Assalamu’alaikum
ustadz,
Sebaiknya uang dari bunga bank, uang sisa perjalanan dinas, dan sejenisnya disumbangkan kemana (dimanfatkannya kemana). Mohon dari ustadz info lembaga (beserta no rek) yang berhak menerimanya.
Terima kasih sebelumnya atas jawabannya.
Sebaiknya uang dari bunga bank, uang sisa perjalanan dinas, dan sejenisnya disumbangkan kemana (dimanfatkannya kemana). Mohon dari ustadz info lembaga (beserta no rek) yang berhak menerimanya.
Terima kasih sebelumnya atas jawabannya.
Dari:
Win
Jawaban:
Jawaban:
Cara Halal
Memanfaatkan Bunga Bank
Pembahasan
tentang hukum riba di bank tidak dijumpai dalam buku fikih klasik. Karena
ketika buku itu ditulis, bank-bank konvensional seperti sekarang belum ada.
Untuk memahami berbagai masalah seputar bank, kita perlu merujuk kepada
penjelasan ulama kontemporer, yang sempat menjumpai praktik perbankkan.
Pertama,
Hukum mengambil bunga bank
Ulama sepakat bahwa bunga bank sejatinya adalah riba. Hanya saja mereka berbeda pendapat tentang hukum mengambil bunga tabungan di bank, untuk kemudian disalurkan ke berbagai kegiatan sosial kemasyarakatan.
Ulama sepakat bahwa bunga bank sejatinya adalah riba. Hanya saja mereka berbeda pendapat tentang hukum mengambil bunga tabungan di bank, untuk kemudian disalurkan ke berbagai kegiatan sosial kemasyarakatan.
Pendapat
pertama, bunga bank wajib ditinggal dan sama sekali tidak boleh diambil. Di
antara ulama yang menguatkan pendapat ini adalah Syaikh Muhammad bin Shaleh
Al-Utsaimin. Sebagaimana keterangan dalam banyak risalah beliau.
Pendapat kedua,
dibolehkan mengambil bunga bank, untuk disalurkan ke kegiatan sosial
kemasyarakatan. Di antara ulama yang berpendapat demikian adalah Syaikh Ibnu
Jibrin, ketika ditanya tentang hukum menyalurkan bunga bank untuk para mujahid.
Setelah menjelaskan larangan menabung di bank kecuali darurat, beliau
menegaskan,
“….dia
boleh mengambil keuntungan yang diberikan oleh bank, semacam bunga, namun
jangan dimasukkan dan disimpan sebagai hartanya. Akan tetapi dia salurkan untuk
kegiatan sosial, seperti diberikan kepada fakir miskin, mujahid, dan
semacamnya. Tindakan ini lebih baik dari pada meninggalkannya di bank, yang
nantinya akan dimanfaatkan untuk membangun gereja, menyokong misi kekafiran,
dan menghalangi dakwah Islam…” (Fatawa
Islamiyah, 2:884)
Bahkan
Syaikh Muhammad Ali Farkus dalam keterangannya menjelaskan, “Bunga yang
diberikan bank, statusnya haram. Boleh disalurkan untuk kemaslahatan umum kaum
muslimin dengan niat sedekah atas nama orang yang dizalimi (baca: nasabah).
Demikian juga boleh disalurkan untuk semua kegiatan yang bermanfaat bagi kaum
muslimin, termasuk diberikan kepada fakir miskin.
Karena
semua harta haram, jika tidak diketahui siapa pemiliknya atau keluarga pemiliknya
maka hukum harta ini menjadi milik umum, dimana setiap orang berhak
mendapatkannya, sehingga digunakan untuk kepentingan umum. Allahu a’lam.
Kedua,
menginfakkan bunga bank untuk masjid
Dengan mengambil pendapat ulama yang membolehkan mengambil riba di bank, pertanyaan selanjutnya, bolehkan menyalurkan riba tersebut untuk kegiatan sosial keagamaan, seperti membangun masjid, pesantren atau kegiatan dakwah lainnya?
Dengan mengambil pendapat ulama yang membolehkan mengambil riba di bank, pertanyaan selanjutnya, bolehkan menyalurkan riba tersebut untuk kegiatan sosial keagamaan, seperti membangun masjid, pesantren atau kegiatan dakwah lainnya?
Pendapat
pertama, tidak boleh menggunakan uang riba untuk kegiatan keagamaan. Uang riba
hanya boleh disalurkan untuk fasilitas umum atau diberikan kepada fakir miskin.
Pedapat ini dipilih oleh Lajnah Daimah (Komite tetap untuk fatwa dan
penelitian) Arab Saudi. Sebagaimana dinyatakan dalam fatwa no. 16576.
Pendapat
ini juga difatwakan Penasihat Syariah Baitut Tamwil (Lembaga Keuangan)
Kuwait. Dalam fatwanya no. 42. Mereka beralasan mendirikan masjid harus
bersumber dari harta yang suci. Sementara harta riba statusnya haram.
Pendapat kedua,
boleh menggunakan bunga bank untuk membangun masjid. Karena bunga bank bisa
dimanfaatkan oleh semua masyarakat. Jika boleh digunakan untuk kepentingan
umum, tentu saja untuk kepentingan keagamaan tidak jadi masalah. Di antara ulama
yang menguatkan pendapat ini adalah Syaikh Abdullah bin Jibrin. Sebagaimana
dikutip dalam Fatawa Islamiyah, 2:885.
Ketiga,
Menggunakan riba untuk membayar pajak
Setelah menjelaskan haramnya membungakan uang di bank, Syaikh Muhamad Ali Farkus menyatakan,
“Jika uang yang disimpan menghasilkan tambahan bunga (riba), maka pemiliknya wajib bertaubat dari kezalimannya, karena memakan uang orang lain dengan cara yang tidak benar. Bukti taubatnya adalah dengan membersihkan diri dari harta haram yang bukan miliknya dan tidak pula milik bank. Akan tetapi uang haram ini menjadi harta umum, yang harus dikembalikan untuk kepentingan umum kaum muslimin atau diberikan kepada fakir miskin. Mengingat ada halangan dalam hal ini, berupa tidak diketahuinya orang yang dizalimi dalam transaksi riba ini, karena hartanya diambil untuk bunga. Karena uang riba yang ditambahkan adalah uang umum yang dimiliki seluruh kaum muslimin. Sementara seseorang tidak boleh membayar pajak yang menjadi tanggungannya dengan harta milik orang lain tanpa minta izin…”
Setelah menjelaskan haramnya membungakan uang di bank, Syaikh Muhamad Ali Farkus menyatakan,
“Jika uang yang disimpan menghasilkan tambahan bunga (riba), maka pemiliknya wajib bertaubat dari kezalimannya, karena memakan uang orang lain dengan cara yang tidak benar. Bukti taubatnya adalah dengan membersihkan diri dari harta haram yang bukan miliknya dan tidak pula milik bank. Akan tetapi uang haram ini menjadi harta umum, yang harus dikembalikan untuk kepentingan umum kaum muslimin atau diberikan kepada fakir miskin. Mengingat ada halangan dalam hal ini, berupa tidak diketahuinya orang yang dizalimi dalam transaksi riba ini, karena hartanya diambil untuk bunga. Karena uang riba yang ditambahkan adalah uang umum yang dimiliki seluruh kaum muslimin. Sementara seseorang tidak boleh membayar pajak yang menjadi tanggungannya dengan harta milik orang lain tanpa minta izin…”
Demikian
pula yang difatwakan dalam Fatawa Syabakah Islamiyah di bawah bimbingan Syaikh Dr. Abdullah
Al-Faqih. Dalam fatwanya no. 23036 dinyatakan:
Membayar pajak dengan bunga bank, hukumnya tidak boleh, karena pembayaran pajak akan memberikan perlindungan bagi harta pemiliknya, sehingga dia telah memanfaatkan riba yang haram ini.
Membayar pajak dengan bunga bank, hukumnya tidak boleh, karena pembayaran pajak akan memberikan perlindungan bagi harta pemiliknya, sehingga dia telah memanfaatkan riba yang haram ini.
Perhatian!!
Bunga bank yang ada di rekening nasabah, sama sekali bukan hartanya. Karena itu, dia tidak boleh menggunakan uang tersebut, yang manfaatnya kembali kepada dirinya, apapun bentuknya. Bahkan walaupun berupa pujian. Oleh sebab itu, ketika Anda hendak menyalurkan harta riba, pastikan bahwa Anda tidak akan mendapatkan pujian dari tindakan itu. Mungkin bisa Anda serahkan secara diam-diam, atau Anda jelaskan bahwa itu bukan uang Anda, atau itu uang riba, sehingga penerima yakin bahwa itu bukan amal baik Anda.
Bunga bank yang ada di rekening nasabah, sama sekali bukan hartanya. Karena itu, dia tidak boleh menggunakan uang tersebut, yang manfaatnya kembali kepada dirinya, apapun bentuknya. Bahkan walaupun berupa pujian. Oleh sebab itu, ketika Anda hendak menyalurkan harta riba, pastikan bahwa Anda tidak akan mendapatkan pujian dari tindakan itu. Mungkin bisa Anda serahkan secara diam-diam, atau Anda jelaskan bahwa itu bukan uang Anda, atau itu uang riba, sehingga penerima yakin bahwa itu bukan amal baik Anda.
Pesan Redaksi Pengusaha Muslim
Penjelasan di atas adalah sinopsis artikel dengan tema: Cara Halal Memanfaatkan Bunga Bank, yang diterbitkan di majalah Pengusaha Muslim edisi 25.
Penjelasan di atas adalah sinopsis artikel dengan tema: Cara Halal Memanfaatkan Bunga Bank, yang diterbitkan di majalah Pengusaha Muslim edisi 25.
Bagi
Anda yang memiliki kepedulian terhadap kondisi perbankan syariah di negara
kita, kami mengajak untuk bersama-sama memahami kondisi riil perbankan syariah.
Untuk
mengetahui studi kritis tentang penbankan syariah lebih mendalam, Anda bisa
membaca majalah pengusaha muslim edisi 24 dan 25 yang secara khusus mengupas
studi kritis perbankan syariah.
BERLANGGANAN MAJALAH PENGUSAHA MUSLIM
Bagi anda yang memiliki kepedulian terdapat kondisi
perbankan syariah di negara kita, kami mengajak untuk bersama-sama memahami
kondisi riil perbankan syariah.
Untuk mengetahui studi kritis tentang penbankan
syariah lebih mendalam, anda bisa membaca majalah pengusaha muslim edisi 24 dan
25, yang secara khusus mengupas studi kritis perbankan syariah.
Berikut rincian tema artike yang dikupas di Majalah
Pengusaha Muslim pada dua edisi tersebut:
Edisi Khusus FEBRUARI
Tema edisi Februari : mengkritisi bank syariah
(jilid satu), dengan menghadirkan pembahasan:
a. Transaksi halal di bank
b. Studi kritis wadiah bank syariah (kamuflase
istilah)
c. Hakekat KPR syariah (hukum & solusi)
d. Gadai emas (antara fatwa DSN MUI & praktek
bank syariah)
e. Serba-serbi zakat tabungan
f. Haruskah umat islam membuat bank? (antara UU
perbankan & prakteknya)
g. Kriteria bank syariah menurut ulama kontemporer
h. Lima orang terlaknat karena riba
i. Testimoni mantan praktisi dan nasabah bank
syariah
Plus beberapa artikel umum tentang SEO google &
bisnis online. Semuanya disajikan dalam 96 halaman.
Hubungi:
Demikian, semoga bermanfaat. Ya Allah mudahkanlah
langkah kami untuk membangun ekonomi umat yang berbasis syariah.
versi e-book
Anda
juga bisa mendapatkan majalah Pengusaha Muslim versi e-book. Etalase e-book
majalah Pengusaha Muslim ada di: http://shop.pengusahamuslim.com/
0 komentar:
Posting Komentar