Pertanyaan:
Assalamu’alaikum.
Assalamu’alaikum.
Ustadz perkataan “andaikata” apa yang dilarang?
Dari: Prastya
Jawaban:
Wa’alaikumussalam
Jawaban:
Wa’alaikumussalam
Ucapan ‘andai‘ atau sikap berandai-andai memiliki
beberapa bentuk penggunaan. dan masing-masing penggunaan memiliki hukum yang berbeda-beda.
Berikut rinciannya:
Pertama, Pengandaian karena memprotes syariat. Dalam hal ini ulama
sepakat hukumnya haram.
Misal: seseorang mengatakan; andai rokok itu halal, tentu aku
bisa dapat untung besar. Dia ucapkan semacam ini karena kesedihannya ketika
harus kehilangan pekerjaan di pabrik rokok atau tembakaunya dibuang.
Pengandaian dalam bentuk protes terhadap syariat semacam ini
merupakan karakter orang munafik yang keberatan dengan aturan Allah. Allah
ceritakan tentang mereka:
الَّذِينَ قَالُوا لِإِخْوَانِهِمْ وَقَعَدُوا لَوْ أَطَاعُونَا
مَا قُتِلُوا قُلْ فَادْرَءُوا عَنْ أَنْفُسِكُمُ الْمَوْتَ إِنْ كُنْتُمْ
صَادِقِينَ
“(orang munafik) merekalah yang mengatakan kepada
saudara-saudaranya dan mereka tidak turut pergi berperang: “ANDAIKAN mereka mengikuti
kita, tentulah mereka tidak terbunuh”. Katakanlah: “Tolaklah kematian itu dari
dirimu, jika kamu orang-orang yang benar.” (QS. Ali Imran: 168).
Mereka berandai-andai untuk memprotes keputusan Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam dan para sahabat yang melakukan Perang Uhud, karena
ketika itu mereka mengalami kekalahan.
Kedua, pengandaian untuk memprotes takdir.
Ulama sepakat hukumnya haram.
Misalnya, seseorang sangat sedih karena kehilangan kesempatan
menguntungkan. Kemudian dia berandai-andai: “Andai tadi saya di rumah, pasti
saya dapat jatah juga.”
Pengandaian semacam ini juga dilakukan orang-orang munafik,
karena tidak tahan dengan ujian berat yang menimpa mereka.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman
menceritakan keadaan mereka:
يَقُولُونَ هَلْ لَنَا مِنَ الْأَمْرِ مِنْ شَيْءٍ قُلْ إِنَّ
الْأَمْرَ كُلَّهُ لِلَّهِ يُخْفُونَ فِي أَنْفُسِهِمْ مَا لَا يُبْدُونَ لَكَ
يَقُولُونَ لَوْ كَانَ لَنَا مِنَ الْأَمْرِ شَيْءٌ مَا قُتِلْنَا هَاهُنَا قُلْ
لَوْ كُنْتُمْ فِي بُيُوتِكُمْ لَبَرَزَ الَّذِينَ كُتِبَ عَلَيْهِمُ الْقَتْلُ
إِلَى مَضَاجِعِهِمْ وَلِيَبْتَلِيَ اللَّهُ مَا فِي صُدُورِكُمْ وَلِيُمَحِّصَ
مَا فِي قُلُوبِكُمْ وَاللَّهُ عَلِيمٌ بِذَاتِ الصُّدُورِ
“Mereka (orang-orang munafik) berkata: ‘Apakah ada bagi kita
barang sesuatu (hak campur tangan) dalam urusan ini?’. Katakanlah:
“Sesungguhnya urusan itu seluruhnya di tangan Allah”. Mereka menyembunyikan
dalam hati mereka apa yang tidak mereka terangkan kepadamu; mereka berkata:
“Sekiranya ada bagi kita barang sesuatu (hak campur tangan) dalam urusan ini,
niscaya kita tidak akan dibunuh (dikalahkan) di sini”. Katakanlah: “Sekiranya
kamu berada di rumahmu, niscaya orang-orang yang telah ditakdirkan akan mati
terbunuh itu keluar (juga) ke tempat mereka terbunuh”. Dan Allah (berbuat
demikian) untuk menguji apa yang ada dalam dadamu dan untuk membersihkan apa
yang ada dalam hatimu. Allah Maha Mengetahui isi hati.” (QS. Ali Imran:
154).
Ketiga, pengandaian karena penyesalan akibat musibah yang
menimpanya. Hukumnya haram.
Misal, seseorang mengalami kecelakaan, kemudian dia berandai:
“Andai saya tadi gak berangkat, kan gak kecelakaan”
احرص على ما ينفعك، واستعن بالله ولا تعجز، وإن أصابك شيء، فلا تقل
لو أني فعلت كان كذا وكذا، ولكن قل قدر الله وما شاء فعل، فإن لو تفتح عمل الشيطان
“Semangatlah dalam menggapai apa yang manfaat bagimu dan
mintalah pertolongan kepada Allah dan jangan bersikap lemah. Jangan pula
mengatakan: ‘Andaikan aku berbuat demikian tentu tidak akan terjadi demikian’
namun katakanlah: ‘Ini takdir Allah, dan apapun yang Allah kehendaki pasti
Allah wujudkan’ karena berandai-andai membuka tipuan setan.” (HR. Muslim
2664)
Keempat, pengandaian karena keinginan untuk mendapatkan sesuatu. Bukan
karena penyesalan atau protes terhadap takdir.
Hukum dari pengandaian ini tergantung dari apa yang
diangan-angankan. Jika yang diangankan kebaikan, maka nilainya pahala dan
sebaliknya, jika yang diangankan kemaksiatan maka nilainya dosa.
Disebutkan dalam Hadis dari Abu Kabsyah Al-Anmari, bahwa
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِنِّي أُحَدِّثُكُمْ حَدِيثًا فَاحْفَظُوهُ إِنَّمَا هِيَ أَهْلُ
الدُّنْيَا أَرْبَعَةُ نَفَرٍ: عَبْدٌ رَزَقَهُ اللهُ فِيهَا مَالًا وَعِلْمًا
فَهُوَ يَتَّقِي فِيهِ رَبَّهُ وَيَصِلُ فِيهِ رَحِمَهُ وَيَعْمَلُ لِلَّهِ فِيهِ
بِحَقِّهِ فَهَذَا بِأَفْضَلِ الْمَنَازِلِ، وَعَبْدٌ رَزَقَهُ اللهُ عِلْمًا وَلَمْ
يَرْزُقْهُ مَالًا فَهُوَ صَادِقُ النِّيَّةِ، يَقُولُ: لَوْ أَنَّ لِي مَالًا
عَمِلْتُ بِعَمَلِ فُلَانٍ فَأَجْرُهُمَا سَوَاءٌ، وَعَبْدٌ رَزَقَهُ اللهُ مَالًا
وَلَمْ يَرْزُقْهُ عِلْمًا فَهُوَ يَتَخَبَّطُ فِي مَالِهِ بِغَيْرِ عِلْمٍ لَا
يَتَّقِي فِيهِ رَبَّهُ وَلَا يَصِلُ فِيهِ رَحِمَهُ وَلَا يَعْمَلُ لِلَّهِ فِيهِ
حَقًّا فَهَذَا بِأَخْبَثِ الْمَنَازِلِ، وَعَبْدٌ لَمْ يَرْزُقْهُ اللهُ مَالًا
وَلَا عِلْمًا فَهُوَ يَقُولُ: لَوْ أَنَّ لِي مَالًا عَمِلْتُ بِعَمَلِ فُلَانٍ
فَهِيَ نِيَّتِهُ وَوِزْرُهُمَا سَوَاءٌ
Aku sampaikan kepadamu sebuah hadis, mohon dijaga: sesungguhnya
penduduk dunia ada 4 macam:
Pertama, hamba yang Allah berikan rezeki berupa harta dan ilmu.
Kemudian dia gunakan rezekinya untuk bertaqwa kepada Allah, menyambung
silaturahim, menunaikan hak harta untuk Allah. Inilah jenis manusia yang paling
mulia.
Kedua, hamba yang Allah berikan ilmu namun tidak Allah beri
harta. Kemudian dia jujur dalam niatnya, dan berangan-angan: ‘Andai aku
memiliki harta, maka aku akan beramal seperti yang dilakukan si A (sedekah,
zakat, dst)’ Dua orang ini pahalanya sama.
Ketiga, hamba yang Allah berikan harta namun tidak Allah beri
ilmu. Kemudian dia habiskan hartanya tanpa ilmu, tidak digunakan untuk bertaqwa
kepada Allah, tidak menyambung silaturahim, dan tidak menunaikan haknya untuk
Allah. Inilah jenis manusia yang paling jelek.
Hamba yang tidak Allah berikan harta dan ilmu, namun dia
berangan-angan, ‘Andaikan saya memiliki harta, akan saya lakukan seperti yang
dilakukan si A’. Dua orang ini dosanya sama. (HR.
Thabrani, 110)
Kelima, pengandaian untuk hanya sebatas informasi, bukan karena
penyesalan atau protes terhadap takdir. hukumnya dibolehkan.
Misal, seseorang mengatakan: “Andai kemarin Anda hadir,
Anda akan mendapatkan ceramah yang bermanfaat.”
Disarikan dari Al-Qoul Al-Mufid, 2: 261 – 262)
Dijawab oleh Ustadz Ammi Nur Baits (Dewan Pembina Konsultasi Syariah)
0 komentar:
Posting Komentar