Sabtu, 26 Mei 2018

Siapa yang Lulus Ujian?
Walaupun demikian, namun masih ada orang-orang yang lulus menghadapi ujian tersebut sebagaimana firman-Nya (yang artinya):
Dan jika Kami rasakan kepada manusia suatu rahmat (nikmat) dari Kami, kemudian rahmat itu Kami cabut daripadanya, pastilah dia menjadi putus asa lagi tidak berterima kasih. Dan jika Kami rasakan kepadanya kebahagiaan sesudah bencana yang menimpanya, niscaya dia akan berkata, ‘Telah hilang bencana-bencana itu daripadaku’, sesungguhnya dia sangat gembira lagi bangga. Kecuali orang-orang yang sabar (terhadap bencana), dan mengerjakan amal-amal shalih; mereka itu beroleh ampunan dan pahala yang besar.” (Qs. Hud: 9-11).
Imam Ibnu Katsir berkata, “Allah Ta’ala memberitakan tentang manusia dan sifat-sifat tercela yang ada padanya, kecuali orang-orang yang dirahmati oleh Allah, yaitu hamba-hamba-Nya yang beriman. Bahwa manusia itu jika ditimpa oleh kesusahan setelah kenikmatan, dia berputus asa dari kebaikan terhadap masa depan, dan dia mengingkari (kebaikan) yang telah lewat, seolah-olah dia tidak pernah melihat kebaikan, dan setelah itu dia tidak berharap kelonggaran. Demikian juga jika manusia itu mengalami kenikmatan setelah kesusahan, “dia akan berkata, ‘Telah hilang bencana-bencana itu daripadaku.’”, yaitu setelah ini, kesusahan dan keburukan tidak akan menimpaku lagi.
Firman-Nya “Sesungguhnya dia sangat gembira lagi bangga“, yaitu dia bergembira dan bersombong dengan apa yang ada di tangannya, berbangga terhadap orang lain. Firman-Nya, “Kecuali orang-orang yang sabar“, yaitu menghadapi kesusahan-kesusahan dan perkara-perkara yang tidak disukai; firman-Nya “Dan mengerjakan amal-amal shalih“, yaitu pada waktu longgar dan sehat; firman-Nya “Mereka itu beroleh ampunan“, yaitu dengan sebab kesusahan yang mereka alami; firman-Nya, “Dan pahala yang besar“, dengan sebab amalan mereka pada waktu longgar.” (Tafsir Ibnu Katsir, surat Hud: 9-11).

Sikap Manusia Menghadapi Ujian Kesenangan
Namun sebaliknya, jika manusia itu mendapatkan berbagai macam kesenangan dan kenikmatan, maka kebanyakan mereka melupakan kepada Penciptanya. Mereka menganggap bahwa mereka berhak mendapatkan kenikmatan itu, mereka menganggap itu semua karena usahanya dan kepandaiannya. Kemudian kebanyakan mereka berbuat melewati batas!
Dan sesungguhnya kebanggaan dan kesombongan itu tidak menyelamatkan mereka dari siksa Allah sedikitpun. Allah berfirman (yang artinya):
Maka apabila manusia ditimpa bahaya ia menyeru Kami, kemudian apabila Kami berikan kepadanya nikmat dari Kami ia berkata, ‘Sesungguhnya, aku diberi nikmat itu hanyalah karena kepintaranku.’ Sebenarnya itu adalah ujian, tetapi kebanyakan mereka itu tidak mengetahui. Sungguh orang-orang yang sebelum mereka (juga) telah mengatakan itu pula, Maka, tiadalah berguna bagi mereka apa yang dahulu mereka usahakan.” (Qs. az-Zumar: 49-50).
Allah juga berfirman (yang artinya),
Dan jika Kami merasakan kepada manusia sesuatu rahmat dari Kami sesudah dia ditimpa kesusahan, pastilah dia berkata, ‘Ini adalah hakku, dan aku tidak yakin bahwa hari kiamat itu akan datang. Dan jika aku dikembalikan kepada Tuhanku, maka sesungguhnya aku akan memperoleh kebaikan pada sisi-Nya’ Maka, Kami benar-benar akan memberitakan kepada orang-orang kafir apa yang telah mereka kerjakan dan akan Kami rasakan kepada mereka adzab yang keras.” (Qs. Fushilat: 50).
Imam Ibnu Katsir berkata tentang ayat ini, “Yaitu jika manusia mendapatkan kebaikan dan rezeki setelah kesusahan, dia mengatakan, ‘Ini untukku, aku berhak mendapatkannya di sisi Rabb-ku.'”
Firman-Nya “dan aku tidak yakin bahwa hari kiamat itu akan datang“, yaitu dia kafir terhadap datangnya hari kiamat. Yaitu karena Allah memberikan kenikmatan, dia menjadi sombong, berbangga, dan kafir.
Firman-Nya “dan jika aku dikembalikan kepada Tuhanku, maka sesungguhnya aku akan memperoleh kebaikan pada sisi-Nya“, yaitu jika terjadi hari kiamat, maka Rabb-ku akan berbuat baik kepadaku, sebagaimana di dunia ini telah berbuat baik kepadaku. Dia berangan-angan kosong terhadap Allah ‘Azza wa Jalla, padahal dia berbuat buruk dan tidak meyakini (hari Kiamat).
Firman Allah “Maka Kami benar-benar akan memberitakan kepada orang-orang kafir apa yang telah mereka kerjakan, dan akan Kami rasakan kepada mereka azab yang keras“, yaitu Allah mengancam dengan hukuman dan siksaan terhadap orang yang perbuatannya dan keyakinannya seperti itu.” (Tafsir Ibnu Katsir, surat Fushilat, 59).

Sikap Manusia Menghadapi Ujian Kesusahan
Banyak manusia berputus asa dengan kesusahan yang mereka alami, seolah-olah kesusahan itu tidak akan hilang dari mereka. Allah juga berfirman (yang artinya),
Manusia tidak jemu memohon kebaikan, dan jika dia ditimpa malapetaka, dia menjadi putus asa lagi putus harapan.” (Qs. Fushilat: 49).

Imam Ibnu Katsir berkata, “Manusia itu tidak bosan meminta kebaikan kepada Rabb-nya, yaitu meminta harta, kesehatan badan, dan lainnya. Namun jika keburukan menimpanya, yaitu musibah atau kemiskinan, dia menjadi putus asa lagi putus harapan, yaitu terbetik pada pikirannya, bahwa setelah itu kebaikan tidak akan pernah menghampirinya”. (Tafsir Ibnu Katsir, surat Fushilat: 49).

Siapa yang Lulus Ujian?
Walaupun demikian, namun masih ada orang-orang yang lulus menghadapi ujian tersebut sebagaimana firman-Nya (yang artinya):
Dan jika Kami rasakan kepada manusia suatu rahmat (nikmat) dari Kami, kemudian rahmat itu Kami cabut daripadanya, pastilah dia menjadi putus asa lagi tidak berterima kasih. Dan jika Kami rasakan kepadanya kebahagiaan sesudah bencana yang menimpanya, niscaya dia akan berkata, ‘Telah hilang bencana-bencana itu daripadaku’, sesungguhnya dia sangat gembira lagi bangga. Kecuali orang-orang yang sabar (terhadap bencana), dan mengerjakan amal-amal shalih; mereka itu beroleh ampunan dan pahala yang besar.” (Qs. Hud: 9-11).
Imam Ibnu Katsir berkata, “Allah Ta’ala memberitakan tentang manusia dan sifat-sifat tercela yang ada padanya, kecuali orang-orang yang dirahmati oleh Allah, yaitu hamba-hamba-Nya yang beriman. Bahwa manusia itu jika ditimpa oleh kesusahan setelah kenikmatan, dia berputus asa dari kebaikan terhadap masa depan, dan dia mengingkari (kebaikan) yang telah lewat, seolah-olah dia tidak pernah melihat kebaikan, dan setelah itu dia tidak berharap kelonggaran. Demikian juga jika manusia itu mengalami kenikmatan setelah kesusahan, “dia akan berkata, ‘Telah hilang bencana-bencana itu daripadaku.’”, yaitu setelah ini, kesusahan dan keburukan tidak akan menimpaku lagi.
Firman-Nya “Sesungguhnya dia sangat gembira lagi bangga“, yaitu dia bergembira dan bersombong dengan apa yang ada di tangannya, berbangga terhadap orang lain. Firman-Nya, “Kecuali orang-orang yang sabar“, yaitu menghadapi kesusahan-kesusahan dan perkara-perkara yang tidak disukai; firman-Nya “Dan mengerjakan amal-amal shalih“, yaitu pada waktu longgar dan sehat; firman-Nya “Mereka itu beroleh ampunan“, yaitu dengan sebab kesusahan yang mereka alami; firman-Nya, “Dan pahala yang besar“, dengan sebab amalan mereka pada waktu longgar.” (Tafsir Ibnu Katsir, surat Hud: 9-11).
Maka, semoga kita termasuk orang-orang yang bersyukur terhadap nikmat, bersabar terhadap musibah, dan beramal shalih pada setiap saat sesuai dengan kemampuan kita. Amin.




Penulis: Ustadz Muslim Al-Atsari
Artikel www.PengusahaMuslim.com

0 komentar:

Follow kumpulan tanya jawab islam dan keluarga

Calendar holidays by Excel Calendar

Disclaimer

i don't own anything in this blog. all articles, images, videos belong to its owners / creator. if you think this useful feel free to share, rewrite, or copy
twitterfacebookgoogle pluslinkedinrss feedemail

Info Harga Komoditi/Pangan

Flag Counter



Data Provided By Google Analytics

Diberdayakan oleh Blogger.

Mari gabung agar kenal & tidak terjerat riba/bunga bank

Bantuan hukum bagi yang terjerat riba (bunga bank)

Pencarian tentang Islam

yufid.com

[Disebutkan keadaan manusia di hari kiamat, "Alangkah baiknya kiranya aku dulu mengerjakan (amal saleh) untuk hidupku ini". QS Al-Fajr : 24]'


Orang ini menyebut akhirat dengan HIDUPKU. Artinya, sekarang ini KEHIDUPAN KITA BELUM DIMULAI

(-_-)

Video Pilihan

Paling Banyak Dibaca

Our Facebook Page