Di zaman kontemporer ini, banyak orang meremehkan shalat dan
melihatnya sebagai beban yang berat bagi mereka. Bila kita mengingatkan mereka,
sebagian mereka mencari-cari alasan pribadi bahwa sekarang ini sedang sibuk
dengan urusan-urusan penting. Sebagian mereka ada yang beralasan pakaiannya
tidak suci, sehingga tidak sah digunakan untuk shalat. Atau bahkan dengan
beribu-ribu alasan untuk menunda-nunda shalat. Na’udzubillah
Sementara di sana, ada lagi segolongan orang berperilaku buruk
dengan terang-terangan melakukan maksiat, menukar nikmat Allah Ta’ala dengan kekafiran, melecekan shalat dan
menghina orang-orang yang mengerjakannya, kemudian mengaku-aku dirinya seorang
muslim. Bila semata Allah Subhanahu wa Ta’ala yang
disebut, kenapa hati mereka begitu jijik? Dan bila di ajak kembali kepada
Allah Subhanahu wa Ta’ala, kenapa mereka mengatakan, “Kami
mendengar tapi kami menentang!”
Sebagaimana firman Allah Ta’ala,
“Maka mengapa mereka berpalig dari peringatan (Allah Subhanahu wa
Ta’ala), seakan-akan mereka itu keledai liar yang lari terkejut. Lari dari
seekor singa.” (QS. Al-Muddatstsir: 49)
Kemarilah, wahai saudaraku, mari kita kritisi sikap-sikap mereka
itu dan kita cari tahu faktor-faktor yang mendorong mereka meninggalkan shalat.
1. Apakah shalat itu denda yang harus dibayar seseorang seperti
halnya membayar pajak secara zalim?
2. Apakah shalat hanya sekedar membuang-buang waktu, sedang seseorang
tidak memiliki sisa waktu dari aktivitasnya hanya sekedar untuk buang percuma?
3. Apakah ssalat itu prinsip paksaan, yang seseorang dipaksa
melakukannya seperti dipaksa menerima prinsip-prinsip politik di negara
diktator?
4. Apakah shalat itu mengekang kebebasa mutlak seseorang dan melarang
mereka menjalankan kebebasannya?
5. Apakah shalat itu perkara yang mubah (boleh), sehingga siapa saja
yang mau boleh melakukannya namun tidak diberi pahala, dan siapa yang mau boleh
pula meninggalkannya namun juga tidak mendapatkan dosa?
6. Apakah shalat merupakan suatu kebutuhan bagi kita, sehingga kita
harus melaksanakannya?
7. Apakah Allah Subhanahu wa Ta’ala membutuhkan shalat kita?
8. Apa manfaat yang akan diraih seseorang dari shalat? Apa pula
kerugian yang dia tanggung jika meninggalkannya? Apakah…? Kenapa…?
Sekian banyak pertanyaan yang terlintas di dalam pikiran manusia,
didiktekan oleh hawa nafsu, setan dan syahwatnya. Jika ia tidak mampu untuk
menjawabnya, maka hawa nafsunya mengemukakan dan menegakkan argumen kepadanya
sehingga ia merasa tenag, namun (sebenarnya ia) terhinakan.
Lalu hawa nafsunya melakukan perbuatan busuk berupa suatu
pemikiran sehingga membuatnya sesat, menghiasi perbuatan buruknya terlihat
baik, membenarkan pendapatnya yang rusak sehingga ia senantiasa berpegang
dengannya, membekalinya dengan perdebatan-perdebatan rumit dan membuainya
dengan angan-angan jauh sehingga ia tercampak ke dalam api neraka sedalam tujuh
puluh tahun tanpa ia sadari.
Namun, jika ia dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut
dengan baik, mementahkan syubhat-syubhat (kerancuan),
menjadikan akal dan logika sebagai pemutus, maka ia telah menegakkan hujjah (berargumen) terhadapnya sehingga
membuatnya diam membisu dan bersembunyi.
Kini, mari kita tuntaskan pertanyaan-pertanyaan di atas satu
persatu, kemudian menjawabnya dengan jawaban yang tidak menyisakan keraguan
bagi orang yang ragu. Maka, siapa saja yang berpaling setelah itu, maka mereka
adalah orang-orang yang berbuat zalim.
“Mengapa Kita Shalat?” (http://cdn.konsultasisyariah.com/wp-content/plugins/download-monitor/download.php?id=9)
Artikel www.PengusahaMuslim.com
0 komentar:
Posting Komentar