Ada satu pertanyaan yg selalu
mengganjal di hatiku, mengapa orang sering mengatakan bid’ah itu sesat? Apa
sisi kesesatannya?
Mohon dijawab dengan jawaban meyakinkan ustad..!
Mohon dijawab dengan jawaban meyakinkan ustad..!
Jawab:
Bismillah was shalatu was salamu
‘ala Rasulillah, amma ba’du,
Vonis bid’ah itu sesat, bukan
pernyataan manusia biasa, namun itu prnyataan dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa
sallam. Bahkan pernyataan ini sering beliau ulang-ulang dalam pengantar ceramah
beliau.
Setelah mengucapkan hamdalah dan
memuji Allah, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam biasanya mengatakan,
أَمَّا بَعْدُ فَإِنَّ خَيْرَ الْحَدِيثِ كِتَابُ اللَّهِ وَخَيْرُ
الْهُدَى هُدَى مُحَمَّدٍ وَشَرُّ الأُمُورِ مُحْدَثَاتُهَا وَكُلُّ بِدْعَةٍ
ضَلاَلَةٌ
“Amma ba’du. Sesungguhnya
sebaik-baik perkataan adalah kitabullah dan sebaik-baik petunjuk adalah
petunjuk Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Sejelek-jelek perkara adalah
(perkara agama) yang diada-adakan, setiap (perkara agama) yang diada-adakan itu
adalah bid’ah, setiap bid’ah adalah kesesatan.” (HR. Muslim no. 867)
Sebagai penganut setia Nabi
Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam, kita tentu tidak berhak menggugat
pernyataan beliau, ‘setiap bid’ah adalah kesesatan’. Dan kami harap, pertanyaan
anda ini juga bukan dalam rangka mempermasalahkan mengapa Nabi Shallallahu
‘alaihi wa sallam memvonis bid’ah sebagai kesesatan?. Yang seharusnya kita
kedepankan adalah mengamini apa yang beliau nyatakan. Ketika beliau mengatakan
bid’ah itu sesat, seharusnya kita juga mengatakan hal yang sama.
Dan seperti itulah yang dipahami
para sahabat. Mereka menyatakan hal yang sama sebagaimana pernyataan Nabinya
Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Diantaranya, sahabat Ibnu Umar pernah
mengatakan,
كُلُّ بِدْعَةٍ ضَلالَةٌ وَإِنْ رَآهَا النَّاسُ حَسَنًا
“Semua bid’ah itu sesat, meskipun
manusia menganggapnya baik.” (as-Sunah li al-Maruzi, no. 68).
Hanya saja terkadang orang ingin
tahu, apa latar belakang sehingga bid’ah dianggap kesesatan. Di sini kita akan
mendekati dari beberapa dalil al-Quran, mengapa bid’ah itu sesat
Mengapa Bid’ah itu Sesat?
Allah memerintahkan umat manusia
dan jin untuk beribadah kepada-Nya. Konsekuensi dari adanya perintah ini, Allah
mengutus para nabi dan rasul untuk mengajarkan kepada umat manusia tentang
bagaimana cara melakukan ibadah itu. Allah memberikan jadikan penjelasan
tentang bagaimana cara beribadah sebagai wewenang para nabi dan rasul.
Layaknya ketika kita mendapatkan
tugas dari atasan. Umumnya, dia akan mengajarkan kepada kita prosedur untuk
melaksanakan tugas itu. Aturan itu menjadi wewenang atasan. Karena dia yang
paling tahu tentang cara pelaksanaan tugas itu.
Karena itu, jika kita perhatikan
ayat-ayat al-Quran, Allah banyak memuji orang beriman dalam kitab-Nya,
disebabkan karakter mereka yang selalu mengikuti rasul-Nya.
Diantaranya Allah berfirman,
Diantaranya Allah berfirman,
وَرَحْمَتِي وَسِعَتْ كُلَّ شَيْءٍ فَسَأَكْتُبُهَا لِلَّذِينَ
يَتَّقُونَ وَيُؤْتُونَ الزَّكَاةَ وَالَّذِينَ هُمْ بِآَيَاتِنَا يُؤْمِنُونَ
.الَّذِينَ يَتَّبِعُونَ الرَّسُولَ النَّبِيَّ الْأُمِّيَّ
Rahmat-Ku meliputi segala
sesuatu. Akan Aku tetapkan rahmat-Ku untuk orang-orang yang bertakwa, yang
menunaikan zakat dan orang-orang yang beriman kepada ayat-ayat
Kami, (Yaitu) orang-orang yang mengikut Rasul, Nabi yang ummi… (QS.
al-A’raf: 156)
Allah juga berfirman, menyebutkan
perintah Nabi-Nya agar umatnya mengikuti beliau,
وَأَنَّ هَذَا صِرَاطِي مُسْتَقِيمًا فَاتَّبِعُوهُ وَلَا
تَتَّبِعُوا السُّبُلَ فَتَفَرَّقَ بِكُمْ عَنْ سَبِيلِهِ
Bahwa (yang Kami perintahkan ini)
adalah jalanKu yang lurus, maka ikutilah dia, dan janganlah kamu mengikuti
jalan-jalan (yang lain), karena jalan-jalan itu mencerai beraikan kamu dari
jalanNya (QS.
al-An’am: 153)
Kemudian di ayat lain, Allah
mempersyaratkan, orang yang mencintai Allah, harus mengikuti Rasul-Nya,
قُلْ إِنْ كُنْتُمْ تُحِبُّونَ اللَّهَ فَاتَّبِعُونِي يُحْبِبْكُمُ
اللَّهُ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ
Katakanlah: “Jika kamu
(benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan
mengampuni dosa-dosamu (QS. Ali Imran: 31).
Anda tentu memahami, namanya
mengikuti berarti kita memposisikan beliau berada di depan, sementara kita di
belakangnya. Konsekuensinya, kita tidak melakukan kreasi, tidak mengarang
sendiri terkait tata cara beribadah.
Itu artinya, ketika ada orang yang membuat kreasi dalam ibadah, berarti dia mendahului Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Seharusnya ini wewenang Rasul, namun dia ambil alih, karena dia melakukan satu tata cara ibadah yang belum pernah diajarkan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Itu artinya, ketika ada orang yang membuat kreasi dalam ibadah, berarti dia mendahului Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Seharusnya ini wewenang Rasul, namun dia ambil alih, karena dia melakukan satu tata cara ibadah yang belum pernah diajarkan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Apa penilaian yang bisa anda
berikan dalam kasus ini? Bukankah ini sebuah tindakan yang sangat lancang??
Merampas wewenang Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Karena itulah, Allah menyebut
tindakan berkreasi dalam melakukan ibadah (yang diistilahkan dengan bid’ah)
sebagai tindakan menyekutukan Allah dalam masalah penetapan syariat (aturan
beribadah). dia menandingi Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam
masalah penetapan aturan ibadah.
Allah berfirman,
Allah berfirman,
أَمْ لَهُمْ شُرَكَاءُ شَرَعُوا لَهُمْ مِنَ الدِّينِ مَا لَمْ
يَأْذَنْ بِهِ اللَّهُ
Apakah mereka mempunyai
sekutu-sekutu selain Allah yang mensyariatkan untuk mereka agama yang tidak
diizinkan Allah? (QS. as-Syura: 21).
Anda garis bawahi kalimat,
‘mensyariatkan untuk mereka agama’ artinya aturan itu diyakini sebagai aturan
agama, padahal Allah tidak pernah mengizinkannya. Tidak Allah izinkan berarti
kosong dari dalil. Dan itulah bid’ah. (Simak Jami’ al-Ulum wal Hikam).
Bid’ah Sumber Perpecahan di Tengah Umat
Dan karena bid’ah menyebabkan
suara kaum muslimin berbeda-beda dalam menyikapi agama, Allah menyebut bid’ah
sebagai tindakan memecah belah umat. Jika semua umat komitmen dengan ajaran
Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa sallam,
suara mereka akan sama dan hanya satu.
Alllah berfirman,
Alllah berfirman,
إنَّ الَّذِين فَرَّقوا دِينَهُمْ وَكانُوا شِيَعاً لَسْتَ مِنْهُمْ
في شَيْىءٍ
Sesungguhnya orang-orang yang memecah
belah agama-Nya dan mereka menjadi bergolongan, tidak ada sedikitpun tanggung
jawabmu kepada mereka. (QS. al-An’am: 159)
Ibnu Athiyah mengatakan,
هذه الآية تعم أهل الأهواء والبدع
Ayat ini mencakup semua pengikut
hawa nafsu (aliran menyimpang) dan ahli bid’ah. (Tafsir
Ibn Athiyah, 2/427)
Karena itu, mengingatkan umat
manusia akan bahaya bid’ah dan mengajak mereka untuk kembali kepada sunah,
hakekatnya adalah ajakan untuk menyatukan umat. Jika bid’ah dibiarkan, dan
masing-masing berhak untuk membuat kreasi dalam beribadah, maka umat islam akan
terkeping-keping, sesuai keyakinan dan prinsip ajaran masing-masing. Sementara
upaya manusia untuk berkreasi, terus berkembang dan tidak pernah berhenti.
Sehingga dari satu sekte akan muncul sekte baru. Dan demikian seterusnya.
Betul, mereka masing-masing bisa
menahan diri untuk tidak saling mengganggu. Tapi berbeda prinsip menyebabkan
mereka tidak akan pernah sehati.
Membiarkan bid’ah, hakekatnya
membiarkan perpecahan. Sekalipun orang liberal menyebutnya sikap toleran.
Karena liberal tidak akan pernah rela, umat islam bersatu dalam satu prinsip
kebenaran.
Allahu a’lam.
Dijawab oleh Ustadz Ammi Nur
Baits (Dewan Pembina Konsultasisyariah.com)
0 komentar:
Posting Komentar