat kita tidak
berlaku zholim. Allah Ta’ala berfirman,
أَلَا يَظُنُّ أُولَئِكَ أَنَّهُمْ مَبْعُوثُونَ
“Tidaklah orang-orang itu menyangka, bahwa sesungguhnya mereka akan
dibangkitkan.” (QS. Al Muthoffifin: 4). Ayat ini dimaksudkan untuk
orang-orang yang berlaku zholim dengan berbuat curang ketika menakar.
Seandainya mereka tahu bahwa besok ada hari berbangkit dan akan dihisab satu
per satu, tentu mereka tidak akan berbuat zholim seperti itu.
Nasehat Imam Ad Daqoq
Imam Qurthubi menyebutkan dalam At Tadzkiroh mengenai
perkataan Ad Daqoq mengenai keutamaan seseorang yang banyak mengingat mati:
1- menyegerakan taubat
2- hati yang qona’ah (selalu merasa cukup)
3- semangat dalam ibadah
Sedangkan kebalikannya adalah orang yang melupakan kematian, maka
ia terkena hukuman:
1- menunda-nunda taubat
2- tidak mau ridho dan merasa cukup terhadap apa yang Allah beri
3- bermalas-malasan dalam ibadah.
Semoga Allah menghindarkan kita dari penyakit cinta dunia dan
takut mati.
Referensi:
Ahkamul Janaiz Fiqhu Tajhizul Mayyit,
Kholid Hannuw, terbitan Dar Al ‘Alamiyah, cetakan pertama, 1432 H, hal. 9-13
—
@ Danau Singkarak, Depok Timur, 22 Rajab 1434 H
0 komentar:
Posting Komentar