Apa makna hadis, setiap anak tergadai dengan aqiqahnya? Dan apakah
hadisini shahih? Terima kasih.
Jawab:
Bismillah was shalatu was salamu ‘ala Rasulillah, amma ba’du,
Hadis yang anda sebutkan statusnya shahih, dari sahabat Samurah
bin Jundub radliallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda,
كُلُّ غُلاَمٍ مُرْتَهَنٌ بِعَقِيقَتِهِ تُذْبَحُ عَنْهُ يَوْمَ
السَّابِعِ وَيُحْلَقُ رَأْسُهُ وَيُسَمَّى
“Setiap anak tergadaikan dengan aqiqahnya. Disembelih pada hari
ketujuh, dicukur gundul rambutnya, dan diberi nama.” (HR. Ahmad 20722, at-Turmudzi 1605, dan dishahihkan
al-Albani).
Ulama berbeda pendapat tentang makna kalimat ‘Setiap anak
tergadaikan dengan aqiqahnya’.
Berikut rincian perbedaan keterangan ulama tentang makna hadis,
Pendapat Pertama, syafaat yang diberikan
anak kepada orang tua tergadaikan dengan aqiqahnya. Artinya, jika anak tersebut
meninggal sebelum baligh dan belum diaqiqahi maka orang tua tidak mendapatkan
syafaat anaknya di hari kiamat.
Pendapat ini diriwayatkan dari Atha al-Khurasani – ulama tabi’in –
dan Imam Ahmad. Al-Khithabi menyebutkan keterangan Imam Ahmad.
قال أحمد : هذا في الشفاعة يريد أنه إن لم يعق عنه فمات طفلاً لم
يُشفع في والديه
Menurut Imam Ahmad, hadis ini berbicara mengenai syafaat. Yang
beliau maksudkan, bahwa ketika anak tidak diaqiqahi, kemudian dia meninggal
masih bayi, tidak bisa memberikan syafaat bagi kedua orang tuanya. (Ma’alim
as-Sunan, 4/285)
Semetara keterangan dari Atha’ al-Khurasani diriwayatkan
al-Baihaqi dari jalur Yahya bin Hamzah, bahwa beliau pernah bertanya kepada
Atha’, tentang makna ‘Anak tergadaikan dengan aqiqahnya.’ Jawab Atha’,
يحرم شفاعة ولده
“Dia (ortu) tidak bisa mendapatkan syafaat anaknya.” (Sunan
al-Kubro, al-Baihaqi, 9/299)
Pendapat Kedua, keselamatan anak dari
setiap bahaya itu tergadaikan dengan aqiqahnya. Jika diberi aqiqah maka
diharapkan anak akan mendapatkan keselamatan dari mara bahaya kehidupan. Atau
orang tua tidak bisa secera sempurna mendapatkan kenikmatan dari keberadaan
anaknya. Ini merupakan keterangan Mula Ali Qori (ulama madzhab hanafi). Beliau
mengatakan,
مرهون بعقيقته يعني أنه محبوس سلامته عن الآفات بها أو أنه كالشيء
المرهون لا يتم الاستمتاع به دون أن يقابل بها لأنه نعمة من الله على والديه فلا
بد لهما من الشكر عليه
Tergadaikan dengan aqiqahnya, artinya jaminan keselamatan untuknya
dari segala bahaya, tertahan dengan aqiqahnya. Atau si anak seperti sesuatu
yang tergadai, tidak bisa dinikmati secara sempurna, tanpa ditebus dengan
aqiqah. Karena anak merupakan nikmat dari Allah bagi orang tuanya, sehingga
keduanya harus bersyukur. (Mirqah al-Mafatih, 12/412)
Pendapat Ketiga, Allah jadikan aqiqah bagi
bayi sebagai sarana untuk membebaskan bayi dari kekangan setan. Karena setiap
bayi yang lahir akan diikuti setan dan dihalangi untuk melakukan usaha kebaikan
bagi akhiratnya. Dengannya, aqiqah menjadi sebab yang membebaskan bayi dari
kekangan setan dan bala tentaranya. Ini merupakan pendapat Ibnul Qoyim. Beliau
juga membantah pendapat yang mengatakan bahwa aqiqah menjadi syarat adanya
syafaat anak bagi orang tuanya.
Beliau mengatakan,
كونه والداً له ليس للشفاعة فيه. وكذا سائر القرابات والأرحام وقد
قال تعالى : يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمْ وَاخْشَوْا يَوْمًا لَا
يَجْزِي وَالِدٌ عَنْ وَلَدِهِ وَلَا مَوْلُودٌ هُوَ جَازٍ عَنْ وَالِدِهِ شَيْئًا
Status seseorang sebagai orang tua bagi si anak, bukan sebab dia
mendapatkan syafaat. Demikian pula hubungan kerabat dan keluarga (tidak bisa
saling memberi syafaat). Allah telah menegaskan,
يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمْ وَاخْشَوْا يَوْمًا لَا
يَجْزِي وَالِدٌ عَنْ وَلَدِهِ وَلَا مَوْلُودٌ هُوَ جَازٍ عَنْ وَالِدِهِ شَيْئًا
Hai manusia, bertakwalah kepada Tuhanmu dan takutilah suatu hari
yang (pada hari itu) seorang bapak tidak dapat menolong anaknya dan seorang
anak tidak dapat (pula) menolong bapaknya sedikitpun (QS. Luqman: 33)
Kemudian, Ibnul Qoyim melanjutkan,
فلا يشفع أحد لأحد يوم القيامة إلا من بعد أن يأذن الله لمن يشاء
ويرضى ، فإذنه سبحانه وتعالى في الشفاعة موقوف على عمل المشفوع له من توحيده
وإخلاصه
Karena itu, seseorang tidak bisa memberikan syafaat kepada orang
lain pada hari kiamat, kecuali setelah Allah izinkan, untuk diberikan kepada
siapa saja yang Dia kehendaki dan Dia ridhai. Sementara izin Allah dalam
syafaat, tergantung dari tauhid dan kekuatan ikhlas dari orang yang mendapat
syafaat itu. (Tuhfah al-Maudud, hlm. 73).
Kemudian Ibnul Qoyim menyebutkan tafsir hadis di atas,
المرتهن هو المحبوس إما بفعل منه أو فعل من غيره … وقد جعل الله
سبحانه النسيكة عن الولد سببا لفك رهانه من الشيطان الذي يعلق به من حين خروجه إلى
الدنيا وطعن في خاصرته فكانت العقيقة فداء وتخليصا له من حبس الشيطان له وسجنه في
أسره ومنعه له من سعيه في مصالح آخرته التي إليها معاده
Tergadai artinya tertahan, baik karena perbuatannya sendiri atau
perbuatan orang lain… dan Allah jadikan aqiqah untuk anak sebagai sebab untuk
melepaskan kekangan dari setan, yang dia selalu mengiringi bayi sejak lahir ke
dunia, dan menusuk bagian pinggang dengan jarinya. Sehingga aqiqah menjadi
tebusan untuk membebaskan bayi dari jerat setan, yang menghalanginya untuk
melakukan kebaikan bai akhiratnya yang merupakan tempat kembalinya. (Tuhfah
al-Maudud, hlm. 74)
Allahu a’lam.
Dijawab oleh Ustadz Ammi Nur Baits (Dewan
Pembina Konsultasisyariah.com)
0 komentar:
Posting Komentar