Islam telah sempurna, demikian yang harus umat Islam yakini. Islam
juga adalah agama yang diridhoi oleh Allah Ta’ala dan
bukan agama lainnya, ini pun harus dipahami. Setiap agama mungkin mengklaim,
merekalah yang paling benar. Namun karena berdasarkan wahyu dari Allah dengan
adanya realita berbagai ragam agama, yang diterima di sisi Allah hanyalah satu
yaitu Islam.
Allah Ta’ala berfirman,
الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ
نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ الْإِسْلَامَ دِينًا
“Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah
Ku-cukupkan kepadamu ni’mat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu”
(QS. Al Ma’idah: 3).
Ketika Ibnu ‘Abbas membaca ayat di atas, beliau berkata, “Orang
Yahudi mengatakan:
لو نزلت هذه الآية علينا، لاتخذنا يومها عيدًا!
Seandainya ayat ini turun di tengah-tengah kami, niscaya kami akan
merayakan hari turunnya ayat tersebut sebagai ‘ied (hari besar atau hari
raya).” Ibnu ‘Abbas berkata bahwa ayat ini turun saat bertemunya dua hari raya
yaitu hari raya ‘ied (haji akbar) dan hari Jum’at.[1]
Beberapa pelajaran yang bisa kita petik dari ayat di atas:
Pertama: Ajaran Islam telah sempurna sehingga kita tidak butuh
pada agama dan nabi yang lain.
Saat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam wukuf
di Arafah ketika Haji Wada’, turunlah ayat di atas. Inilah ayat dari Al Qur’an
yang diturunkan terakhir. Karena beberapa waktu setelah ayat tersebut turun, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam meninggal dunia,
yaitu setelah beliau kembali ke Madinah selepas pulang dari haji. Hal ini
menunjukkan bahwa ketika Rasul shallallahu ‘alaihi wa
sallam meninggal dunia, sudah sempurnalah Islam. Demikian
penjelasan guru kami, Syaikh Dr. Sholih Al Fauzan.[2]
Seorang ahli tafsir terkemuka –Ibnu Katsir rahimahullah– berkata tentang ayat ini, “Inilah
nikmat Allah ‘azza wa jalla yang terbesar bagi umat ini di mana Allah telah
menyempurnakan agama mereka, sehingga mereka pun tidak lagi membutuhkan
agama lain selain agama ini, juga tidak membutuhkan nabi lain selain nabi
mereka Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Oleh
karena itu, Allah menjadikan Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagai
penutup para nabi, dan mengutusnya kepada kalangan jin dan manusia. Maka
perkara yang halal adalah yang beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam halalkan
dan perkara yang haram adalah yang beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam
haramkan.”[3]
Kedua: Tidak perlu ada penambahan dan pengurangan dalam ibadah
alias kita dilarang berbuat bid’ah (amalan yang tidak ada tuntunan).
Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma berkata,
أنه قد أكمل لهم الإيمان، فلا يحتاجون إلى زيادة أبدًا، وقد أتمه
الله عز ذكره فلا ينقصه أبدًا، وقد رضيه الله فلا يَسْخَطه أبدًا.
“Allah telah menyempurnakan islam, sehingga mereka (umat Islam)
tidak perlu lagi menambah ajaran Rasul –selamanya- dan Allah pun telah membuat
ajaran Islam itu sempurna sehingga jangan sampai dikurangi –selamanya-. Jika
Allah telah ridho, maka janganlah ada yang murka dengan ajaran Islam –selamanya-.[4]
Ketika Imam Malik rahimahullah membicarakan
ayat di atas, beliau juga menyinggung bahaya bid’ah. Beliau berkata,
مَن ابْتَدَعَ في الإِسلام بدعة يَراها حَسَنة ؛ فَقَدْ زَعَمَ أَن
مُحمّدا – صلى الله عليه وعلى آله وسلم- خانَ الرّسالةَ ؛ لأَن اللهَ يقولُ : {
الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ } فما لَم يَكُنْ يَوْمَئذ دينا فَلا
يكُونُ اليَوْمَ دينا)
“Barangsiapa yang berbuat bid’ah dalam Islam dan ia menganggapnya
hasanah (baik), ia berarti telah mengklaim bahwa Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam telah mengkhianati
risalah. Karena Allah telah berfirman (yang artinya), “Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu …”
Jika di saat Rasul hidup, sesuatu bukanlah termasuk ajaran Islam, maka saat ini
juga bukanlah ajaran Islam.”[5]
Dari ‘Aisyah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda,
مَنْ أَحْدَثَ فِى أَمْرِنَا هَذَا مَا لَيْسَ مِنْهُ فَهُوَ رَدٌّ
“Barangsiapa membuat suatu perkara baru dalam agama kami ini yang
tidak ada asalnya, maka perkara tersebut tertolak.”[6]
Ketiga: Ayat di atas adalah sanggahan untuk orang yang
mendiskreditkan Islam dengan mengatakan bahwa Islam tidak cocok untuk setiap
zaman dan setiap tempat.
Seperti orang yang mengatakan bahwa Islam itu benar-benar kuno dan
tidak cocok lagi untuk zaman saat ini. Jika dikatakan dalam ayat bahwa Islam
telah sempurna berarti Islam itu cocok untuk setiap zaman dan tempat. Jika
sebagian orang dangkal dalam memahami Islam, maka yang keliru bukan Islamnya,
namun karena kedangkalan pikirannya. Jadi Islam itu sempurna dan berlaku untuk
setiap zaman bagi para hamba hingga datangnya hari kiamat.[7]
Keempat: Memeluk Islam adalah nikmat yang amat besar, yang patut
disyukuri.
Jika dikatakan dalam ayat bahwa Allah telah mencukupkan
nikmat-Nya, maka hal ini menunjukkan Islam adalah nikmat yang paling besar bagi
seorang hamba. Namun siapa yang menerima nikmat ini, itulah mereka yang bisa
mengambil manfaat. Sebaliknya, siapa yang menolaknya, merekalah yang berdosa
dan akan mendapat dhoror (bahaya).[8]
Kelima: Allah hanya meridhoi Islam, bukan agama lainnya.
Disebutkan dalam ayat bahwa Allah telah meridhoi Islam sebagai
agama. Padahal Islam yang dikatakan telah sempurna sebagaimana disebut di awal
ayat. Jadi, Allah telah menyempurnakan Islam, telah meridhoinya dan telah
meridhoi hamba-Nya. Sehingga yang diridhoi hanyalah Islam, bukan agama lainnya.
Allah Ta’ala berfirman,
إِنَّ الدِّينَ عِنْدَ اللَّهِ الْإِسْلَامُ
“Agama yang diterima di sisi Allah hanyalah Islam” (QS.
Ali Imran: 19).
Setelah datangnya agama yang dibawa oleh Nabi kita Muhammad –shallallahu ‘alaihi wa sallam-, maka agama lainnya
seperti Nashrani dan Yahudi, seluruhnya adalah agama yang batil yang tidak
diridhoi oleh Allah. Dalam ayat lain disebutkan,
وَمَنْ يَبْتَغِ غَيْرَ الْإِسْلَامِ دِينًا فَلَنْ يُقْبَلَ مِنْهُ
وَهُوَ فِي الْآَخِرَةِ مِنَ الْخَاسِرِينَ
“Barangsiapa mencari agama selain agama Islam, maka sekali-kali
tidaklah akan diterima (agama itu)daripadanya, dan dia di akhirat termasuk
orang-orang yang rugi” (QS. Ali Imran: 85).
Keenam: Bantahan untuk yang menyatakan semua agama sama.
Ayat yang kita bahas dan dua ayat terakhir yang disebutkan di atas
menunjukkan kelirunya pemahaman yang menyatakan semua
agama sama. Ada yang mengklaim bahwa Nashrani, Yahudi dan Islam semuanya
agama yang benar dan dapat mengantarkan pada Allah karena sama-sama agama
samawi yang turun dari langit. Ini jelas pemahaman keliru dan dusta. Karena
tidak ada lagi agama yang benar setelah datangnya Islam. Yang benar hanyalah
Islam. Setelah datang Islam yang dibawa oleh Nabi kita Muhammad -shallallahu ‘alaihi wa sallam-, terhapuslah ajaran
agama sebelumnya yaitu Yahudi dan Nashrani. Agama yang lain bisa jadi terhapus
atau tergantikan, yang ada dan diridhoi hanyalah satu yakni Islam. Sehingga
siapa yang ingin masuk surga, maka peluklah agama Islam. Siapa yang malah
mencari agama selain Islam, maka tempatnya di neraka karena ia berarti telah
menolak agama yang Allah ridhoi.
Agama Yahudi yaitu ajaran Musa ‘alaihis salam yang
saat itu menjadi agama dan tidak menyimpang, maka diterima. Begitu pula agama
Nashrani yang tidak menyimpang demikian. Namun setelah datangnya Islam yang
dibawa oleh Nabi kita Muhammad –shallallahu ‘alaihi wa sallam-,
ajaran-ajaran sebelumnya terhapus, yang tersisa hanyalah Islam.
Sehingga tidak ada pilihan dan hukumnya wajib untuk mengikuti
Islam sebagaimana yang Allah perintahkan dan ini berlaku untuk setiap zaman dan
tempat. Allah Ta’ala telah memerintahkan
untuk mengikuti agama yang dibawa oleh Muhammad sebagaimana disebut dalam ayat
lainnya,
قُلْ إِنْ كُنْتُمْ تُحِبُّونَ اللَّهَ فَاتَّبِعُونِي يُحْبِبْكُمُ
اللَّهُ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَاللَّهُ غَفُورٌ رَحِيمٌ (31) قُلْ
أَطِيعُوا اللَّهَ وَالرَّسُولَ فَإِنْ تَوَلَّوْا فَإِنَّ اللَّهَ لَا يُحِبُّ
الْكَافِرِينَ (32)
“Katakanlah: “Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah
aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu.” Allah Maha Pengampun
lagi Maha Penyayang. Katakanlah: “Ta’atilah Allah dan Rasul-Nya; jika kamu
berpaling, maka sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang kafir”.”
(QS. Ali Imran: 31-32).[9]
Semoga Allah beri hidayah pada kita untuk istiqomah dalam
Islam. Wallahu waliyyut taufiq.
@ Sakan 27 Jami’ah Malik Su’ud, Riyadh, KSA, 8 Dzulqo’dah 1433 H
[1] Disebutkan pula oleh
Ibnu Jarir Ath Thobari dalam kitab tafsirnya.
[2] Lihat Syarh Fadhlil
Islam, Syaikh Sholih Al Fauzan, hal. 9.
[3] Tafsir Al Qur’an Al
‘Azhim, 5: 46.
[4] Dikeluarkan oleh Ibnu
Jarir Ath Thobari dalam kitab tafsirnya.
[5] Disebutkan oleh Asy
Syatibi dalam Al I’tishom.
[6] HR. Bukhari no. 20
dan Muslim no. 1718
[7] Lihat Syarh Fadhlil
Islam, hal. 10.
[8] Idem.
[9] Syarh Fadhlil Islam,
hal. 11.
0 komentar:
Posting Komentar