Assalaamu’alaikum wa
rahmatullaahi wa barakaatuh. Ustadz, bgmn derajat hadis berikut:”Haramnya
(pernikahan) tidak mengharamkan yang halal (pernikahan).” (HR Ibn Majah dan
al-Bayhaqi). Apa maksud isi hadits tsb?
Mr. Tom
Jawab:
Bismillah was shalatu was salamu
‘ala Rasulillah, amma ba’du,
Redaksi kalimat yang kami jumpai,
لاَ يُحَرِّمُ الْحَرَامُ الْحَلاَلَ
“Sesuatu yang haram tidaklah
mengharamkan yang halal.
Kalimat ini diriwayatkan oleh
Ibnu Majah dalam sunannya dari Ibnu Umar, dan ad-Daruquthni dari Aisyah,
keduanya secara marfu’ dan dinilai dhaif oleh al-Albani. Karena dalam sanadnya
terdapat perawi Abdullah al-Umari al-Mukabbar dan dia dhaif. (Silsilah
ad-Dhaifah, no. 385).
Kemudian disebutkan dalam riwayat
lain dari A’isyah, dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam,
لا يحرم الحرام، إنما يحرم ما كان بنكاح حلال
Sesuatu yang haram tidak
menyebabkan yang lain jadi haram. Yang bisa menjadikan mahram adalah yang
dilakukan dengan nikah yang halal.
Hanya saja, hadis ini termasuk
hadis batil, karena ada perawi bernama Utsman bin Abdurrahman al-Waqqasi yang
dinilai kadzab (pendusta). (As-Silsilah ad-Dhaifah, no. 388).
Kaidah Sahabat & Jumhur Ulama
Al-Jasshas menyebutkan riwayat
dari Ibnu Abbas, bahwa beliau ditanya tentang seorang lelaki yang berzina
dengan ibu mertuanya. Jawab Ibnu Abbas,
تخطى حرمتين ولم تحرم عليه امرأته
“Dia melakukan dua larangan,
meskipun tidak menyebabkan istrinya menjadi mahram baginya.”
Dalam riwayat lain, beliau
mengatakan,
لا يحرم الحرام الحلال
“Yang haram tidaklah mengharamkan
yang halal.”
Maksudnya, zina adalah sesuatu
yang haram. Namun bukan berarti, ketika seseorang berzina dengan ibu mertua,
menyebabkan istrinya menjadi anak tirinya, sehingga istrinya menjadi haram
baginya.
Keterangan Ibnu Abbas ini menjadi
pendapat a-Zuhri, Rabi’ah ar-Ra’yi, Imam Malik, dan Imam as-Syafii. Al-Jasshas
melanjutkan,
وقال الزهري وربيعة ومالك والليث والشافعي: “لا تحرم أمها ولا بنتها
بالزنا”
Az-Zuhri, Rabi’ah, Malik, dan
as-Syafii berpendapat, ‘Ibu tidak pula anak menjadi mahram gara-gara berzina.’
(Ahkam al-Quran, al-Jasshas, 2/162 – 163)
Maksudnya:
Zina seorang lelaki dengan wanita
x, tidaklah menyebabkan ibunya menjadi mertuanya atau mennjadikan anak wanita
itu menjadi anak tirinya, yang itu statusnya mahram baginya.
Demikian pula sebaliknya, ketika suami
berzina dengan ibu mertuanya, tidaklah menyebabkan istrinya menjadi anak
tirinya, yang statusnya mahram baginya.
Pendapat Lain
Al-Jasshas juga menyebutkan
adanya pendapat lain. Bahwa zina bisa menjadikan ibu dan anak si wanita,
menjadi mahram baginya. Al-Jasshas mengatakan,
روى سعيد بن أبي عروبة عن قتادة عن الحسن عن عمران بن حصين في رجل
زنى بأم امرأته: “حرمت عليه امرأته”, وهو قول الحسن وقتادة; وكذلك قول سعيد بن
المسيب وسليمان بن يسار وسالم بن عبد الله ومجاهد وعطاء وإبراهيم وعامر وحماد وأبي
حنيفة وأبي يوسف
Said bin Abi Arubah meriwayatkan
dari Qatadah dari Hasan dari sahabat Imran bin Hushain. Beliau ditanya tentang
seorang lelaki yang berzina dengan ibu mertuanya. Jawaban beliau, ‘Istrinya
menjadi mahram baginya.’
Dan ini merupakan pendapat Hasan
al-Bashri, Qatadah, demikian pula Said bin Musayib, Sulaiman bin Yasar, Salim
bin Abdillah, Mujahid, Atha, Ibrahim, Amir, Hammad, Imam Abu Hanifah, dan Abu
Yusuf. (Ahkam al-Quran, al-Jasshas, 2/162 – 163)
Allahu a’lam.
0 komentar:
Posting Komentar