Mengapa Allah mengizinkan poligami?
Jawaban:
Sebelumnya. kami mohon maaf atas keterlambatan jawaban yang kami
berikan. Sebelum menjawabnya, perlu kita ketahui bersama sebuah kaidah dalam
agama kita bahwa ketika Allah subhanahu wa ta’ala mensyariatkan
sesuatu, maka syariat yang Allah turunkan tersebut memiliki maslahat yang murni
ataupun maslahat yang lebih besar. Sebaliknya, ketika Allah melarang sesuatu
maka larangan tersebut pasti memiliki bahaya yang murni maupun bahaya yang lebih
besar.
Allah berfirman:
إِنَّ اللّهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالإِحْسَانِ وَإِيتَاء ذِي
الْقُرْبَى وَيَنْهَى عَنِ الْفَحْشَاء وَالْمُنكَرِ وَالْبَغْيِ يَعِظُكُمْ
لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُونَ
“Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat
kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji,
kemungkaran dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat
mengambil pelajaran.” (Qs. An Nahl: 90)
Sebagai contoh Allah subhanahu wa ta’ala memerintahkan
kita untuk bertauhid yang mengandung maslahat yang murni dan tidak memiliki
mudarat sama sekali bagi seorang hamba. Demikian pula, Allah subhanahu
wa ta’ala melarang perbuatan syirik yang mengandung keburukan dan sama
sekali tidak bermanfaat bagi seorang hamba. Allah ssubhanahu wa ta’ala mensyariatkan
jihad dengan berperang, walaupun di dalamnya terdapat mudarat bagi manusia
berupa rasa susah dan payah, namun di balik syariat tersebut terdapat manfaat
yang besar ketika seorang berjihad dan berperang dengan ikhlas yaitu tegaknya
kalimat Allah dan tersebarnya agama Islam di muka bumi yang pada hakikatnya,
ini adalah kebaikan bagi seluruh hamba Allah.
Allah berfirman:
كُتِبَ عَلَيْكُمُ الْقِتَالُ وَهُوَ كُرْهٌ لَّكُمْ وَعَسَى أَن
تَكْرَهُواْ شَيْئاً وَهُوَ خَيْرٌ لَّكُمْ وَعَسَى أَن تُحِبُّواْ شَيْئاً وَهُوَ
شَرٌّ لَّكُمْ وَاللّهُ يَعْلَمُ وَأَنتُمْ لاَ تَعْلَمُونَ
“Diwajibkan atas kamu berperang, padahal berperang itu adalah
sesuatu yang kamu benci. Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik
bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk
bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui.” (Qs. Al Baqarah: 216)
Demikian pula, Allah subhanahu wa ta’ala mengharamkan judi dan
minuman keras, walaupun di dalam judi dan minuman keras tersebut terdapat
manfaat yang bisa diambil seperti mendapatkan penghasilan dari judi atau
menghangatkan badan dengan khamar/minuman keras. Namun mudarat yang ditimbulkan
oleh keduanya berupa timbulnya permusuhan di antara manusia dan jatuhnya mereka
dalam perbuatan maksiat lainnya jauh lebih besar dibandingkan manfaat yang
didapatkan.
Allah berfirman:
يَسْأَلُونَكَ عَنِ الْخَمْرِ وَالْمَيْسِرِ قُلْ فِيهِمَا إِثْمٌ
كَبِيرٌ وَمَنَافِعُ لِلنَّاسِ وَإِثْمُهُمَا أَكْبَرُ مِن نَّفْعِهِمَا
“Mereka bertanya kepadamu tentang khamar dan judi. Katakanlah:
Pada keduanya terdapat keburukan yang besar dan beberapa manfaat bagi manusia,
tetapi keburukan keduanya lebih besar dari manfaatnya.” (Qs. Al Baqarah: 219)
Setelah kita memahami kaidah tersebut, maka kita bisa menerapkan
kaidah tersebut pada syariat poligami yang telah Allah perbolehkan. Tentu di
dalamnya terdapat manfaat yang sangat besar walaupun ada beberapa mudarat yang
ditimbulkan yang jauh lebih kecil dibandingkan dengan manfaat yang diperoleh
dengan syariat tersebut. Sebagai contoh misalnya: terkadang terjadi kasus
saling cemburu di antara para istri karena beberapa permasalahan, maka hal ini
adalah mudarat yang ditimbulkan dari praktek poligami. Namun, manfaat yang
didapatkan dengan berpoligami untuk kaum muslimin berupa bertambahnya banyaknya
jumlah kaum muslimin dan terjaganya kehormatan wanita-wanita muslimah baik yang
belum menikah maupun para janda merupakan kebaikan dan maslahat yang sangat
besar bagi kaum muslimin. Oleh karena itu, jika kita melihat kebanyakan orang-orang
yang menentang syariat poligami adalah orang-orang yang lemah pembelaannya
terhadap syariat islam bahkan terkadang melecehkan syariat Islam. Pemikiran
mereka terpengaruh dengan pemikiran orang-orang kafir yang jelas-jelas tidak
menghendaki kebaikan bagi kaum muslimin.
Bolehnya melakukan poligami dalam Islam berdasarkan firman Allah
subhanahu wa ta’ala:
وَإِنْ خِفْتُمْ أَلاَّ تُقْسِطُواْ فِي الْيَتَامَى فَانكِحُواْ مَا
طَابَ لَكُم مِّنَ النِّسَاء مَثْنَى وَثُلاَثَ وَرُبَاعَ فَإِنْ خِفْتُمْ أَلاَّ تَعْدِلُواْ
فَوَاحِدَةً أَوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُكُمْ ذَلِكَ أَدْنَى أَلاَّ تَعُولُواْ
“Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap
(hak-hak) perempuan yang yatim (bilamana kamu menikahinya), maka nikahilah
wanita-wanita (lain) yang kamu senangi: dua, tiga atau empat. Kemudian jika
kamu takut tidak dapat berlaku adil, maka (nikahilah) seorang saja, atau
budak-budak yang kamu miliki. Yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak
berbuat aniaya.” (QS. An Nisaa: 3)
Bolehnya syariat poligami ini juga dikuatkan dengan perbuatan
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan perbuatan para
sahabat sesudah beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Syaikh Ahmad Muhammad Syakir berkata, “Anehnya para
penentang poligami baik pria maupun wanita, mayoritas mereka tidak mengerti
tata cara wudhu dan sholat yang benar, tapi dalam masalah poligami, mereka
merasa sebagai ulama besar!!” (Umdah Tafsir I/458-460
seperti dikutip majalah Al Furqon Edisi 6 1428 H, halaman 62). Perkataan beliau
ini, kiranya cukup menjadi bahan renungan bagi orang-orang yang menentang
poligami tersebut, hendaknya mereka lebih banyak dan lebih dalam mempelajari
ajaran agama Allah kemudian mengamalkannya sampai mereka menyadari bahwa
sesungguhnya aturan Allah akan membawa kebahagiaan di dunia dan akhirat.
Berikut kami sebutkan beberapa hikmah dan manfaat poligami yang
kami ringkas dari tulisan Ustadz Kholid Syamhudi yang berjudul “Keindahan
Poligami Dalam Islam” yang dimuat pada majalah As Sunnah Edisi
12/X/1428 H sebagai berikut:
1.
Poligami adalah syariat yang Allah pilihkan pada umat Islam untuk
kemaslahatan mereka.
2.
Seorang wanita terkadang mengalami sakit, haid dan nifas.
Sedangkan seorang lelaki selalu siap untuk menjadi penyebab bertambahnya umat
ini. Dengan adanya syariat poligami ini, tentunya manfaat ini tidak akan hilang
sia-sia. (Syaikh Muhammad Asy Syanqithi dalam Adhwaul Bayaan 3/377
dinukil dari Jami’ Ahkamin Nisaa 3/443-3445).
3.
Jumlah lelaki yang lebih sedikit dibanding wanita dan lelaki lebih
banyak menghadapi sebab kematian dalam hidupnya. Jika tidak ada syariat
poligami sehingga seorang lelaki hanya diizinkan menikahi seorang wanita maka
akan banyak wanita yang tidak mendapatkan suami sehingga dikhawatirkan
terjerumus dalam perbuatan kotor dan berpaling dari petunjuk Al Quran dan
Sunnah. (Syaikh Muhammad Asy Syanqithi dalam Adhwaul Bayaan 3/377
dinukil dari Jami’ Ahkamin Nisaa 3/443-3445).
4.
Secara umum, seluruh wanita siap menikah sedangkan lelaki banyak
yang belum siap menikah karena kefakirannya sehingga lelaki yang siap menikah
lebih sedikit dibandingkan dengan wanita. (Sahih Fiqih Sunnah 3/217).
5.
Syariat poligami dapat mengangkat derajat seorang wanita yang
ditinggal atau dicerai oleh suaminya dan ia tidak memiliki seorang pun keluarga
yang dapat menanggungnya sehingga dengan poligami, ada yang bertanggung jawab
atas kebutuhannya. Kami tambahkan, betapa banyak manfaat ini telah dirasakan
bagi pasangan yang berpoligami, Alhamdulillah.
6.
Poligami merupakan cara efektif menundukkan pandangan, memelihara
kehormatan dan memperbanyak keturunan. Kami tambahkan, betapa telah terbaliknya
pandangan banyk orang sekarang ini, banyak wanita yang lebih rela suaminya
berbuat zina dari pada berpoligami, Laa haula wa laa quwwata illa
billah.
7.
Menjaga kaum laki-laki dan wanita dari berbagai keburukan dan
penyimpangan.
8.
Memperbanyak jumlah kaum muslimin sehingga memiliki sumbar daya
manusia yang cukup untuk menghadapi musuh-musuhnya dengan berjihad. Kami
tambahkan, kaum muslimin dicekoki oleh program Keluarga Berencana atau yang
semisalnya agar jumlah mereka semakin sedikit, sementara jika kita melihat
banyak orang-orang kafir yang justru memperbanyak jumlah keturunan
mereka. Wallahul musta’an.
Demikian pula, poligami ini bukanlah sebuah syariat yang bisa
dilakukan dengan main pukul rata oleh semua orang. Ketika hendak berpoligami,
seorang muslim hendaknya mengintropeksi dirinya, apakah dia mampu melakukannya
atau tidak? Sebagian orang menolak syariat poligami dengan alasan beberapa
kasus yang terjadi di masyarakat yang ternyata gagal dalam berpoligami. Ini
adalah sebuah alasan yang keliru untuk menolak syariat poligami. Dampak buruk
yang terjadi dalam sebuah pelaksanaan syariat karena kesalahan individu yang
menjalankan syariat tersebut tidaklah bisa menjadi alasan untuk menolak syariat
tersebut. Apakah dengan adanya kesalahan orang dalam menerapkan syariat jihad
dengan memerangi orang yang tidak seharusnya dia perangi dapat menjadi alasan
untuk menolak syariat jihad? Apakah dengan terjadinya beberapa kasus di mana
seseorang yang sudah berulang kali melaksanakan ibadah haji, namun ternyata
tidak ada perubahan dalam prilaku dan kehidupan agamanya menjadi lebih baik
dapat menjadi alasan untuk menolak syariat haji? Demikian juga dengan poligami
ini. Terkadang juga banyak di antara penolak syariat poligami yang menutup mata
atau berpura-pura tidak tahu bahwa banyak praktek poligami yang dilakukan dan
berhasil. Dari mulai Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, para
sahabat, para ulama di zaman dahulu dan sekarang, bahkan banyak kaum muslimin
yang sudah menjalankannya di negara kita dan berhasil.
Sebagaimana syariat lainnya, dalam menjalankan poligami ini, ada
syarat-syarat yang harus dimiliki oleh seseorang sebelum melangkah untuk
melakukannya. Ada dua syarat bagi seseorang untuk melakukan poligami yaitu
(kami ringkas dari tulisan Ustadz Abu Ismail Muslim Al Atsari dalam majalah As
Sunnah Edisi 12/X/1428 H):
1.
Berlaku adil pada istri dalam pembagian giliran dan nafkah. Dan
tidak dipersyaratkan untuk berlaku adil dalam masalah kecintaan. Karena hal ini
adalah perkara hati yang berada di luar batas kemampuan manusia.
2.
Mampu untuk melakukan poligami yaitu: pertama, mampu untuk
memberikan nafkah sesuai dengan kemampuan, misalnya jika seorang lelaki makan
telur, maka ia juga mampu memberi makan telur pada istri-istrinya. Kedua,
kemampuan untuk memberi kebutuhan biologis pada istri-istrinya.
Adapun adab dalam berpoligami bagi orang yang melakukannya adalah
sebagai berikut (kami ringkas dari tulisan Ustadz Abu Ismail Muslim Al Atsari
dalam majalah As Sunnah Edisi 12/X/1428 H):
1.
Berpoligami tidak boleh menjadikan seorang lelaki lalai dalam
ketaatan pada Allah.
2.
Orang yang berpoligami tidak boleh beristri lebih dari empat dalam
satu waktu.
3.
Jika seorang lelaki menikahi istri ke lima dan dia mengetahui
bahwa hal tersebut tidak boleh, maka dia dirajam. Sedangkan jika dia tidak
mengetahui, maka dia terkena hukum dera.
4.
Tidak boleh memperistri dua orang wanita bersaudara (kakak beradik)
dalam satu waktu.
5.
Tidak boleh memperistri seorang wanita dengan bibinya dalam satu
waktu.
6.
Walimah dan mahar boleh berbeda dia antara para istri.
7.
Jika seorang pria menikah dengan gadis, maka dia tinggal
bersamanya selama tujuh hari. Jika yang dinikahi janda, maka dia tinggal
bersamanya selama 3 hari. Setelah itu melakukan giliran yang sama terhadap
istri lainnya.
8.
Wanita yang dipinang oleh seorang pria yang beristri tidak boleh
mensyaratkan lelaki itu untuk menceraikan istri sebelumnya (madunya).
9.
Suami wajib berlaku adil dalam memberi waktu giliran bagi
istri-istrinya.
10.
Suami tidak boleh berjima’ dengan istri yang bukan gilirannya
kecuali atas seizin dan ridha istri yang sedang mendapatkan giliran.
Demikian jawaban ringkas yang bisa kami sampaikan, semoaga bermanfaat. Wallahu
a’lam.
0 komentar:
Posting Komentar